KaryaTulisIlmiah Hubungan antara Faktor Eksternal Petani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kec. Moncongloe Kab. Maros. Maros

(1)

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR EKSTERNAL PETANI

DENGAN TINGKAT PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

PADI SAWAH DI KECAMATAN MONCONGLOE KABUPATEN MAROS

OLEH

Ir. Pangerang, MP dan Ir. Mudakkir

BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN

KABUPATEN MAROS


(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR EKSTERNAL PETANI

DENGAN TINGKAT PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

PADI SAWAH DI KECAMATAN MONCONGLOE KABUPATEN MAROS

OLEH

Ir. Pangerang, MP dan Ir. Mudakkir

BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN

KABUPATEN MAROS


(3)

iii

PERNYATAAN/PENGESAHAN

KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Yang bertanda tangan dibawah ini :

1. Nama : Ir. Pangerang, MP

NIP : 19630727 199303 1 011

Pangkat/Gol.Ruang : Pembina Tingkat I (IV/b)

Jabatan : Penyuluh Pertanian Madya

Unit Kerja : Badan Pelaksana Penyuluah dan

Ketahanan Pangan Kabupaten Maros

2. Nama : Ir. Mudakkir

NIP : 19580302 198002 1 002

Pangkat/Gol.Ruang : Pembina Tk.I (IV/b)

Jabatan : Penyuluh Pertanian Madya

Unit Kerja : Badan Pelaksana Penyuluah dan

Ketahanan Pangan Kabupaten Maros

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya tulis ilmiah ini, benar-benar merupakan karya kami, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa merupakan sebagian atau keseluruhan hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Maros, September 2014

Mengesahkan Yang menyatakan Plh. Kepala BPPKP Kab. Maros Penulis Pertama

Ir. H. SUARDI HALIK, MM

Ir. Pangerang, MP

Pangkat : Pembina Tk.I NIP. 19630727 199303 1 011 NIP. 19601101 198903 1 009

Penulis Kedua

Ir. Mudakkir

NIP. 19580302 198002 1 002


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Penulis pertama-tama memanjatkan Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini sesuai waktu yang telah direncanakan..

Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, penulis tidak lepas dari berbagai hambatan dan tantangan, namun berkat kesabaran dan bantuan dari berbagai pihak baik berupa saran, bimbingan, petunjuk dan dorongan moril baik secara langsung maupun tidak langsung yang semua ini sangat berarti dan besar manfaatnya dalam membantu kelancaran penyelesaian penulisan karya ilmiah ini. Semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat dan Pahala kepada mereka. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membatu penulis :

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan karya ilmia ini ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini.

Akhir kata penulis harapkan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembangunan pertanian pada umumnya. Amin.

Maros, September 2014

Penulis I Penulis II

Ir. Pangerang, MP Ir. Mudakkir

NIP. 19630727 199303 1 011 NIP. 19580302 198002 1 002


(5)

v

ABSTRAK

Ir. Pangerang, MP dan Ir. Mudakkir. Hubungan antara Faktor Eksternal Petani dengan Tingkat Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros.

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros yang dimulai dari bulan Mei 2014 sampai bulan Juli 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe. 2) Untuk mengetahui hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan Tingkat Penerapan Paket Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe. 3) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat penerapan Teknologi PTT padi sawah dengan peningkatan produktivitas padi di Kecamatan Moncongloe.

Penelitian ini merupakan penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani yang ada pada Kecamatan Moncongloe yang melakukan pengembangan padi melalui Penerapan Teknologi PTT Padi sawah, Metode pemilihan sampel yaitu

purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan secara sengaja dan

bertahap yaitu pemilihan 4 desa/kelurahan, setiap desa/kelurahan dipilih 4 kelompok tani dan setiap kelompok tani dipilih 5 orang petani secara acak sederhana sehingga jumlah responden secara keseluruhan sebanyak 80 orang.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Analisis Deskriptif dan Analisis Uji Chi-Square “ dengan menggunakan Program SPSS 16.

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa: Pertama adalah tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi,sawah di Kecamatan Moncongloe yaitu komponen penggunaan varietas unggul, tanam bibit mudah, tanam 1-3 bibit per lubang, penggunaan pupuk organik, pengairan berseling, pengendalian OPT ramah lingkungan adalah tingkat penerapannya tergolong dalam kategori rendah, sedangkang komponen penggunaan benih bermutu, pengaturan populasi tanam, pemupukan berimbang tergolong, panen tepat waktu dan penanganan pasca panen tingkat penerapannya tergolong dalam kategori tinggi; Kedua adalah terdapat hubungan yang signifikan antara faktor eksternal petani yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan Tingkat

Penerapan Paket TeknologiPengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di

Kecamatan Moncongloe. Ketiga adalah terdapat hubungan yang signifikan antara Tingkat Penerapan PTT Sawah dengan peningkatan produktivitas padi sawah di Kecamatan Moncongloe.


(6)

vi , DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Faktor Eksternal Petani

B. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) C. Kerangka Pikir D. Hipotesis Penelitian

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu B. Populasi dan Sampel C. Jenis dan Sumber Data D. Teknik Pengumpulan Data

E. Teknis Analisis Data F. Defenisi Operasional

IV. KONDISI UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

A. Keadaan Umum Kabupaten Maros

B. Keadaan Umum Kecamatan Moncongloe

i ii iii iv vi ix x xi 1 1 5 5 5 7 7 13 24 26 27 27 27 28 28 28 31 36 36 40


(7)

vii

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tingkat Penerapan Komponen PTT Padi sawah B. Hubungan antara Faktor Eksternal Petani dengan

Tingkat Penerapan PTT padi Sawah

C. Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran/Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

44 44 55

66

70 70 71 73 75


(8)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. Tabel 1.1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Kabupaten Maros dari Tahun 2009-2013.Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Maros. 2. Tabel 2.1 Komponen Paket Teknologi Pengelolaan Tanaman

terpadu (PTT) Padi Sawah yang Dianjurkan

3. Tabel 4.1. Jumlah Curah Hujan (mm) dan hari Hujan (hh) setiap bulan Kabupaten Maros dari Tahun 2010-2012

4. Tabel 4.2. Luas Lahan Sawah Kabupaten Maros menurut Kecamatan dan Jenis Pengairan (Ha)

5. Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Moncongloe Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012 6. Tabel 4.4. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan

Produktivitas Padi di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros

7. Tabel 5.1. Tingkat Penerapan Pengolahan Tanah Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah

8. Tabel 5.2. Tingkat Penerapan Penggunaan Varitas Unggul Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah

9. Tabel 5.3. Tingkat Penerapan Penggunaan Benih Bermutu Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah

10. Tabel 5.4.Tingkat Penerapan Pengaturan Populasi Tanam Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah.

11. Tabel 5.5. Tingkat Penerapan Tanam Bibit Mudah

Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah

12. Tabel 5.6. Tingkat Penerapan Tanam 1-3 Bibit Per Lubang Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah

3

21

38

39

41

42

44

45

46

47

48


(9)

ix 13. Tabel 5.7. Tingkat Penerapan Tanam 1-3 Bibit Per Lubang

Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah

14. Tabel 5.8. Tingkat Penerapan Pemupukan Berimbang Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah

15. Tabel 5.9. Tingkat Penerapan Pengairan Berseling

Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah

16. Tabel 5.10. Tingkat Penerapan Pengairan Berseling

Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah

17. Tabel 5.11. Tingkat Penerapan Penen Tepat Waktu Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah 18. Tabel 5.12. Tingkat Penerapan Penanganan Pasca Panen

Berdasarkan Anjuran Paket Teknologi PTT Padi Sawah

19. Tabel 5.13. Hubungan antara Partisipasi dalam Kelompok tani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros.

20. Tabel 5.14. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Partisipasi dalam Kelompok tani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros

21. Tabel 5.15. Hubungan antara Ketersediaan Buruh Tani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros

22. Tabel 5.16. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Ketersediaan Buruh Tani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros 23. Tabel 5.17. Hubungan antara Ketersediaan Infomasi dengan

Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros

24. Tabel 5.18. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Ketersediaan Infomasi dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros

25. Tabel 5.19.Hubungan antara Intensitas Penyuluhan dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros

26. Tabel 5.20. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Intensitas Penyuluhan dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di

49 50 51 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63


(10)

x Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros

27. Tabel 5.21. Hubungan antara Fekwensi Mengunjungi Sumber Informasi dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros

28. Tabel 5.22.Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Fekwensi Mengunjungi Sumber Informasi dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros 29. Tabel 5.23. Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan

Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe

30. Tabel 5.24..Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros

64

65

67


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman Teks

1. Gambar 2.1. Kerangka Pikir

2. Gambar 4. 1. Peta Kabupaten Maros

3. Gambar 4.2. Diagram Batang Rata-Rata Curah Hujandari

Tahun 2010-1012

26

36 38


(12)

xii

DAFTAR TABEL LAMPIRAN

Nomor Halaman Teks

1. Data Faktor Eksternal

2. Data Skoring

3. Kuisioner Penelitian

76 79 81


(13)

[Type text] [Type text] [Type text]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang. Selain berperan sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia,

telah memunculkan kerisauan akan terjadinya keadaan “rawan pangan” di

masa yang akan datang. Selain itu, dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat terjadi pula peningkatan konsumsi per-kapita untuk berbagai jenis pangan, akibatnya Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan guna mengimbangi laju pertambahan penduduk yang masih cukup tinggi.

Tantangan utama yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan adalah: 1). Meningkatnya permintaan beras sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk, 2). Terbatasnya ketersediaan beras dunia, dan 3).Kecenderungan meningkatnya harga pangan.

Disamping tantangan tersebut diatas, upaya peningkatan produksi tanaman juga dihadapi oleh sejumlah permasalahan, yaitu antara lain : 1). Dampak Perubahan Iklim (DPI) dan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), 2). Rusaknya infrastruktur irigasi, lingkungan dan semakin terbatasnya sumber air, 3). Konversi lahan sawah, 4). Keterbatasan akses petani terhadap sumber-sumber pembiayaan, 5). Kompetisi antar komoditas, 6). Tingginya konsumsi beras sebagai pangan pokok sumber karbohidrat dan 7). Belum sinerginya antar sektor dan pusat–daerah dalam menunjang pembangunan pertanian (Dirjen Tanaman Pangan, 2013)


(14)

2 Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian Republik Indonesia dalam meningkatkan produksi padi diantaranya yaitu meningkatkan produksi, produktivitas dan kwalitas padi melalui penerapan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang yang dimulai sejak tahun 2008 dan pada tahun 2013 Departemen Pertanian Republik Indonesia memfokuskan SL-PTT 2013 melalui pola pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan dengan pendekatan kawasan skala luas, terintegrasi dari hulu sampai hilir, peningkatan jumlah paket bantuan sebagai instrumen stimulan, serta dukungan pendampingan dan pengawalan.

Tujuan program SL-PTT antara lain : 1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap petani guna mempercepat penerapan komponen teknologi PTT padi dalam usahataninya agar replikasi/ penyebarluasan teknologi ke petani sekitarnya berjalan lebih cepat. 2). meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas padi inbrida 0,75 ton per hektar , padi hibrida 2,0 ton per hektar dan padi lahan kering/gogo 0,5 ton per hektar (Dirjen Tanaman Pangan, 2013)

Beberapa hasil kajian mengenai PTT di Sulawesi diantaranya yang dilakukan oleh Arafah, dkk (2001,2002,2003) bahwa produktivitas padi yang dihasilkan dengan menerapkan PTT padi sawah yaitu 6,5-8,3 ton/ha begitu juga hasil kajian oleh BPTP Sul-Sel bahwa hasil pendampingan SL-PTT tahun 2010, tahun 2011, dan tahun 2013 rata produktivitas dapat mencapai kurang lebih 10 ton/ha (BPTP Sul-Sel , 2013)

Kabupaten Maros telah melaksanakan SL-PTT padi sejak tahun tahun 2008, dengan harapkan petani mampu menerapkan komponen teknologi PTT setelah selesai mengikuti SL-PTT, serta diharapkan juga bisa mengajak masyarakat luas untuk ikut menerapkan komponen PTT padi sehingga secara umum produktivitas, produksi dan kwalitas padi dapat lebih ditingkatkan di Kabupaten Maros .

Tabel 1.1 dibawah ini menunjukkan bahwa rata-rata luas panen padi di Kabupaten Maros sejak dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 yaitu


(15)

3 seluas 46.441 hektar dengan tingkat perkembangan rata-rata luas panen setiap tahun yaitu sebesar 2,08%, namun pada tahun 2011 luas panen menurun sebesar 0,12% dan pada tahun 2013 sebesar 2,34%. Sedangkan produktivitas padi di Kabupaten Maros sejak dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 yaitu sebesar 62,57 kwintal per hektar dengan tingkat perkembangan peningkatan produktivitas 0,05% setiap tahun, namun pada tahun 2013 mengalami penurunan produktivitas sebesar 10,53%, hal ini juga berdampak pada penurunan produksi padi kabupaten Maros pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 12,62 %, namun produksi padi kabupaten Maros untuk lima tahun terakhir menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 2,32% setiap tahun.

Dengan demikian bahwa Produktivitas padi di Kabupaten Maros dari tahun 2009 sampai tahun 2013 hanya mengalami kenaikan sebesar 0,05 % setiap tahun, masih rendah dibanding dengan harapan bahwa dengan Imenerapkan PTT padi sawah dapat meningkatkan produktivitas padi yaitu untuk padi inbrida 0,75 ton per hektar dan padi hibrida 2,0 ton per hektar hal ini diduga disebabkan karena faktor iklim yang tidak menentu serta tingkat penerapan komponen PTT padi sawah yang dilakukan oleh petani masih belum optimal atau masih rendah sesuai yang diharapkan.

Tabel 1.1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Kabupaten Maros dari Tahun 2009-2013.

No. Tahun

Luas Panen Produktivitas Produksi Ha

Kenaikan / Penurunan

(%)

Kwt/Ha

Kenaikan / Penurunan

(%)

Ton

Kenaikan / Penurunan

(%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 2009 43,590.00 60.47 263578.91

2 2010 46,550.00 6.79 62.43 3.25 290630.50 10.26 3 2011 46,492.00 (0.12) 62.75 0.50 291723.20 0.38 4 2012 48,353.00 4.00 67.14 6.99 324620.73 11.28 5 2013 47,220.00 (2.34) 60.07 (10.53) 283641.42 (12.62)

Rata-rata 46,441.00 2.08 62.57 0.05 290,838.95 2.32 Sumber Data : BPS dan Dinas Pertanian Kab. Maros, Data Diolah Tahun 2013


(16)

4 Menurut Nurawan, dkk. (2011) yang menyimpulkan bahwa penggunaan benih unggul baru pada program PTT mampu memberikan hasil produksi sampai 9.0 ton/hektar. Fenomena dilapangan ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi di Kabupaten Maros menunjukkan bahwa penerapatan teknologi PTT cenderung lambat bahkan mengalami penurunan, hal ini terlihat jelas ditingkat petani, Penerapan teknologi PTT yang telah disosialisasikan dan diperkenalkan melalui Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL- PTT) sejak tahun 2008 sampai sekarang belum sepenuhnya dapat diterapkan oleh petani yang tergabung dalam kelompok tani,

Salah satu cara untuk mengurangi senjang hasil adalah dengan menerapkan teknologi yang spesifik lokasi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang merupakan suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani yang meliputi: varietas unggul baru, benih bermutu dan berlabel, pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami atau pupuk kandang ke sawah dalam bentuk kompos, pengaturan populasi tanaman secara optimum, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah, pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) dengan pendekatan PHT (pengendalian hama terpadu), pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, penggunaan bibit muda (<21 hari), tanam bibit 1-3 batang per rumpun, pengairan secara efektif dan efisien, penyiangan dengan landak atau gasrok, serta panen tepat waktu dan gabah segera dirontok (Badan Litbang Pertanian, 2010).

Menurut Manwan dan Oka (1991) dalam Nurdin Maryam (2011) bahwa ada empat faktor yang harus tersedia dalam menunjang keberhasilan penyampaian teknologi kepada petani, yaitu : (1) teknologi yang telah matang sesuai untuk wilayah pengembangan, (2) dukungan pemerintah daerah dalam bentuk pembinaan dan penyuluhan, (3) ketersediaan sarana produksi dan pemasaran yang kondusif, dan (4) partisipasi petani menerima teknologi.


(17)

5 Penerapan teknologi yang masih rendah di tingkat petani, berakibat pada rendahnya produktivitas dan pendapatan petani. Perbaikan teknologi dan sistem budidaya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan Paket teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe?

2. Apakah terdapat hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan Paket teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe?

3. Apakah terdapat hubungan antara tingkat penerapan Teknologi PTT padi sawah dengan peningkatan produktivitas padi di Kecamatan Moncongloe?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.

2. Untuk mengetahui hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan


(18)

6 tingkat penerapan Paket teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe

3. Untuk hubungan antara tingkat penerapan Teknologi PTT padi sawah dengan peningkatan produktivitas padi di Kecamatan Moncongloe.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar yang harus ditempuh oleh seorang penyuluh pertanian dalam meningkatkan profesinya dalam mendapatkan banyak pengetahuan dalam proses penulisan karya tulis ilmiah.

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, dapat menjadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan pelaksanaan kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi untuk tahun-tahun mendatang.

3. Bagi petani, dapat dijadikan informasi dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi dalam mengelolah usahataninya.

4. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan informasi dan pembanding untuk meneliti lebih lanjut mengenai kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah


(19)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Faktor Eksternal Petani

1. Partisipasi Petani dalam Kelompok

Keberhasilan pembangunan petanian tidak dapat dipisahkan dari petani sebagai pelaku utama dalam melakukan usahataninya. Dalam hal ini kehadiran kelompok tani sangat penting kaena kelompok tani dapat menjadi wadah belajar dan kejasama antar petani untuk memajukan kegiatan usahatani mereka. Pada dasarnya dinamika anggota kelompok tani merupakan gerakan bersama yang dilakukan oleh anggota kelompok tani secara serentak dan bersamaan dalam melaksanakan seluruh kegiatan anggota kelompok tani dalam mencapai tujuannya, yaitu peningkatan hasil produksi dan mutunya yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan mereka (Suhardyono, 2005).

Partisipasi” memiliki konotasi yang berbeda-beda untuk berbagai orang, sebagaimana terumus dalam pokok-pokok berikut (Van Den Ban. A.W & Hawkins, H.S 1999) yaitu 1). Sikap kerja sama petani dalam pelaksanaan programa penyuluhan dengan cara menghadiri rapat-rapat penyuluhan, mendemonstrasikan metode baru untuk usaha tani mereka, mengajukan pertanyaan pada agen penyuluhan. 2).Pengorganisasian kegiatan-kegiatan penyuluhan oleh kelompok-kelompok petani, seperti pertemuam-pertemuan tempat agen penyuluhan memberikan ceramah, mengelolah kursus-kursus demonstrasi, menerbitkan surat kabar tani yang ditulis oleh agen penyuluhan dan peneliti untuk petani. 3).Menyediakan informasi yang diperlukan untuk merencanakan programa penyuluhan yang efektif. 4). Petani atau para wakilnya berpartisipasi dalam organisasi jasa penyuluhan dalam pengambilan keputusan mengenai tujuan, kelompok sasaran, pesan-pesan dan metode, dan dalam evaluasi kegiatan. 5). Petani atau organisasinya membayar seluruh biaya yang dibutuhkan jasa penyuluhan. 6).Supervisi agen penyuluhan oleh anggota dewan organisasi petani yang mempekerjakannya.


(20)

8

2. Ketersediaan Buruh Tani

Buruh tani adalah pekerja di lahan pertanian, tanpa memiliki lahan sendiri. Mereka bertani untuk mencukupi kebutuhan hidup. Para buruh tani, mulai dari para penanam, perawat tanaman, pemanen dan lain sebagainya selama ini belum mendapat perhatian serius. Bahkan jika dibandingkan dengan buruh bangunan atau buruh pabrik, kesejahteraan buruh tani jauh di bawah mereka.

Dalam usahatani skala kecil sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Anak-anak yang berumur 12 tahun misalnya sudah merupakan tenaga kerja yang produktif bagi usahatani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang. Peran anggota keluarga tani dalam mengelola kegiatan usahatani bersama dapat mengurangi biaya pengeluaran untuk membayar tenaga kerja sewa.

Berbeda dengan usahatani dalam skala besar, tenaga kerja memegang peranan yang penting karena tenga kerja yang ada memiliki skill/keahlian tertentu dan berpendidikan sehingga mampu menjalankan usahatani yang ada dengan baik, tentu saja dengan seorang pengelola (manager) yang juga memiliki keahlian dalam mengembangkan usahatani yang ada.

3. Ketersediaan Informasi,

Suatu inovasi teknologi akan diterapkan pengguna jika secara teknis mudah dilaksanakan, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial budaya dapat diterima masyarakat Penerapan inovasi teknologi oleh petani dipengaruhi oleh berberapa faktor antara lain potensi individu untuk menerapkan inovasi, peran sumber informasi dalam menyediakan dan mendiseminasikan inovasi, serta faktor-faktor eksternal yang memungkinkan pengguna menerapkan inovasi teknologi. (Etty Andriaty dan Endang Setyorini, 2011)


(21)

9 Peningkatan layanan informasi tidak terlepas dari ketersediaan informasi, kelembagaan komunikasi di setiap desa/kecamatan, serta ketersediaan sarana komunikasi/akses informasi. Peningkatan layanan informasi terhadap petani akan mempercepat proses transfer teknologi yang telah dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian. Sejalan dengan perkembangan iptek bidang pertanian, penyebaran informasi melalui media cetak dan elektronis semakin meningkat. Kedua media ini sangat potensial bagi penyuluh dan petani sebagai sumber untuk memperoleh informasi pertanian.

4. Intensitas Penyuluhan,

Menurut Mardikanto, dkk (1993), penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan di luar sekolah yang tidak sekedar memberikan penerangan atau menjelaskan, tetapi biasanya untuk mengubah perilaku sasarannya agar memiliki pengetahuan yang luas. Disamping itu juga memiliki sifat progressif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap sesuatu (inovasi baru) serta terampil melaksanakan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan produktifitas, pendapatan atau keuntungan, maupun kesejahteraan keluarga dan masyarakat.

Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Van den Ban and Hawkins (l999) mengatakan bahwa penyuluhan dapat didefinisikan secara sitematis sebagai proses yang :

a. Membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan dan menyadarkan petani terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut.

b. Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah.

c. Membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif tindakan.


(22)

10 d. Membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal dan meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya.

e. Membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan.

Selanjutnya dikatakan bahwa penyuluhan pertanian merupakan sarana kebijaksanaan yang dapat digunakan pemerintah untuk mendorong pembangunan pertanian. Di lain pihak petani mempunyai kebebasan untuk menerima atau menolak saran yang diberikan oleh penyuluh pertanian. Penyuluhan hanya dapat mencapai sasarannya jika perubahan yang diinginkan menyentuh kepentingan petani

Kegiatan penyuluhan banyak melibatkan pertimbangan nilai dan tidak jarang penyuluh dihadapkan pada keharusan memberikan informasi tidak saja untuk kepentingan petani tetapi juga untuk kepentingan masyarakat umum. Agar penyuluhan menjadi efektif dalam membantu petani, maka penyuluh dituntut memiliki kemampuan, wawasan yang luas tentang dunia sekelilingnya serta memiliki latar belakang pengetahuan yang sesuai bidang tugasnya untuk dapat mendorong petani belajar sekaligus melakukan perubahan perilaku petani tanpa mengabaikan etika, moral atas tidakan – tindakannya.

Harun (1995) dalam Akhsan (1996) menyatakan bahwa agar penyuluh mudah masuk dan mudah diterima dalam lingkup petani maka penyuluh harus bermitra / kawan dekat dengan petani serta harus memiliki karakteristik seperti; (1) memiliki keyakinan bahwa petani dan keluarganya mempunyai kemampuan yang potensial, (2) bertindak sebagai fasilitator bukan guru atau pendidik, (3) bergaya hidup sesuai dengan lingkungan petani ; sederhana, jujur, berdedikasi, sabar, (4) mengenal masyarakat yang dilayani serta keadaan dan masalah sosial ekonominya, (5) menguasai metode analisis, sintesis, dan pemecahan masalah, (6) mampu merubah peran dari fasilitator menjadi konsultan usaha/agribisnis bagi petani, (7) bertanggung jawab atas profesinya sebagai fungsional penyuluh pertanian dan (8) pengembangan pofesional diri secara berkelanjutan.


(23)

11 Dengan demikian kegiatan penyuluhan pertanian adalah kegiatan pendidikan non-formal yang berfungsi dalam membantu masyarakat tani untuk memecahkan persoalan melalui penerapan teknologi dan pengetahuan ilmiah yang dapat meningkatkan produksi dan pendapatan.

Proses pendidikan terjadi karena adanya komunikasi yang berjalan dua arah yaitu antara penyuluh sebagai sumber dengan petani beserta keluarganya sebagai sasaran . Sebagai sasaran diharapkan agar para petani beserta keluarganya bisa dan membiasakan diri menggunakan teknologi baru ( Suriatna, 1987 ).

5. Sumber Informasi

Petani menggunakan sumber-sumber yang berbeda untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang mereka perlukan untuk mengelola usahatani mereka, dan pengetahuan baru itu di kembangkan tidak hanya oleh lembaga penelitian, tetapi juga oleh banyak pelaku yang berbeda. Untuk mengelola usahataninya dengan baik, petani memerlukan pengetahuan dan informasi mengenai berbagai topik seperti: hasil penemuan dari penelitian berbagai disiplin pengelolaan usahatani dan teknologi produksi, pengalaman petani lain, situasi mutakhir dan perkembangan yang mungkin terjadi di pasaran input dan hasil-hasil produksi, dan kebijakan pemerintah (Van den Ban and Hawkins,1999).

Menurut Etty Andriaty dan Endang Setyorini, 2011 bahwa ada beberapa sumber informasi yang biasa digunakan petani yaitu sebagai berikut :

a. Media massa

Pada umumnya, media massa yang sering digunakan sebagai sumber informasi awal adalah majalah pertanian (misalnya trubus dan koran pertanian (sinar tani) dibandingkan dengan Koran, radio dan TV. Media massa memberikan informasi tentang perubahan, bagaimana hal itu bekerja dan hasil yang dicapai atau yang akan dicapai.


(24)

12 Orang lain sebagai sumber informasi dapat berupa tetangga, teman ataupun kerabat. Orang/petani lain sebagai sumber informasi terutama digunakan untuk mengetahui hal praktis baru yang dihubungkan dengan cara kerja usahatani yang ada dimana pengetahuan spesifik tidak dibutuhkan. Fungsi utama adalah sebagai status social, solidaritas, bantuan yang menguntungkan, respon dan hiburan. Ciri khas sumber informasi ini adalah kontak pribadi, kontak sering terjadi secara kebetulan pada fungsi kelompok utama,

c. Lembaga pertanian

Sumber informasi yang termasuk dalam lembaga pertanian yaitu pelayanan penyuluhan pertanian, guru pertanian, lembaga penelitian, peneliti, POPT, penyuluh, perguruan tinggi dll. fungsi utama adalah untuk mendiseminasikan (menyebarluaskan) informasi praktis yang spesifik, mengajarkan prinsip dasar dalam berusahatani, memberikan pelayanan secara teknik dan khusus. Ciri khas sumber informasi ini adalah kontak perorangan dan umum, kontak umumnya terbatas untuk mencari informasi, isi umum dan spesifik serta kebutuhan local, komunikasi dua arah. Peran utama yang diharapkan dihubungkan dengan perubahan adalah untuk menolong dalam membuat keputusan dan arahan dalam membuat perubahan menjadi kemampuan..

d. Sumber-sumber komersial

Sumber informasi yang termasuk dalam sumber komersial yaitu perusahaan swasta, salesmen, konsultan swasta dan pedagang dll. Fungsi utama adalah untuk membeli dan menjual bahan atau peralatan dan pelayanan/jasa professional (konsultan). Ciri khas sumber informasi ini adalah kontak perorangan dan umum, kontak secara kebetulan umumnya untuk menjual membeli dan penyediaan jasa/pelayanan, isi diarahkan pada kepentingan ekonomi dan khusus, komunikasi dua arah. Peran utama yang diharapkan dihubungkan dengan perubahan adalah untuk arahan dalam membuat perubahan menjadi kemampuan dan pengetahuan awal. Sumber komersial merupakan jenis sumber


(25)

13 informasi yang disenangi oleh petani pada tahap mencoba dalam proses adopsi inovasi.

B. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas. Teknologi intensifikasi bersifat spesifik lokasi, tergantung pada masalah yang akan diatasi (demand driven technology). Komponen teknologi PTT ditentukan bersama-sama petani melalui analisis kebutuhan teknologi (need assessment).

PTT sebagai suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani serta sebagai suatu pendekatan pembangunan tanaman pangan khususnya dalam mendorong peningkatan produksi padi dan jagung melalui SL-PTT telah dilaksanakan secara Nasional mulai tahun 2008 dan berlanjut hingga sekarang dengan berbagai perbaikan dan penyempurnaan dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan pengawalan serta pendampingan. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi adalah pendekatan yang ditempuh dalam menerapkan teknologi budidaya padi yang spesifik lokasi (spesifik lokasi ditentukan berdasarkan karakteristik biofisik dan sosial ekonomi) dengan mengintegrasikan berbagai komponen teknologi yang inovatif, dinamis, dan kompatibel untuk dapat memecahkan permasalahan setempat, sehingga timbul efek sinergis. Efek sinergis berarti efek komponen teknologi secara bersama-sama lebih besar dari penjumlahan efek teknologi secara individual.

Dalam penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah tidak lagi dikenal rekomendasi untuk diterapkan secara nasional karena petani secara bertahap dapat memilih sendiri komponen teknologi yang paling sesuai dengan kemampuan petani dan keadaan setempat untuk diterapkan dengan mengutamakan efisiensi biaya produksi dan komponen teknologi yang saling menunjang untuk diterapkan (Bobihