THE SIGNIFICANCE EFFECT OF BRAND IDENTITY ON CONSUMER SATISFACTION AND BRAND LOYALTY (Study on Starbucks’s consumer in Surabaya).

(1)

PENGARUH IDENTITAS MEREK TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DAN LOYALITAS MEREK

(Studi Pada Pelanggan Starbucks di Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Administrasi Bisnis pada

FISIP UPN “VETERAN“ Jawa Timur

oleh:

Yusuf Pribadi Adi Putra 0642010079

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM SURABAYA

2010


(2)

Puji syukur kehadirat Allah SWT, pemberi nafas hidup pada seluruh makhluk. Hanya kepadaNya-lah syukur dipanjatkan atas terselsaikannya penulisan Skripsi ini, penulisan Skripsi ini adalah merupakan sebagian persayaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembanunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih khususnya kepada bapak Dr, Jojok D., S.Sos, MSi, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran serta pengarahan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam proses penulisan proposal penelitian ini antara lain:

1. Ibu Hj. Dra. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “VETERAN” Jawa Timur.

2. Bapak Drs. Sadjudi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis.

3. Bapak Drs. Nurhadi, M.Si, selaku sekertaris jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Dra. Lia Nirawati, M.Si, selaku dosen wali yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan.

5. Mama dan kakak-kakak saya yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan, yang tanpanya saya tidak mungkin mencapai prestasi akademik seperti sekarang ini. 6. Seluruh Dosen jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah member bekal teoritis.


(3)

7. Mimi C Anzel dan Gerald Thruman William, orang tua angkat saya yang selalu memberikan pengertian dan dukungan atas setiap keputusan yang saya ambil.

Sejujurnya penulis akui bahwa pendapat sulit ada benarnya, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri, karena itu kebanggaan penulis bukanlah pada terselsaikannya skripsi ini, melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukkan diri sendiri. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan dan kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Surabaya, Maret 2010

Penulis

DAFTAR ISI


(4)

KATA PENGANTAR ………..i

DAFTAR ISI ………...iii

DAFTAR GAMBAR………vii

DAFTAR TABEL ………...viii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang Masalah………..1

1.2. Rumusan Masalah ……….10

1.3. Tujuan Penelitian………10

1.4. Manfaat penelitan ………...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………12

2.1. Landasan Teori ………...12

2.1.1.Pemasaran ……….12

2.1.1.1. Pengertian Pemasaran ………...12

2.1.1.2. Manajemen Pemasaran ……….14

2.1.1.3. Konsep Pemasaran ………14

2.1.2. Perilaku Konsumen ………..16

2.1.2.1. Pengertian Perilaku Konsumen ……….16

2.1.2.2. Keputusan Membeli ………..18

2.1.2.3. Tipe-Tipe Perilaku Keputusan Membeli ……….19

2.1.2.4. Struktur Keputusan Membeli……….21

2.1.2.5. Proses Keputusan Pembelian ...22

2.1.2.6. Faktor-Faktor Keputusan Membeli ………...25

2.1.3. Kepuasan Pelanggan……….………27


(5)

2.1.4. Merek….. ……….31

2.1.4.1. Pengertian Merek ………..………31

2.1.4.2. Identitas Merek ………….………32

2.1.4.3. Loyalitas Merek………...………..35

2.1.5. Pengaruh Identitas Merek Terhadap Kepuasan Pelanggan………..38

2.1.6. Pengaruh Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Merek ………41

2.1.7. Pengaruh Identitas Merek Terhadap Loyalitas Merek………...44

2.2. Kerangka Berpikir ………..46

2.3. Hipotesis ……….47

BAB III METODE PENELITIAN ………...48

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……….48

3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ………..53

3.2.1. Populasi ………...53

3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ………...53

3.3. Teknik Pengumpulan Data ………. ………54

3.3.1. Jenis Data ……… ………54

3.3.2. Sumber Data ………54

3.3.3. Pengumpulan Data ………...55

3.4. Uji Kualitas Data ………55

3.4.1. Uji Validitas Data ………...55

3.4.2. Uji Reliabilitas Data ………57

3.5. Teknik Analisis Data ……….. ………58

3.5.1 Structural Equation Modeling ………..58

3.6. Uji Hipotesis ………...65


(6)

4.1. Hasil ………. ……….70

4.1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ………70

4.1.1.1. Gambaran Umum Starbucks ………70

4.1.1.2. Starbucks Cofee dan Produk Starbucks ………..76

4.1.2. Penyajian Data ………77

4.1.2.1. Deskrispi Variabel Brand Identity (Identitas Merek) ………..77

4.1.2.2. Deskripsi Variabel Consumer Satisfaction (Kepuasan Konsumen) ………80

4.1.2.3. Deskripsi Variabel Brand Loyalty (Loyalitas Merek) ……….81

4.1.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis ………...83

4.1.3.1. Evaluasi Outlier ………...83

4.1.3.2. Evaluasi Reliabilitas ………....85

4.1.3.3. Evaluasi Validitas ………86

4.1.3.4. Evaluasi Construct Reliability dan Variance Extracted …………..87

4.1.3.5. Evaluasi Normalitas ……….88

4.1.3.6. Analisis One Step Approach to SEM ………...90

4.1.3.7. Uji Kausalitas ………...92

4.2. Pembahasan ………93

4.2.1. Pengaruh Identitas Merek Terhadap Kepuasan Pelanggan ………93

4.2.2. Pengaruh Kepuasan Pelanggan terhadap Loyalitas Merek ………94

4.2.3. Pengaruh Identitas Merek Terhadap Loyalitas Merek ………...94

4.2.4. Pengaruh Identitas Merek Terhadap Loyalitas Merek Melalui Kepuasan Pelanggan………..95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………96

5.1. Kesimpulan ………96


(7)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR


(8)

Gambar 1. Brand Identity Prism ………...39

Gambar 2. Kerangka Berpikir ………...46

Gambar 3. Model Penelitian ………..60

Gambar 4. Model Pengukuran ……….. 90


(9)

Halaman Tabel 1. Distrubusi Frekuensi Jawaban Responden Untuk Variabel

Identitas Merek ………77

Tabel 2. Ditribusi Frekuensi Jawaban Responden Untuk Variabel Kepuasan Pelanggan ………80

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Untuk Variabel Loyalitas Konsumen ………...……….82

Tabel 4. Hasil Uji Outlier ………..84

Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas ………...85

Tabel 6. Uji Validitas Data ………...86

Tabel 7. Construct Reliability dan Variance Extracted ………....87

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas ………...89

Tabel 9. Hasil Goodness of Fit Index ………91

Tabel 10. Uji Hipotesis Kausalitas ………....92


(10)

YUSUF PRIBADI ADI PUTRA. PENGARUH IDENTITAS MEREK TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DAN LOYALITAS MEREK (Studi Pada Pelanggan Starbucks di Surabaya).

Identitas merek merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan sebagai upaya untuk bertahan dalam persaingan pasar yang semakin kompleks, identitas merek juga merupakan pembeda bagi sebuah merek di tengah kondisi pasar yang semakin tergeneralisasi. Sebuah merek yang mampu mengkomunikasikan identitas merek yang dimiliki dengan baik akan mampu menciptakan brand perceive value (tingkat penerimaan merek) yang baik oleh konsumen dan pelanggan, brand perceive value (tingkat penerimaan merek) yang baik ini akan mengakomodir harapan dari konsumen dan pelanggan sehingga mereka akan merasa puas dan terciptalah kepuasan pelanggan dan pelanggan yang puas akan cenderung untuk loyal terhadap merek tersebut hal inilah yang disebut dengan loyalitas merek.

Penelitian ini bertujuan untuk 1). menganalisis pengaruh identitas merek Starbucks terhadap kepuasan pelanggan, 2). menganalisis pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek Starbucks, 3). menganalisis pengaruh identitas merek Starbucks terhadap loyalitas merek, 4). menganalisis pengaruh identitas merek Starbucks terhadap loyalitas merek melalui kepuasan pelanggan.

Penelitian ini merupakan penelitian explanatory, jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari 119 pelanggan Starbucks di Surabaya yang ditentukan dengan purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah analisi Sturctiral Equation Modeling (SEM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varaibel identitas merek berepengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan pelanggan, variable kepuasan pelanggan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek , variable identitas merek berpengaruh tidak signifikan terhadap loyalitas merek, dan variable identitas merek berpengaruh tidak signifikan terhadap loyalitas merek melalui kepuasan pelanggan.

Kata Kunci: Identitas Merek, Kepuasan Pelanggan, Loyalitas Merek.


(11)

YUSUF PRIBADI ADI PUTRA, THE SIGNIFICANCE EFFECT OF BRAND IDENTITY ON CONSUMER SATISFACTION AND BRAND LOYALTY (Study on Starbucks’s consumer in Surabaya)

Brand identity is one very important variable for a companies as an effort to survive in the increasingly complex market competition. Brand identity also play a major role as a differentiator for a brand in today’s generalized market condition. A brand which able to deliver and communicate it’s identity will have a good level of brand perceive value among the consumers, this good level of brand perceive value indicate that the brand able to accommodate expectations of consumers, this will creates consumer satisfaction. Satisfied consumers tend to be loyal to the brand, this thing called brand loyalty.

This study aims to 1). analyze the influence of the Starbucks brand identity to consumer satisfaction, 2). analyze the influence of consumer satisfaction to brand loyalty of Starbucks, 3). analyze the influence of the Starbucks brand identity to it’s brand loyalty, 4). analyze the influence of the Starbucks brand identity to it’s brand loyalty through consumer satisfaction.

This research is explanatory research, and the types of data in this study are primary data which obtained directly from the 119 Starbucks consumers in Surabaya, which is determined by purposive sampling. The analysis technique used in this research is Structural Equation Modeling (SEM).

The results showed that variable of brand identity did not significantly influence the variable of consumer satisfaction, and variable of consumer satisfaction significantly influence the variable of brand loyalty, and variable of brand identity did not significantly influence the variable of brand loyalty, and variable of brand identity did not significantly influence the variable of brand loyalty through the variable of customer satisfaction.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah.

Globalisasi yang berdampak pada perkembangan teknologi dan informasi telah membuat persaingan dalam dunia bisnis menjadi semakin intens dan kompleks, konsumen dihadapkan pada berbagai pilihan akan produk sejenis, dengan harga dan kualitas yang hampir sama. Salah satu hal yang membedakan antara produk yang satu dan yang lain di dalam pasar yang tergeneralisasi adalah merek, konsumen menjadikan merek sebagai salah satu preferensi atas keputusan pembelian mereka, karena merek merupakan salah satu indikator pembeda antara produk yang satu dengan yang lain di pasar.

Paul Temporal dan K.C. Lee dalam high touch branding (2001) menegasakan, merek sangat penting bagi konsumen karena memudahkan mereka dalam menentukan pilihan, menjadi jaminan kualitas, mencegah resiko, serta menjadi pernyataan diri dan meningkatkan prestige. Dengan begitu banyaknya produk yang ditawarkan di pasar dengan fitur dan kualitas yang hampir sama antara satu dengan yang lain konsumen membutuhkan preferensi dalam membuat keputusan pembelian, disinilah merek memegang peranan penting karena merek memberikan preferensi bagi konsumen dalam keputusan pembelian dalam keterbatasan waktu yang dimiliki oleh konsumen, setelah keputusan pembelian terbentuk atas preferensi merek, maka konsumen akan mengalami brand experience yaitu pengalaman yang ditimbulkan oleh aktifitas mengkonsumsi suatu merek tertentu, berdasar atas atribut-atribut merek yang di sebut dengan identitas merek, barnd experience yang positif ini akan membentuk kepuasan pelanggan, ketika


(13)

kepuasan pelanggan terbentuk maka loyalitas merek pun akan terbangun, loyalitas merek yang tercipta akan berdampak pada peningkatan brand value. Kemampuan merek dalam memberikan nilai positif dan diterima oleh kelompok sosial disekitar konsumen akan mempengaruhi konsumen untuk membayar harga maksimum bagi suatu merek dan hal tersebut merupakan bentuk dari loyalitas terhadap merek (Lassar, Mittal, dan Sharma, 1995, dalam Muhtadi et al.2007).

Atribut merek yang selanjutnya disebut sebagai identitas merek merupakan cerminan dari suatu produk yang membedakan produk tersebut dengan produk pesaingnya, terdiri atas aspek fungsional dan emosional, aspek fungsional dan emosinal ini akan mempengaruhi prosepsi konsumen terhadap suatu merek, persepsi positif akan muncul ketika konsumen mendapatkan stimulus positif dari sebuah identitas merek sehingga konsumen memutuskan untuk membeli (buying decision), ketika sebuah identitas merek ini dirancang dan dikomunikasikan dengan baik kepada konsumen maka akan menciptakan kepuasan pelanggan ketika pelanggan mendapatkan kepuasan dari sebuah merek maka pelanggan akan cenderung melakukan pembelian berulang terhadap merek tersebut, inilah yang dimaksud dengan konsepsi loyalitas merek, demikian juga sebaliknya apabila konsumen mendapatkan stimulus negatif dari sebuah identitas merek maka kemungkinan terbesar adalah konsumen membatalkan keinginan untuk membeli merek tersebut, atau sebagian konsumen mungkin memutuskan membeli karena terpengaruh faktor harga atau sentiment lain yang sifatnya sementara, tetapi karena stimulus dari identitas merek ini bersifat negatif maka konsumen tidak mendapatkan kepuasan dari merek tersebut, kepuasan pelanggan tidak tercipta, sehingga loyalitas merek pun tidak terbangun. Persepsi konsumen yang diakibatkan oleh stimulus identitas merek ini disebut dengan brand experience yaitu total


(14)

pengalaman konsumen baik positif maupun negatif yang bersumber dari kontak dengan suatu merek.

Selama ini fokus banyak perusahaan adalah dalam menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan menganggap kepuasan pelanggan merupakan tujuan akhir dari perusahaan, bukan proses untuk perbaikan internal, akibatnya perusahaan yang memiliki pelanggan dengan tingkat kepuasan yang tinggi cenderung sering melakukan perpindahan merek, karena perusahaan yang mempunyai tingkat yang tinggi ccenderung cepat merasa puas dan lupa diri, Rangkuti (2006:1). Oleh karena itu perlu dikembangkannya sebuah model total customer relationship yaitu pola hubungan konsumen yang terkonsep dan menyeluruh melalui pembanguna loyalitas merek yang lebih bersifat menyeluruh.

Lebih lanjut Kapferer (1997:36) menyebutkan sumber-sumber dari loyalitas merek sebagai berikut:

1. awareness (the capacity of the to symbolize the category).

Adalah merupakan seberapa besar sebuah merek mampu merepresentasikan merek produk atas kategori produk tertentu.

2. The level of perceived quality compared to competitor.

Adalah merupakan derajat penerimaan kualitas suatu merek produk oleh konsumen jika dibandingkan dengan kompetitor.


(15)

Adalah merupakan derajat kepercayaan merek produk, perbedaan, kepedulian, dan kesukaan merek produk oleh konsumen.

4. The richness and attractiveness at the image conjured up the .

Adalah sejauh mana merek produk mampu menarik perhatian konsumen.

Beberapa nilai strategis dari loyalitas merek yang dapat diberikan kepada perusahaan antara lain (Aaker, 1991:47-49, dalam Ardha et al.2010):

1. Reduce Marketing Cost.

Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah memepertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya mendapatkan pelanggan baru.

2. Trade leverage.

Loyalotas yang kuat tergadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran.

3. Attractive new customer.

Banyaknya pelanggan yang merasa puas dengan suatu merek tertentu akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan baru terutama jika pelanggan mereka mengandung resiko tinggi.


(16)

Loyalitas merek pelanggan akan memberikan waktu bagi perusahaan produsen untuk merespon gerakan pesaing .

Jika pesaing mengembangkan produk unggulan pelanggan yang loyal akan memberikan waktu dan kesempatan kepada perusahaan produsen merek untuk mengembangkan atau memperbarui produknya dengan cara menyesuaikan atau merealisasikannya. Kemampuan merek dalam memberikan nilai positif dan diterima oleh kelompok sosial disekitar konsumen akan mempengaruhi konsumen untuk membayar harga maksimum bagi suatu merek dan hal tersebut merupakan bentuk dari loyalitas terhadap merek, (Lassar, Mitatal, dan Sharma dalam Muhtadi et al 2007).

Peter dan Olson (2005:7) menyebutkan “the dynamic nature of consumer behavior makes development of marketing strategies an exciting and difficult test. Strategies that work at one time or in one market may fall miserably at other times or in other markets. Because product life cycles are shorter than before, many companies have to innovate to create superior value for customers and stay profitable. This involves creation of a new products, new version of existing product, and new strategies for them” artinya, sifat lamiah dari prilaku konsumen yang dinamis membuat konsep strategi pemasaran sebagai hal yang menarik sekaligus sulit strategi yang sesuai dengan kodisi pasar tertentu dan dalam waktu tertentu mungkin akan tidak cocok pada kondisi pasar yang lain atau dalam waktu yang berbeda, hal ini dikarenakan siklus hidup produk yang lebih singkat dari sebelumnya, banyak perusahaan harus terus berinovasi untuk menciptakan nilai superior terhadap konsumen agar bisa terus menghasilkan keuntungan, proses inovasi ini melibatkan penciptaan produk baru, versi baru dari produk yang sudah ada, penciptaan merek baru, dan penciptaan startegi baru. Berdasarkan pendapat ini dapat dikatakan bahwa walaupun merek mampu mendefinisikan produk berdasarkan konsepsi ruang dan waktu tetapi dengan


(17)

perkembangan serta sifat alamiah dari prilaku konsumen yang dinamis dan selalu berubah maka inovasi merek pun diperlukan. Untuk itu diperlukan sebuah strategi untuk terus mengembangkan dan membangun merek dalam kaitannya dengan loyalitas merek yang tercipta dan keuntungan untuk perusahaan.

Berdasarakan pendapat para ahli tersebut maka untuk membangun sebuah kepuasan pelanggan serta menciptakan total customer relationship berupa terciptanya loyalitas merek diperlukan sebuah identitas merek yang kuat yang selalu berinovasi sesuai dengan tuntutan pasar dan perkembangan prilaku konsumen yang secara alamiah bersifat dinamis, namun menurut Kapferer (1997:90) few brand actually know who they are, what they stand for, and what makes them so unique pendapat ini menyatakan bahwa hanya terdapat sedikit sekali merek yang memahami siapa merek tersebut sebenarnya, siapa yang diwakili, dan apa yang membuat merek berbeda di pasar. Oleh karena itu diperlukan studi lebih lanjut mengenai identitas merek mengenai pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas merek. lebih lanjut Kapferer menyatakan however, very few brands actually have a character defining the ’s long term identity and uniqueness pendapat ini memberikan pernyataan bahwa bagaimanapun juga msih ada sedikit merek yang masih mempunyai karakter merek yang akan mampu mendefinisikan identitas merek dan keunikan merek dalam jangka panjang. Konsep tentang identitas merek adalah suatu konsepsi yang berdasar pada bagaimana waktu akan berpengaruh pada keunikan dan kualitas permanen dari sebuah merek. Banyak perusahaan yang hanya membatasi konsep tentang identitas merek pada penciptaan visual recognition yaitu tampilan visual dari merek, hal ini memang penting tetapi penciptaan visual recognition atau tampilan visual hanyalah merupakan langkah awal dari penciptaan identitas merek, Kapferer (1997:92) the deepest brand value must be reflected in the external sign of recognition, and these must be apparent at the first


(18)

glance artinya nilai utama dari sebuah merek harus mampu terefleksikan pada tanda-tanda visual eksternal, dan ini harus muncul pada reaksi kontak pertama dengan konsumen. Yang terpenting dari konsep identitas merek adalah pesan kunci yang ingin disampaikan oleh suatu merek kepada konsumen, Kapferer (1997:93) brand identity defines what must stay and what is free to change ( identitas merek memberikan batasan apa saja yang harus terdapat dalam merek dan apa saja yang bisa diubah).

Untuk menjadi dan tetap menjadi sebuah merek yang kuat, merek harus mampu menunjukkan identitas merek yang sebenarnya, usaha untuk membangun identitas merek yang kuat juga dilakukan oleh Starbucks, bisnis besar Starbucks berawal pada tahun 1971 yang bermula dari kedai teh, rempah, dan kopi di Seattle, Washington. Starbucks menawarkan konsep baru kepada pelanggan, merubah pengalaman minum kopi yang biasa menjadi luar biasa dengan cara menggabungkan kopi berkualitas Starbucks dengan keindahan dan keromantisan kedai-kedai kopi Eropa. Konsep awal yang dikembangkan oleh Starbukcs ini awalnya diragukan oleh banyak pihak, bagaimana mungkin aktifitas sederhana meminum kopi bisa menjadi sesuatu yang luar biasa, bagaimana cara Starbucks untuk menginspirasi konsumen serta membuat konsumen mengorbankan rutinitas kesehariannya untuk singgah di kedai-kedai Starbucks, dan bagaimana mungkin Starbucks mampu membuat konsumennya membayar kopi dari harga rata-rata $ 0.50 menjadi seharga $ 3.00, bagaimana cara Starbucks meyakinkan konsumennya untuk memilih kopi dengan racikan kopi yang eksotis dan kaya rasa bila selama ini konsumen hanya tahu kopi yang biasa. Konsep yang ditawarkan oleh Starbucks ini mendapatkan respons yang positif dari konsumen, saat ini Starbucks telah membuka kedai di lebih dari 37 negara, dengan rata-rata lebih dari Tiga puluh Lima Juta konsumen berkunjung setiap minggunya, hal ini tentu bertolak belakang dengan perkiraan negatif analis Industri ketika Starbucks memulai bisnisnya.


(19)

Kesuksesan Starbucks ini tidak terlepas dari kesuksesan merek Starbucks. Laureen Moore, director of community relations and giving, berpendapat bahwa kekuatan yang mampu membuat Starbucks memberikan dampak yang signifikan terhadap masyrakat berasal dari karyawan, produk, dan merek yang dimiliki oleh Starbucks. Pencapaian Starbucks ini tidak terlepas dari usaha yang konsisten dan berkelanjutan yang dilakukan oleh perusahaan. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan maka Starbucks perlu membangun dan mengembangkan identitas merek yang dimilikinya, dengan terciptanya kepuasan pelanggan ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan loyalitas merek konsumen atas merek Starbukcs. Walaupun Starbucks mempunyai brand positioning yang kuat bukan berarti Strabucks tidak mengalami berbagai tantangan dalam mempertahankan loyalitas merek atas produknya, hal ini dikarenakan munculnya banyak pesaing yang menawarkan berbagai macam produk sejenis dengan harga dan kualitas yang hampir sama, oleh Karena itu perlu dikembangkannya sebuah identitas merek yang kuat sehingga mampu menciptakan kepuasan pelanggan dan loyalitas merek, sehingga Starbucks mampu menjadi sebuah merek yang unggul (Starbucks annual report 2009).

Alasan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengukur scara empiris pengaruh identitas merek terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas merek dari Starbucks, mengingat bahwa konsepi tentang idenitas merek adalah merupakan sebuah konsepsi yang baru dan belum banyak perusahaan menyadari akan pentingnya pengembangan identitas merek.

1.2. Rumusan Masalah.

Sebagaimana yang telah diungkapkan pada latar belakang, kepuasan pelanggan dan loyalitas merek dipengaruhi oleh identitas merek. Dengan demikian dirumuskan suatu permasalahan yang akan diteliti dalam bentuk pernyataan sebagai berikut:


(20)

1. “Apakah identitas merek Starbucks berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan”.

2. “Apakah kepuasan pelanggan Starbucks berpengaruh terhadap loyalitas merek Starbucks”.

3. “Apakah identitas merek Starbucks berpengaruh terhadap loyalitas merek produk Starbucks”.

4. “Apakah identitas merek Starbucks berpengaruh terhadap loyalitas merek melalui kepuasan pelanggan.

1.3. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan untuk:

1. Menganalisis pengaruh identitas merek Starbucks terhadap kepuasan pelanggan.

2. Menganalisis pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek Starbucks.

3. Menganalisis pengaruh identitas merek Starbucks terhadap loyalitas merek Starbucks.

4. Menganalisis pengaruh identitas merek Starbucks terhadap loyalitas merek melalui kepuasan pelanggan.

1.4. Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori mengenai marketing strategy terutama yang berkaitan dengan identitas merek. Selanjutnya secara spesifik dapat meningkatkan pemahaman atas komponen-komponen identitas merek mana yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dan loyalitas merek.


(21)

Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan dalam hal pengambilan keputusan yang berhubungan dengan identitas merek, kepuasan pelanggan, dan loyalitas merek guna menghasilkan keunggulan bersaing, yang mana memungkinkan perusahaan untuk mengendalikan keputusan merek produk Starbucks dengan tepat. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi penelitian berikutnya terutama yang berhubungan dengan variabel-variabel identitas merek, kepuasan pelanggan, dan loyalitas merek.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pemasaran

2.1.1.1 Pengertian Pemasaran

Setiap produsen selalu berusaha melalui produk yang dihasilkannya untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaannya, serta berusaha agar produk yang dihasilkannya dapat terjual atau dibeli oleh konsumen akhir dengan tingkat harga yang memberikan keuntungan perusahaan jangka panjang. Melalui produk yang dapat dijualnya, perusahaan dapat menjamin kehidupannya atau menjaga kestabilan usahanya dan berkembang. Dalam rangka inilah setiap produsen harus memikirkan kegiatan pemasaran produknya, jauh sebelum produk dihasilkan sampai produk tersebut dikonsumsikan oleh si konsumen akhir, Assauri (2007:1).

Pemasaran dalam arti sempit oleh para pengusaha sering diartikan sebagai pendistribusian, termasuk kegiatan yang dibutuhkan untuk menempatkan produk yang berwujud pada tangan konsumen rumah tangga dan pemakai industri. Pengertian ini tidak mencakup kegiatan mengubah bentuk barang. Akan tetapi, pengertian tentang pemasaran sebenarnya lebih luas dari kegiatan tersebut. Pengertian lain menyatakan pemasaran sebagai usaha untuk menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu serta harga yang tepat dengan promosi dan komunikasi yang tepat . Pemasaran dalam arti luas dapat diartikan sebagai kegiatan manusia yang diarahkan untuk


(23)

memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran, berdasarakan pengertian ini, pembahasan tentang pemasaran dapat lebih jelas dan terbatas dalam pembatasan yang tegas, terkait dengan kegiatan pemasaran yang berlaku universal, Assauri (2007, 4-5).

Swastha (2002:8) mendefinisikan pemasaran sebagai sitem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

Pengertian pemasaran menurut Kotler (2002:9) adalah sebagai proses sosial dan manajerial agar individu atau kelompok mendapat apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Menurut Ma’ruf (2005:3) fungsi pemasaran adalah:

1. Menetapkan basis pelanggan (customer bases) secara strategis, rasional, dan lengkap dengan informasinya.

2. Mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan dan calon pelanggan yang sekarang dan akan datang .

3. Menciptakan produk yang akan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dengan pas dan menguntungkan dan mampu membedakan perusahaan dari pesaingnya.

4. Mengkomunikasikan dan “mengantarkan“ produk tersebut kepada pasar sasaran (target market).

5. Memimpin personel perusahaan untuk menjadi sekumpulan tenaga kerja yang disiplin, profesional, dan berpengetahuan serta punya dedikasi bagi nilai dan sasaran perusahaan. 2.1.1.2 Manajemen Pemasaran.


(24)

Kotler (2002:9) mendefininisikan manajemen pemasaran sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi. Hal ini sangat tergantung pada penawaran organisasi dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan yang bertujuan menghasilkan kepuasan-kepuasan bagi piha-pihak yang terlibat. Titik berat manajemen pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar tersebut serta menentukan harga, mengadakan komunikasi, dan ditribusi yang efektif untuk memberitahu, mendorong serta melayani pasar. Definisi ini menegaskan bahwa manajemen pemasaran adalah proses yang melibatkan analisa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang mencakup barang, jasa yang tergantung pada pertukaran dan dengan tujuan menghasilkan keputusan bagi pihak-pihak yang terlibat.

2.1.1.3. Konsep Pemasaran.

Konsep pemasaran merupakan sebuah orientasi pemasaran yang menyatakan kunci untuk meraih tujuan organisasi adalah menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih Kotler (2002:22).

Menurut Tjiptono (2000:3) konsep pemasaran adalah sebuah filsafat bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan keinginan dari konsumen adalah kebenaran sosial dan ekonomi kehidupan sebuah perusahaan.

Konsep pemasaran menurut Swastha (2004:10) adalah filsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomis dan sosial bagi


(25)

kelangsungan hidup perusahaan. Konsep pemasaran tersebut disusun dengan memasukkan tiga elemen pokok yaitu:

1. Orientasi konsumen atau pasar pembeli 2. Volume penjualan yang menguntungkan

3. Koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan pemasaran

Selanjutnya Swastha (2004:18) mengemukakan tiga faktor penting yang dipakai dalam konsep pemasaran yang meliputi:

1. Orientasi konsumen.

Pada umumnya perusahaan yang ingin mempraktekkan orientasi konsumen harus: menentukan kebutuhan pokok dari pembeli yang akan dilayani, memilih kelompok pembeli tertentu sebagai sasaran dalam penjualan, menentukan produk dan program pemasaran, mengadakan penelitian pada konsumen, untuk mengukur, menilai dan menafsirkan keinginan sikap dan tingkah lakunya, menentukan dan melaksanakan strategi apa yang paling baik.

2. Koordinasi dan integrasi dalam perusahaan.

Untuk memberikan kepuasan konsumen secara optimal, semua elemen-elemen pemasaran yang ada harus dikoordinasi dan diintegrasikan. Disamping itu juga dihindari adanya pertentangan didalam perusahaan maupun antara perusahaan dengan pasarnya.

3. Mendapatkan laba melaui kepuasan konsumen.

Laba merupakan pencerminan dari usaha-usaha perusahaan yang berhasil memberikan kepuasan kepada konsumen. Untuk memberikan kepuasan tersebut perusahaan dapat


(26)

menyediakan atau menjual barang dan jasa yang paling baik yang sesuai dengan keingina konsumen dengan harga yang layak.

2.1.2. Perilaku Konsumen.

2.1.2.1. Pengertian Perilaku Konsumen.

Perilaku konsumen memegang peranan besar dalam proses keberhasilan perusahan dalam membentuk suatu proses pemasaran produk. Perusahaan tidak boleh menganggap remeh unsur perilaku konsumen ini. Perusahaan yang gagal memahami kebutuhan, keinginan, selera, dan proses keputusan beli konsumen akan mengalami kegagalan dalam pemasaran dan penjualannya, sehingga akan gagal juga dalam kinerja keseluruhannya (Crevens, 2000 dalam prasetyo, 2005;4). Perusahaan yang melakukan sebaliknya, yaitu memahami kebutuhan, keinginan, selera dan proses keputusan beli konsumen, disebut customer driven organization. Artinya organisasi yang digerakkan oleh pemahaman terhadap pelanggannya (Prasetyo,2005:4), Perusahaan yang seperti inilah yang diharapkan oleh konsumen. Mowen dan Minor (2006:6) mengemukakan bahwa perilaku konsumen merupakan suatu studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuatan barang, jasa penagalaman serta ide-ide.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) dalam Prasetyo (2005:9) perilaku konsumen merupakan proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bias memenuhi kebutuhannya. Dalam bukunya Consumer Behaviour, Peter dan Olson (1999:6) memberikan pengertian tentang perilaku konsumen atau consumer behaviour dengan mengutip pengertian dari The American Marketing Association yang menyebutkan consumer behavior is a


(27)

dynamic interaction of affect and cognition, behavior, and the environment, by which human being conduct the exchange aspectof their lives (perilaku konsumen adalah sebuah interaksi dinamis yang meliputi pengaruh dan dipengaruhi, kebiasaan atau tingkah laku, dan juga lingkungan, dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran yang mempengaruhi kehiduapan mereka). Lebih lanjut Peter dan Olsen menyebutkan, in other words consumer behavior involves the thought and feelings people experience and the action they perform in consumption process. It also includes all the things in the environment that influence the thoughts, feeling, and action. These include comment from other consumers, advertisement, price information, packaging, product appearance, and many others (dengan kata lain, perilaku konsumen meliputi harapan dan perasaan, serta pengalaman, dan faktor-faktor pengaruh utama yang muncul dalam proses konsumsi. Perilaku konsumen juga meliputi semua faktor lingkungan yang turut berpengaruh terhadap harapan, perasaan, dan pengmbilan keputusan, faktor-faktor tersebut antara lain: pendapat dari konsumen lainnya, iklan, informasi harga, kemasan, tampilan produk, dan banyak hal lainnya). Pendapat ini dapat kita artikan bahwa perilaku konsumen melibatkan harapan dan perasaan yang dialami oleh konsumen dalam proses konsumsi. Perilaku konsumen juga meliputi semua hal yang berada disekitar konsumen yang turut mempengaruhi perasaan atau pengalaman konsumen tersebut, hal ini meliputi , pendpat dari konsumen yang lain, iklan, informasi mengani harga, kemasan, tampilan produk, dan hal-hal lain yang turut berpengaruh pada persepsi konsumen.

2.1.2.2. Keputusan Membeli.

Menurut Assael yang dikutip oleh sutisna (2003:15) mengatakan bahwa pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk diawali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang disebut need arousal. Menurut Setiadi


(28)

(2003:413) keputusan membeli adalah suatu proses yang melibatkan pilihan diantara dua atau lebih alternatif, dimana aspek pengaruh dan kognisi dilibatkan dalam pengambilan keputusan konsumen, termasuk pengetahuan, arti, kepercayaan yang diaktifkan dari ingatan, serta proses perhatian dan pemahaman akan suatu produk.

Sedangkan menurut Mowen dan Minor (2002:2) pengambilan keputusan konsumen meliputi semua proses yang dilalui konsumen didalam mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternative dan memilih diantara pilihan-pilihan pembelian.

Kotler (2000:201-202) menjelaskan beberapa peranan seseorang dalam keputusan membeli antara lain:

1. Pencetus

Seseorang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk membeli produk atau jasa.

2. Pemberi Pengaruh

Sesorang yang pandangan atau sarannya mempengaruhi keputusan.

3. Pengambil Keputusan

Sesorang yang mengambil keputusan untuk setiap komponen keputusan pembelian, apakah membeli, tidak membeli, bagaimana membeli dan dimana akan membeli.

4. Pembeli

Orang yang melakukan pembelian sesungguhnya.

5. Pemakai

Sesorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa yang bersangkutan.


(29)

Menurut Kotler dan Armstrong (2001:219-222) perilaku membeli sangat berbeda untuk sebuah produk. Semakin kompleks keputusan biasanya akan melibatkan semakin banyak pihak yang terkait dan semakin banyak pertimbangan. Tipe-tipe perilaku membeli berdasarkan tingkat keterlibatan dan tingkat perbedaan diantara berbagai merek yaitu:

1. perilaku membeli yang kompleks

konsumen menjalankan perilaku membeli yang kompleks ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dan yang lain. Konsumen mungkin akan amat terlibat ketika produknya mahal, beresiko, jarang dibeli dan sangat menonjolkan ekspresi diri. Biasanya, konsumen harus banyak belajar mengenai kategori tersebut. Pembeli akan melalui proses belajar, pertama mengembangkan keyakinan mengenai produknya, lalu sikap dan kemudian membuat pilihan yang dipikir masak-masak.

2. Perilaku membeli yang mengurangi ketidak cocokan.

Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang, atau beresiko tetapi hanya melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek. Untuk melawan ketidakcocokan ini, komunikasi purna-jual orang pemasaran harus bukti-bukti dan dukungan yang membantu konsumen menyenangi pilihan merek.

3. Perilaku membeli karena kebiasaan.

Perilaku membeli karena kebiasaaan terjadi dalam kondisi keterlibatan konsumen yang rendah kecilnya perbedaan antar merek.


(30)

Pelanggan menjalankan perilaku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek dianggap cukup berarti. Dlam kasus semacam ini, konsumen seringkali mengganti merek. Konsumen mungkin mengambil merek lain agar tidak bosan atau sekedar untuk mencoba sesuatu yang berbeda.

2.1.2.4. Struktur Keputusan Membeli.

Menurut Rismiati dan Suratno (2001:79-80) struktur keputusan membeli penting untuk diketahui karena sudah menentukan kebutuhan dan mempunyai keinginan akan produk tertentu konsumen diharapkan untuk memunculkan keputusan membeli. Ada tujuh struktur keputusan yang mempengaruhi konsumen yaitu:

1. Keputusan tentang jenis produk.

Konsumen dapat memutuskan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli produk X atau untuk tujuan lain selain melakukan pembelian. Para pemasar harus memusatkan perhatian pada konsumen yang diharapkan memutuskan untuk membeli produk X dari alternatif lain yang dipertimbangkan.

2. Keputusan tentang bentuk produk.

Konsumen memutuskan untuk membeli produk X dengan bentuk tertentu (ukuran, mutu, corak, dan sebagainya) perusahaan harus menggunakan riset pemasaran untuk mengetahui kesukaan konsumen.

3. Keputusan tentang merek.

Konsumen meutuskan merek yang akan diambil. Perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merek.


(31)

4. Keputusan tentang penjualan.

Konsumen memutuskan dimana akan membeli, perusahaan harus mengatahui bagaimana konsumen memilih penjual tertentu. Disamping pertimbangan harga. Konsumen mempertimbangkan pula layanan yang didapat baik waktu membeli mapun purna-jual.

5. Keputusan tentang jumlah produk.

Konsumen memutuskan jumlah produk yang akan dibeli. Perusahaan harus mempertimbangakan banyaknya produk yang tersedia untuk konsumen sesuai keinginan konsumen yang berbeda-beda.

6. keputusan tentang waktu pembelian.

Konsumen memutuskan kapan harus membeli (kapan uang atau kesempatan tersedia).

7. keputusan tentang tata cara pembelian.

Konsumen memutuskan metode pembayaran yang disukainya sehingga perusahaan ahrus mengetahui hal yang akan mempengaruhi dalam penawaran pembayaran.

2.1.2.5. Proses Keputusan Pembelian.

Menurut Setiadi (2003:16-20) proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternative, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Secara rinci tahap-tahap tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Pengenalan masalah.

Proses membei diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terjadi perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkan. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal dan eksternal.


(32)

2. Pencarian informasi.

Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Salah satu faktor kunci bagi pemasar adalah sumber-sumber utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan pengaruh relative masing-masing sumber terhadap keputusan membeli. Sumber-sumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu:

a. sumber pribadi diantaranya keluarga, teman, tetangga, kenalan.

b. Sumber komersial diantaranya iklan, tenaga penjual, penyalur, kemasan dan pameran. c. Sumber umum diantaranya media massa, organisasi konsumen.

d. Sumber pengalaman, diantaranya pernah menangani, menguji, menggunkan produk. 3. Evaluasi alternative.

Ada beberapa proses evaluasi keputusan. Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu pemasar memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pada pertimbangan yang sadar dan rasional. Konsumen mungkin mengembangkan seperangkat kepercayaan merek tentang dimana setiap merek berada pada cirri masing-masing.

4. Keputusan pembelian.

Konsumen mungkin membentuk tujuan pembelian yang paling disukai. Dua faktor yang dapat mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mempengaruhi alternative pilihan seseorang akan tergantung pada dua hal yaitu intensitas negative orang lain terhadap alternative pilihan konsumen dan motivasi konsumen untuk mnuruti keinginan orang lain. Semakin tinggi intensitas negative orang lain akan semakin dekat hubungan


(33)

hubungan orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar kemungkinan konsumen akan menyesuaikan tujuan pembelian. Tujuan pembelian juga dipengaruhi oleh faktor-faktor keadaan tak terduga. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan keluarga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan.

5. Perilaku sesudah pembelian.

Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan dan ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibatkan dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar.

6. Kepusan sesudah pembelian.

Setelah mebeli suatu produk, serang konsumen mungkin mendeteksi adanya suatu cacat. Kepuasan pembelian merupakan fungsi dari dekatnya antara pembeli tentang produk dan kemampuan dari produk tersebut.

7. Tindakan-tindakan sesudah pembelian.

Kepuasan atau ketidakpuasan pada suatu produk akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, maka akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk lagi. Konsumen yang tidak puas mungkin akan mungkin akan meninggalkan atau mengembalikan produk tersebut, atau mungkin mengurangi ketidakcocokan dengan mencari informasi yang mungkin mengkonfirmasikan produk tersebut sebagi bernilai tinggi (atau menghindari informasi yang mengkonfirmasikan produk tersebut bernilai rendah).


(34)

2.1.2.6. Faktor-Faktor Keputusan Membeli.

Menurut Lamb, et al (2000:13-194), setelah mendapatkan informsai dan merancang sejumlah pertimbangan produk yang tersedia, konsumen siap untuk membuat keputusan pembelian. Konsumen akan menggunakan informasi yang tersimpan didalam ingatan, ditambah dengan informasi dari luar untuk membangun suatu kriteria tertentu yaitu dengan memilih atribut produk dan kemudian mengeluarkan semua produk yang tidak mempunyai atribut tersebut, dengan menggunakan jalan pintas atau tingkat minimum atau maksimum dari dari sejumlha atribut yang mana alternative tersebut harus benar-benar dipertimbangkan dan dengan mengurut atribut-atribut yang dipertimbangkan untuk kepentingan dan evaluai produk berdasarkan pada seberapa baik produk-produk tersebut tampil menjadi atribut-atribut yang paling penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian konsumen atas suatu produk. Atribut tunggal seperti, harga, mungkin tidak cukup menjelaskan bagaimana konsumen membentuk rangkaian pertimbangan-pertimbangan pembelian. Nama merek, juga berdampak signifikan pada pilihan pembelian konsumen dan dalam iklan terlihat jelas produk tersebut seperti suatu jaringan retail yang dapat diandalkan serta menyediakan serangkaian janji, merek pada dasarnya menyederhanakan proses keputusan pembelian konsumen sehingga konsumen tidak perlu memikirkan kembali tentang pilihan-pilihan produk yang mereka butuhkan.

Menurut Kotler (2004:183) faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian yaitu:

1. Produk.

Pengenalan secara mendalam terhadap keberadaan suatu produk yang dihasilkan terdiri dari, keanekaragaman atau macam-macam produk, kualitas, desain, ciri-ciri atau bentuk


(35)

produk, merek dagang, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan atau garansi dan pengembalian.

2. Harga.

Merupakan jumlah uang yang harus dibayarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk.

3. Saluran pemasaran.

Menunjukkan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk menjadikan suatu produk yang dihasilkan dapat diperoleh atau tersedia bagi konsumen pada waktu dan tempat yang tepat dimanapun konsumen berada. Saluran pemasaran terdiri dari, system saluran, daya jangkau, lokasi, persediaan dan transportasi.

4. Promosi.

Kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk menginformasikan, membujuk, mempengaruhi dan mengingatkan konsumen agar membeli produk yang dihasilkan.

2.1.3. Kepuasan Pelanggan.

2.1.3.1. Pengertian Kepuasan Pelanggan.

Consumer satisfaction is a critical concept in marketing thought and consumer research, it is generally argued that if customer are satisfied with a product, service, or a , they will be


(36)

more likely to continue to purchase it and tell others of their favorable experience with it, if they are dissatisfied they will be more likely to switch product or and complain to manufacturers, retailers, and other consumer, Peter dan Olsen (1999:379), pendapat ini dapat kita artikan bahwa kepuasan pelanggan adalah sebuah konsep yang penting dalam pemasaran dan penelitian tentang konsumen, secara umum dapat dinyatakan bahwa pelanggan yang merasa puas akan sebuah produk, pelayanan, atau merek, akan cenderung untuk melakukan pembelian ulang, dan menceritaan pengalaman positif yang dilaminya kepada orang lain, sebaliknya apabila pelanggan tidak meras puas maka mereka akan beralih pada produk, atau lain serta mengeluh pada produsen, penjual, atau memeberikan pengaruh negative pada konsumen lain atas pengalaman negative yang dialaminya.

Mowen dan Minor (2002:89), kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakannya. Penilaian konsumen terhadap kinerja suatu produk sangat erat hubungannya dengan penilaian kualitas produk. Konsumen akan membandingkan persepi mereka atas kualitas produk setelah menggunakan produk tersebut sesuai dengan ekspektasi kinerja produk sebelum mereka membelinya. Tingkat kepuasan juga dipengaruhi oleh evaluasi konsumen terhadap ekuitas pertukaran dan atribusi mereka terhadap kinerja produk.

Pendapat lain tentang kepuasan pelanggan adalah dikemukakan oleh Band (1991:80), yang menyatakan bahwa consumer satisfaction is state which consumer needs, want and expectation through the transaction cycle are not exceeded resulting in repurchasing and continuity loyalty. Pendapat ini dapat mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan dari pelanggan akan dapat terpenuhi atau


(37)

terlampaui melalui suatu transaksi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang terus berlanjut.

Untuk dapat mengukur kepuasana pelanggan, kita harus mengetahuinya secara konseptual, teoritis. Dalam kaitan itu ada yang mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai hasil penilaian pelanggan dengan apa yang diharapkannya dalam membeli atau mengkonsumsi sebuah produk. Harapan itu lantas dibandingkannya dengan persepsi terhadap kinerja yang diterimanya dengan mengkonsumsi produk tersebut. Jika harapannya lebih tinggi dari kinerja produk, pelanggan akan merasa puas. Sebaliknya jika harapannya sama atau lebih rendah dari kinerja produk maka pelanggan akan merasa tidak puas. Menurut definisi tersebut ada dua ukuran yang tercakup, ukuran yang pertama adalah harapan pelanggan yang berfungsi sebagai pembanding atas ukuran yang kedua yaitu kinerja produk. Definisi lainnya hanya menggunakan hanya menggunakan satu ukuran yaitu kepuasan yang diperoleh pelanggan setelah membeli dan menggunakan suatu produk. Pelanggan akan puas jika produk yang dibeli dan dikonsumsinya berkualitas, ukuran kualitas dapat bersifat subjektif maupun objektif. Banyak orang yang enggunakan ukuran yang lebih subjektif yang lebih berorientasi pada persepsi dan sikap daripada kriteria yang lebih objektif dan konkret. Pengetahuan atas persepsi dan sikap pelanggan terhadap produk suatu perusahaan akan menghasilkan peluang untuk membuat keputusan bisnis yang lebih baik. Perusahaan juga akan dapat mengetahui tuntutan dan harapan pelanggannya serta dapat mengetahui apakah perusahaan telah memenuhi tuntutan dan harapan tersebut. Dari uraian diatas perlu diketahui bahwa kepuasan memiliki subyek yaitu pelanggan, dan obyek yaitu produk (barang atau jasa), produk juga dapat dipandang sebagai suatu keseluruhan maupun dari segi karakteristik-karakteristik produknya. Karakteristik sering juga disebut sebagai sifat, atribut, atau dimensi, Aritonang (2005: 2-3).


(38)

Jagdish (2010:1-9) menyatakan bahwa ketika perusahaan mulai tumbuh dan mencapai puncaknya dalam siklus hidup perusahaan maka, perusahaan cenderung untuk melupakan pelangganya, perusahaan harus menyadari bahwa pelanggan merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan. Oleh karena itu pelanggan harus menjadi fokus utama bagi perusahaan. Lebih lanjut Jagdish menjelaskan ada beberapa keunggulan kompetitif yang diperoleh perusahaan ketika perusahaan berhasil menciptakan kepuasan pelanggan anatar lain pembelian berulang dan keuntungan harga seperti dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembelian Berulang (Repeat Buying)

Di dalam kondisi pasar dengan persaingan yang kompleks kuntungan atas penjualan yang diperoleh perusahaan terutama didapatkan dari (existing customer) yaitu pelanggan yang melakukan pembelian berulang, pelanggan yang merasa puas akan melakukan pembelian berulang, pembelian ulang yang dilakukan oleh konsumen yang merasa puas akan mengurangi biaya dan meningkatkan keuntungan perusahaan.

2. Menginformasikan (Word of Mouth)

Ketika konsumen merasa puas akan sebuah produk atau merek, maka konsumen tersebut akan cenderung untuk membagi pengalaman positif atas sebuah produk atau merek tersebut kepada orang lain, informasi yang disampaikan oleh konsumen yang merasa puas akan sebuah merek atau merek tertentu merupakan saluran promosi yang sangat kuat. Lebih lanjut Jagdish menyebutkan , berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa pelanggan yang merasa puas akan menceritakan pengalaman postifnya tersebut kepada tiga orang, sedangkan pelanggan yang merasa tidak puas akan menceritakan pengalaman negatifnya kepada tujuh orang.


(39)

Jagdish menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan yang mampu memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan berupa pembelian berulang dan promosi word of mouth (menginformasikan) dari pelanggan yang merasa puas yang akan memberikan kesempatan pada pasar potensial baru.

2.1.4. Merek.

2.1.4.1. Pengertian Merek.

Merek telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik perusahaan bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur, maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal maupun global. Riset merek selama ini masih didominasi sector consumer market, terutama teritama dalam kaitannya produk fisik berupa barang (Webster dan Keller, 2004. dalam Tjptiono et al 2005). Menurut UU merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Definisi ini memiliki persamaan dengan definisi versi American Marketing Association yang menekankan peranan merek sebagai identifier (alat identifikasi) dan deferentiator (alat pembeda). Berdasarkan kedua definisi ini, secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo, atau symbol baru untuk sebuah produk baru maka, ia telah menciptakan sebuah merek, Tjiptono (2005:2).

Kendati demikian, istilah merek sebenarnya memiliki banyak interpretasi dan tidaklah mudah membedakannya denagan produk dan market offering. Professor marketing dari University of Bromingham, leslie de Chernatoy (2001,2003 dalam Tjiptono et al 2005) mengidentifikasi setidaknya ada empat belas intepretasi terhadap merek yang dikelompokkanya


(40)

menjadi tiga kategori: interpretasi berbasis input (merek dipandang sebagai cara para manajer mengalokasikan sumberdayanya dalam rangka meyakinkan konsumen), interpretasi berbasis output (intepretasi dan pertimbangan konsumen terhadap kemampuan merek memberikan nilai tambah bagi mereka) dan intepretasi berbasis waktu (menekankan merek sebagi proses yang dilakukan secara terus menerus) . ketiga kategori ini kemudian dijabarkan menjadi empat belas macam interpretasi, yakni merek sebagai logo, intrumen hukum, perushaan, shorthand, risk reducer, positioning, kepribadian, serangkaian nilai, visi, penambah nilai, identitas, citra, relasi, dan evolving entity.

2.1.4.2. Identitas Merek.

Hanya beberapa merek yang benar-benar mengetahui identitas sejati mereka, mewakili siapakah sebenarnya mereka dan apa yang membuat merek tersebut unik dan berbeda, dengan memahami arti penting dan konsep tentang identitas merek maka sebuah perusahaan mampu menjawab berbagi pertanyaan yang penting tentang, apakah advertising campaign (periklanan) yang dilakukan oleh perusahaan cukup mewakili dan atau mampu mewakili identitas merek, bagaimana sebuah merek mampu mengganti pola komunikasi terhadap konsumen dengan tetap menjadi merek itu sendiri, bagaimana pengambilan keputusan tentang pola komunikasi terhadap konsumen ditentukan apakah terdesentralisasi secara regional atau internasional tanpa mengesampingkan konsep awal dari identitas merek. Identitas merek adalah gabungan dari beberapa elemen yang sama yang menyampaikan pesan tunggal yang mampu merepresentasikan karakter produk, Kapferer (1997:90-91).

Aaker 1995 dalam Gautam (2010:21), menjelaskan Identitas mereksebagai berikut brand identity is a unique set of association and these association represent what the brand stand for


(41)

and imply a promise to customer from the organizations member (identitas merek adalah seperangkat asosiasi merek yang unik, yang mampu mewakili merek tersebut secara keseluruhan, serta membawa janji kepada konsumen), pendapat ini menyatakan identitas merek seperangkat asosiasi merek yang unik dan merepresentasikan merek secara keseluruhan dan merupakan sebuah janji kepada konsumen dari seluruh komponen sebuah organisasi atau perusahaan. Lebih lanjut dalam jurnalnya yang berjudul Strategies for Managing Overtime Gautam (2010:21) menjelaskan bahwa identitas merek terdiri atas dua sturkur yaitu core identity (idenititas utama) dan extended identity (identitas tambahan), Gautam menjelaskan the core identity is the central, timeless essence of the brand , most likely to remain constant as the brand travels to new market and product. The extended identity includes brand identity elements, organized into cohesive and meaningful groups (identitas utama dari sebuah merek merupakan aspek sentral dan utama, dan merupakan sebuah esensi yang melewati batasan waktu, melekat pada sebuah merek walaupun merek tersebut melwewati transformasi produk dan pasar).

Kapferer (1997: 108-119) menyebutkan beberapa komponen pembangun idenititas merek antara lain:

1. The brand’s typical product (produk utama sebuah merek).

Produk adalah merupakan komponen utama dari identitas merek, sebuah merek menginjeksikan nilai-nilainya melalui core product mereka, sebuah merek mungkin mewakili beberapa produk tetapi hanya satu produk utama yang menjadi identitas utama dari merek tersebut.


(42)

Nama dari sebuah merek adalah merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi identity identitas merek, sebuah merek dikatan mempunyai idenitity (idenititas merek) yang kuat apabila semakin banyak orang mengetahui dan memahami nama dari merek tersebut.

3. Character (karakter merek).

Brand’s character (karakter rmerek) adalah brand values (nilai-nilai lebih) yang coba ditawarkan oleh sebuah merek kepada para konsumennya, brand values (nilai-nilai lebih) ini dalah merupakan faktor pembeda dari sebuah merek dibandingkan dengan para pesaingnya di pasar.

4. Visual symbols and logotypes (logo dan simbo-simbol visual).

Logo dan atau simbol-simbol visual dari sebuah merek berfungsi sebagai sebuah brand mark (tanda merek) yang berfungsi sebagai alat identifikasi atau tanda pengenal merek.

5. Geographical and historical roots (sejarah merek).

Identitas merek sangat erat terkait dengan sejarah merek, salah satunya adalah sejarah geografis dari sebuah merek, yaitu meliputi negara asal sebuah merek dan juga sejarah penciptaan merek.

6. The brand’s creator (pencipta atau penemu merek).

Identitas merek tidak bisa terlepas dari pencipta atau penemu merek tersebut, karena rumusan arti sebuah merek ditentukan oleh pencipta atau penemu merek, hubungan antara pencipta atau penemu merek dengan sebuah merek akan berlangsung selamanya.


(43)

Model dan materi periklanan adalah merupakan alat komunikasi yang mencerminkan identitas sebuah merek, melalui alat komunikasi inilah sebuah merek membangun citra mereka sehingga mereka mendapatkan persepsi yang sesuai dengan harapan sebuah merek tersebut, di benak konsumen.

Amy Campbel dalam jurnalnya Building Brand Identity in The New Economy (1999:1) menyatakan, An integrated brand identity which starts with the name, logo, and slogan, must distill the brand promise in a unique and memorable way. Delivering on the promise “brand as experience” than become the key to building trust and long term brand equity (sebuah identitas merek yang berawal dari nama, logo dan slogan harus, maampu mewakili janji dari sebuah merek dengan cara yang unik dan berkesan bagi pelanggan. Sebuah identitas merek juga harus menyampaikan sebuah janji merek sebagai pengalamn merek, yang kemudian akan menjadi komponen utama pembentuk loyalitas pelanggan dan ekuitas merek dalam jangka panjang).

2.1.4.3. Loyalitas merek.

Loyalitas merek adalah keinginan melakukan dan perilaku pembelian ulang Menurut Peter dan Olson (2000:162). Hal ini diperkuat oleh Griffin (2003:4) adalah sebagai berikut a loyal customer is one who makes regular repeat purchase, purchase across product and service lines, refers others, demonstrate and immunity to the pull of competition (seorang konsumen yang loyal adalah pelanggan yang melakukan pembelian ulang, pembelian ulang meliputi pembelian lintas lini produk dan jasa, merekomendasikan, dan lebih tidak terpengaruh oleh kompetisi pasar).

Menurut Aaker (1997:39) loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek karena loyalitas adalah inti dari suatu ekuitas merek dan selalu menjadi


(44)

gagasan sentral dalam pemasaran. Peningkatan loyalitas akan mengurangi kerentanan pelanggan dari serangan kompetitor sehingga dapat dipakai sebagai indikator tingkat perolehan laba mendatang, karena loyalitas dapat diartikan penjualan di masa yang akan datang. Sedangkan Lau dan Lee (2000), mengemukakan bahwa loyalitas terhadap merek adalah perilaku niat untuk membeli sebuah dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Menurut Rangkuti (2002:60), loyalitas merek merupakan kesetiaan konsumen terhadap merek hal tersebut diperkuat oleh Kotler (1998:446) some analysis see brand as outlasting a company’s specific product facilities. They see brand as the major enduring asset of company yet every powerful brand really represent set loyal customer (beberapa analisis menyatakan bahwa merek sebagai sebuah asset perusahaan yang akan bertahan selamanya, dan merek yang kuat adalah merepresntasikan pelanggan yang loyal). Menurut Mowen (2002:108) loyalitas merek didefinisikan sebagi sejauh mana seorang konsumen menunjukkan sikap positf terhadap suatu merek, mempunyai komitmen terhadap merek tersebut, dan berniat untuk terus melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan merek tertentu tertentu tersebut dimasa yang akan datang. Kesetiaan merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek yang telah diakumulasi dalam jangka waktu tertentu sebagaimana persepsi kualitas produk. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Sumarwan (2004:326), loyalitas merek diartikan sebagai sikap positif seorang konsumen terhadap suatu merek, konsumen memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang merek yang sama pada saat sekarang maupun masa datang. Keinginan kuat tersebut dibuktikan dengan selalu membeli merek yang sama.

Menurut Assael (2001:31), kesetiaan merek merupakan sikap terhadap suatu merek yang ditujukan dengan pembelian yang konsisten dan terus-menerus terhadap merek tersebut. Jika konsumen sudah membeli suatu produk dengan merek tertentu secara berulang-ulang maka


(45)

konsumen tersebut memiliki loyalitas terhadap merek. Sedangkan menurut pernyataan Peter dan Olson (2000:162), loyalitas merek adalah hasil dari aktifitas koginisi dan pengambilan keputusan yang ekstensif , aktifitas koginis yaitu seorang konsumen dapat membandingkan dan menilai dengan serius berbagai macam merek, dan keputusan ekstensif yaitu perilaku loyal pada merek dapat muncul tanpa pernah mempertimbangkan merek-merek lainnya.

Menurut Aaker (1997:45) menciptakan atau memelihara loyalitas merek dapat dilakukan dengan:

1. Memeperhatikan hak pelanggan dengan layak. 2. Mendekatkan diri dengan pelanggan.

3. Mengelola kepuasan pelanggan. 4. Menciptakan biaya peralihan. 5. Memberikan pelayanan ekstra.

Elemen-elemen loyalitas merek antara lain adalah: Kesediaan konsumen membayar merek dengan harga premium, merekomendasikan merek pada orang lain, dan kesediaan membeli ulang (Rio et al. 2001 dan Luh, 2003).

2.1.5. Pengaruh Identitas Merek Terhadap Kepuasan Pelanggan.

Salah satu teori yang menjelaskan tentang kepuasan pelanggan adalah expectancy disconfirmation with performance approach pada dasarnya terori ini memandang kepuasan pelanggan berdasarkan derajat kepuasan konsumsi serta pemenuh kebutuhan atas suatu produk atau jasa, teori ini juga menjelaskan tentang proses terbentuknya kepuasan pelanggan yang terdiri dari tiga tahap, pertama adalah prepurchase expectation (harapan sebelum pembelian oleh konsumen) merupakan kepercayaan atau harapan konsumen akan kinerja suatu produk dan jasa


(46)

sebelum melakukan aktifitas membeli, yang kedua adalah postpurchase perception (persepsi setelah pembelian) adalah persepsi konsumen tentang performance suatu produk atau jasa setelah melakukan aktifitas membeli, yang ketiga adalah disconfirmation (proses konfirmasi) merupakan penilaian akhir dari konsumen atas performance produk secara keselurhan berdasarkan prepurchase expectation (harapan sebelum pembelian)dan postpurchase perception (persepsi setelah pembelian), kepuasan pelanggan terbentuk ketika terjadi positive disconfirmation (konfirmasi positif) dimana performance produk atau jasa lebih melebihi harapan konsumen Peter dan Olsen (1999:379). Teori ini mengarah pada pola hubungan antara konsumen dengan produk atau jasa dalam hal ini adalah merek ketika hubungan antara konsumen dengan produk atau jasa dalam hal ini merek terbangun dengan baik maka aspirasi atau harapan konsumen akan terpebuhi sehingga tercipta kepuasan pelanggan dalam bukunya Emotional ing, Gobe (2001:32) menyatakan terdapat harapan baru diluar sana, dan hal tersebut sangat berhubungan dengan emotional branding. Bahwa orang ingin berhubungan dengan perusahaan yang responsive dan sensitive terhadap kebutuhan unik mereka, merek ingin membuat suatu hubungan dengan merek yang bisa mengerti mereka.

Untuk menciptakan pola hubungan atau komunikasi dengan konsumen sehingga harapan atau ekpektasi konsumen terpenuhi dan tercipta maka merek melalui identitas merek membentuk suatu pola komunikasi yang berperan dalam proses prepurchase expectation (harapan sebelum pembelian), postpurchase perception (persepsi setelah pembelian), serta positive disconfirmation (konfirmasi positif), hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan brand identity prism yang dikembangkan oleh Jean Noel Kapferer seorang strategies dari Prancis.


(47)

Gambar 1. Identity Prism Sumber: Kapferer, Strategic Management (1997:38)

Identitas merek terdiri dari enam aspek utama: physique (tampilan fisik sebuah merek), personality, relationship, culture, refelction, dan self-image. Menurut Kapferer konsep tentang brand image dan positioning tidak lagi sesuai dengan perkembangan persaingan pasar sekarang. Brand image adalah sebuah persepsi yang dibuat oleh konsumen berdasarkan berbagai macam brand signal (sinyal merek), hal ini membuat perusahaan terlalu fokus pada brand appearance (tampilan merek) dan kurang memperhatikan brandessence (esensi merek) yang mengakibatkan ekpektasi konsumen atas brand signal (sinyal merek) tidak terpenuhi. Di sisi lain brand positioning terlalu focus pada produk itu sendiri dan hanya berdasar pada jawaban atas pertanyaan, why, for whom, when, and against whom. Konsep positioning ini menjadi tidak relevan untuk merek yang multi produk dan tidak menjelaskan tentang brand communication (komunikasi merek), culture (budaya), dan form of spirit (nilai-nilai dasar). Sedangkan identitas merek sendiri memberikan konsep yang lebih menyeluruh dalam membangun hubungan dengan


(48)

merek untuk menciptakan kepuasan. Brand identity prism yang dikembangakan oleh Kapferer dapat dijelaskan sebagai berikut, komponen yang terdiri dari physique, relationship, adalah komponen yang berfungsi untuk memberikan definisi tentang merek, membangun image merek dari sebuah komunikasi merek dengan konsumen, sedangkan komponen reflection adalah bagaimana harapan konsumen terpenuhi melalui penggunaan merek, komponen selanjutnya adalah self-image yaitu the inner relationship or our understanding of selves due to our attitudes towards a particular komponen ini dapat diartikan sebagai konsep komunikasi internal yang dikembangkan oleh sebuah merek untuk memahami image mereka yang mencerminkan nilai-nilai merek mereka di benak konsumen. Sedangkan komponen physique dan culture adalah komponen yang berfungsi untuk menghubungkan antara konsumen dan merek, bridge the gap between sender and recipient (menjembatani jarak atau kesenjangan antara pengirim dan penerima dalam hal ini produsen dan konsumen). Gautam (2009: 22-23). Aaker juga berpendapat bahwa brand identity is a unique set of brand associations and these associations reperesents what the brand stand for and imply a promise to customers from the organization member (identitas merek adalah seperangkat asosiasi merek yang unik yang mewakili merek dan merupakan janji kepada konsumen oleh produsen), Gautam (2009:21). Ketika perusahaan berhasil mengkomunikasikan identitas merek dengan baik kepada konsumen, serta memenuhi janji sesuai dengan identitas merek mereka maka kepuasan pelanggan akan terbentuk, sehingga dari pendapat beberapa ahli tersebut terdapat hubungan yang erat antara identitas merek dan kepuasan pelanggan.

2.1.6. Pengaruh Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Merek.

Kepuasan pelanggan meliputi penentuan keseluruhan mengenai produk dan jasa yang mampu menciptakan keinginan dan kebutuhan pelanggan. Untuk itu sangatlah penting bagi suatu


(49)

perusahaan untuk menciptakan kepuasan pelanggannya, karena pelanggan yang puas akan menceritakan kepuasannyaa kepada konsumen lain dan juga akan melakukan pembelian ulang, Aryanti (2008:18).

Hal ini didukung oleh Yamit (2004:77) dalam Aryanti et al (2008:18), konsumen yang melakukan pembelian ulang atas produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan adalah pelanggan. dalam arti yang sebenarnya untuk menciptakan pembelian ulang sudah tentu perusahaan harus memberikan kepuasan kepada pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan faktor kunci bagi pelanggan dalam melakukan pembelian ulang, sehingga terciptalah loyalitas merek. James dan Sasser dalam Prasetyo et al (2008:21) menyatakan consumer loyalty is caused by customer satisfaction, customer loyalty is also specified to be function: Customer loyalty (Customer satisfaction) if the relationship between customer loyalty and customer satisfaction is positive, the high customer satisfaction will lead to greatly increased customer loyalty. Definisi tersebut dapat diartikan bahwa loyalitas merek merupakan suatu variable endogen (yang utama atau penting) yang dibangun oleh kombinasi dari kepuasan pelanggan sehingga loyalitas merek merupakan fungsi dari kepuasan pelanggan. Jika hubungan antara kepuasan pelanggan dengan loyalitas merek adalah positif maka kepuasan pelanggan yang tinggi akan meningkatkan loyalitas merek.

Mowen dan Minor (2002:108) dalam Aryanti et al. 2008 menyatakan loyalitas merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek yang telah diakumulasi dalam waktu tertentu sebagaimana persepsi kualitas produk. Menurut Luh 2003 dalam Muhtadi et al. 2007 salah satu elemen dari loyalitas merek adalah kesediaan untuk membeli ulang, serta memberikan rekomendasi. Consumer satisfaction is a critical concept in marketing thought and consumer research, it is generally argued that if customer are satisfied


(50)

with a product, service, or a , they will be more likely to continue to purchase it and tell others of their favorable experience with it, if they are dissatisfied they will be more likely to switch product or brand and complain to manufacturers, retailers, and other consumer, Peter dan Olsen (1999:379), pendapat ini dapat kita artikan bahwa consumer satisfaction kepuasan pelanggan adalah sebuah konsep yang penting dalam pemasaran dan penelitian tentang konsumen, secara umum dapat dinyatakan bahwa konsumen yang merasa puas akan sebuah produk, pelayanan, atau merek, akan cenderung untuk melakukan pembelian ulang, dan menceritaan pengalam positif yang dilaminya kepada orang lain, sebaliknya apabila konsumen tidak merasa puas maka mereka akan beralih pada produk, atau merek lain serta mengeluh pada produsen, penjual, atau memeberikan pengaruh negative pada konsumen lain atas pengalaman negative yang dialaminya. Aaker dalam Ardha (2009:8), menjelaskan bahwa salah satu pendekatan untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah dengan menggunakan kepuasan pelanggan, pengukuran terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan suatu merek merupakan indikator penting bagi loyalitas merek. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi konsumen beralih mengkonsumsi merek lain kecuali bila ada factor-faktor lain yang sangat kuat, dengan demikian sangat perlu bagi perusahaan untuk memperluas informasi dari pelanggan yang memindahkan pembeliaannya ke merek lain dalam kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan ataupun alasan yang terkait dengan ketergesaan mereka memindahkan pilihannya. Dari pendapat ahli tersebut maka pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek sangat erat.


(51)

2.1.7. Pengaruh Identitas Merek Terhadap Loyalitas Merek.

From marketing strategy viewpoint, understanding the pattern of brand purchase by consumers is critical. In today’s hypercompetitive marketplace, retaining customer is critical for survival and far more profitable than constantly fighting to attract new customers. For consumer to be brand loyal, they must not only purchase the same repeteadly but also have a coginitive commitment to do so, Peter dan Olsen (1999:380-381). Pendapat ini menyatakan bahwa memahami pola pembelian oleh konsumen adalah penting dalam penerapan strategi pemasaran, terutama dalam kondisi persaingan pasar yang kompetitif seperti sekarang, mempertahankan konsumen sangat penting untuk menjamin kelangsungan perusahaan dan juga jauh lebih efisien apabila dibandingkan dengan usaha yang dilakukan untuk mendapatkan konsumen baru, untuk itu perusahaan perlu membangun loyalitas merek. Konsumen dapat dikatakan loyal terhadap suatu merek apabila mereka tidak hanya membeli merek tersebut secara berulang tetapi juga harus mempunyai komitmen kognitif dalam melakukan pembelian merek secara berulang tersebut. Konsep cognitive commitment ini memandang bahwa loyalitas merek merupakan fungsi dari psikologi decision making (pengambilan keputusan merek).

Amy Campbell dalam jurnalnya Building Brand Identity In The New Economy (2009) menyatakan and integrated brand identity which starts with name, logo, and slogan, must distill the promise in a unique and memorable way. Delivering on the promise “ as brand experience”, pendapat ini menyatakan identitas merek secara keseluruhan yang diawali dari nama, logo, dan slogan harus mampu mewakili brand promise (janji merek) secara keseluruhan dengan cara yang unik dan berkesan bagi konsumen, pendekatan ini juga merupakan pendekatan yang menekankan aspek emosional, berbagai komponen identitas merek ini merupakan janji merek yang dijanjikan oleh perusahaan kepada konsumen, ketika janji merek ini terpenuhi maka


(52)

konsumen akan merasa puas, Aaker dalam Ardha (2009:8) menjelaskan bahwa kepuasan ini merupakan faktor yang mempengaruhi loyalitas merek, seperti kita pahami bahwa kepuasan terbentuk karena perusahaan berhasil memenuhi janji merek melalui identitas merek sehingga terciptalah loyalitas merek dari kepuasan yang tercipta, dari pendapat para ahli ini maka terdapat hubungan yang erat antara identitas merek dengan loyalitas merek.


(53)

Gambar 2. Kerangka Berpikir

Pada dasarnya penelitian ini menguji pengaruh identitas merek yang disimbolkan (X) dari Starbucks terhadap kepuasan pelanggan yang dismbolkan (Y.1) serta loyalitas merek yang disimbolkan (Y.2). Sebuah perusahaan yang mampu mengkomunikasikan identitas merek dengan baik kepada pelanggannya akan mampu menciptakan kepuasan pelanggan, karena identitas merek berperan penting dalam membangun pola hubungan atau komunikasi dengan pelanggan sehingga harapan pelaanggan terpenuhi, ketika harapan pelanggan terpenuhi sesuai dengan janji merek melalui identitas merek, maka akan tercipta kepuasan pelanggan.

Kepuasan pelanggan yang terakumulasi dalam waktu tertentu akan mempengaruhi secara langsung loyalitas merek, karena pelanggan yang merasa puas akan melakukan pembelian ulang terhadap merek tertentu, dan pelanggan yang puas tidak akan melakukan pergantian merek dan cenderung untuk loyal terhadap merek tersebut.

Memahami pola pembelian merek oleh konsumen sangat penting dalam penerapan strategi pemasaran, terutama dalam kondisi persaingan pasar yang kompetitif. dengan memhami pola pembelian merek oleh konsumen maka perusahaan dapat menerapkan identitas merek yang

 Identitas 

M k

Y.1  Kepuasan  P l

Y.2   Loyalitas 


(54)

tepat yang berisi janji merek kepada konsumen atau pelanggan, janji merek kepada pelanggan yang terpenuhi oleh perusahaan, akan membuat peanggan tersebut cenderung untuk loyal terhadap suatu merek.

2.3. Hipotesis.

Berdasarakan perumusan masalah dari landasan teori, maka hipotesis yang duajukan pada penelitian ini adalah:

1. Identitas merek berpengaruh signifikan terhadapkepuasan pelanggan. 2. Kepuasan pelangganberpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek. 3. Identitas merekberpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek.

4. Identitas merek berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek melalui kepuasan pelanggan.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.

Penelitian ini menggunakan tiga variabel yang dibagi menjadi satu variabel independent dan dua variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah identitas merek (X1), sedangkan variabel dependen meliputi kepuasan pelanggan (Y1) dan loyalitas merek (Y2).

Variabel-variabel yang berhubungan dengan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Identitas merek(X1).

Merupakan seperangkat asosiasi merek yang unik dan merepresentasikan merek secara keseluruhan dan merupakan sebuah janji kepada konsumen dari seluruh komponen sebuah organisasi atau perusahaan,dalam penelitian ini adalah Starbucks, Indikator dari variabel identitas merek adalah:

8. The brand ’s typical product atau produk utama merek(X1.1). Adalah produk utama merek Starbucks.

9. The power of brand names atau kekuatan nama merek(X1.2). Adalah kekuatan merek Starbucks.

10. Brand’s Character atau karakter merek(X1.3). Adalah brand values (nilai-nilai lebih) Starbucks.


(56)

11. Visual symbols and logotypes atau logo dan simbol-simbol visual( X1.4). Adalah logo dan atau simbol-simbol visual merek Starbucks.

12. Geographical and historical roots atau sejarah merek (X1.5). Adalah negara asal merek Starbucks.

13. The ’s creator atau pencipta merek (X1.6). Adalah pencipta atau penemu merek.

14. Advertising: content and form atau model dan materi periklanan(X1.7). Adalah materi dan model iklan merek Starbucks.

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah interval dengan menggunakan Skala Likert, dalam analisis ini variabel atau identitas merek (X1) yang akan diukur dijabarkan melalui indikator variabel brand’s typical product atau produk utama merek (X1.1), the power of brand names atau kekuatan nama merek (X1.2), brand’s character atau karakter merek (X1.3), visual symbol and logotypes logo atau dan simbol-simbol visual (X1.4), geographical and historical roots atau sejarah merek (X1.5), the brand’s creator atau pencipta merek X(1.6), advertising: content and form atau model dan materi periklanan (X1.7). Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban dari setiap instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:

1. Sangat setuju. 2. Setuju.


(57)

4. Tidak setuju. 5. Sangat tidak setuju.

Untuk keperluan analisis kuantitatif maka jawaban tersebut diberi skor:

1. Sangat Setuju 5

2. Setuju. 4

3. Ragu-ragu. 3

4. Tidak setuju. 2

5. Sangat tidak setuju 1

2. kepuasan pelanggan(Y1)

Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakannya. Penilaian konsumen terhadap kinerja suatu produk sangat erat hubungannya dengan penilaian kualitas produk. Konsumen akan membandingkan persepi mereka atas kualitas produk setelah menggunakan produk tersebut sesuai dengan ekspektasi kinerja produk sebelum mereka membelinya. Indikator dari variabel kepuasan pelanggan adalah:

a. Pembelian ulang (Y1.1), adalah pembelian ulang yang dilakukan oleh konsumen atas merek Starbucks.

b. Menginformasikan kepada orang lain (Y2.2.), adalah kesediaan konsumen untuk selalu menginformasikan merek Starbucks kepada orang lain

Dalam analisis ini variabel atau kepuasan pelanggan (Y1) yang akan diukur dijabarkan melalui indikator variabel pembelian ulang (Y1.1), dan menginformasikan (Y1.2). Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa


(58)

pernyataan atau pertanyaan. Jawaban dari setiap instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:

1. Sangat setuju. 2. Setuju.

3. Ragu-ragu. 4. Tidak setuju. 5. Sangat tidak setuju.

Untuk keperluan analisis kuantitatif maka jawaban tersebut diberi skor:

1. Sangat Setuju 5

2. Setuju. 4

3. Ragu-ragu. 3

4. Tidak setuju. 2

5. Sangat tidak setuju 1

3. loyalitas merek (Y2).

Loyalitas merek didefinisikan sebagi sejauh mana seorang konsumen menunjukkan sikap positf terhadap suatu merek, mempunyai komitmen terhadap merek tersebut, dan berniat untuk terus melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan merek tertentu tertentu tersebut dimasa yang akan datang. Indikator dari Variabel loyalitas merekadalah :

a. Kesediaan membayar dengan harga premium ( Y2.1), adalah kesediaan konsumen untuk membayar merek Starbucks dengan harga premium.

b. Merekomendasikan (Y1.2), adalah rekomendasi yang diberikan oleh konsumen merek Starbucks dengan menceritakan penglaman positif yang dialaminya kepada orang lain.


(59)

Dalam analisis ini variabel loyalitas merek (Y2) yang akan diukur dijabarkan melalui indikator variabel kesediaan membayar dengan harga premium (Y2.1), dan merekomendasikan kepada orang lain (Y2.2). Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban dari setiap instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:

1. Sangat setuju. 2. Setuju.

3. Ragu-ragu. 4. Tidak setuju. 5. Sangat tidak setuju.

Untuk keperluan analisis kuantitatif maka jawaban tersebut diberi skor:

1. Sangat Setuju 5

2. Setuju. 4

3. Ragu-ragu. 3

4. Tidak setuju. 2

5. Sangat tidak setuju 1

3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel. 3.2.1. Populasi.

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, Sugiyono (1999:72). Populasi dalam penelitian ini adalah pelanggan merek produk Starbucks di Surabaya yang tersebar di berbagai pusat perbelanjaan di


(1)

Lampiran 10. Hasil Uji Kausalitas

Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label

X1.3 <--- X .422 .502 .840 .401 par_4 X1.1 <--- X .298 .479 .622 .534 par_6 Y2 <--- X -.765 .603 -1.268 .205 par_9 Y2 <--- Y1 1.156 .339 3.408 *** par_10 X1.7 <--- X 1.000

X1.6 <--- X 5.741 3.362 1.708 .088 par_1 X1.5 <--- X 2.349 1.215 1.933 .053 par_2 X1.4 <--- X .011 .254 .043 .966 par_3 X1.2 <--- X 1.622 .968 1.676 .094 par_5 Y1.2 <--- Y1 1.000

Y1.1 <--- Y1 .497 .123 4.023 *** par_7 Y2.1 <--- Y2 1.000

Y2.2 <--- Y2 1.222 .317 3.853 *** par_8 Y1.2 <--- X1.3 .155 .058 2.691 .007 par_15 X1.2 <--- X1.1 .284 .124 2.295 .022 par_17

 

Covariances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label X <--> Y1 -.018 .015 -1.220 .222 par_11 e1 <--> Y1 .166 .051 3.241 .001 par_12 e5 <--> e8 -.086 .033 -2.578 .010 par_13 e4 <--> e3 .104 .043 2.452 .014 par_14 e10 <--> X .053 .037 1.407 .159 par_16 e8 <--> e1 .077 .034 2.257 .024 par_18


(2)

(3)

Lampiran 1

KUESIONER

(Dalam Rangka Penyusunan Skripsi)

Kepada Yth Bapak/Ibu.

Bersamaan dengan ini saya beritahukan kepada Bapak/Ibu, bahwa saya selaku mahasiswa program sarjana S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, jurusan Administrasi Bisnis Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dalam rangka keperluan penyusunan skripsi, dengan ini memohon kesediaannya untuk menjawab kuesioner berikut ini sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu tentang identitas merek Starbucks dalam kaitannya dengan kepuasan pelanggan dan loyalitas merek Starbucks.

Penelitian ini berkait dengan pendapat atau tanggapan para pelanggan Starbucks di Surabaya (Tunjungan Plaza, Galaxy Mall, dan Srabaya Town Square) .mengenai atribut-atribut dari identitas merek Starbucks.

Atas kesediaan dan bantuan Bapak/Ibu mengisi daftar pertanyaan saya ucapkan Terimakasih.

Hormat Saya

Yusuf Putra

DAFTAR RESPONDEN NAMA :


(4)

Anda membeli Starbucks lebih dari satukali dalam periode bulan Januari sampai bulan Mei.

a.Ya b.Tidak

IDENTITAS MEREK

1. Starbucks selalu menyajikan minuman kopi dengan rasa dan kualitas terbaik. a. Sangat setuju

b. Setuju. c. Ragu-ragu d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju.

2. Setiap kali menginginkan untuk meminum kopi yang ada di benak anda adalah Starbucks.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak Setuju e. Sangat tidak setuju.

3. ketika mengkonsumsi Starbucks saudara merasa kebutuhan akan gaya hidup atau lifestyle saudara terpenuhi.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

4. Sangat mudah untuk mengenali Starbucks di tempat-tempat umum hanya dengan logo Starbucks saja.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju


(5)

e. Sangat tidak setuju

5. Starbucks berasal dari Amerika oleh karena itu selalu memberikan kualitas yang terbaik. a. Sangat setuju

b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

6. Pendiri Starbucks adalah Howard Schults seorang pebisnis handal dan juga aktifis kemanusiaan oleh karena itu Starbucks adalah merek yang terpercaya.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

7. Promosi dan penawaran di kedai Starbucks sudah memenuhi harapan saudara. a. Sangat setuju

b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

KEPUASAN PELANGGAN

8. Anda membeli Starbucks secara berulang dan berkala. a. Sangat setuju

b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

9. Anda selalu memberikan informasi mengenai produk baru dan promosi Starbucks kepada orang lain.


(6)

a. Sangat setuju b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju LOYALITAS MEREK

10.Anda bersedia membayar dengan harga lebih untuk produk Starbucks. a. Sangat setuju

b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

11.Anda bersedia merekomendasikan merek Starbucks kepada orang lain. a. Sangat setuju

b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju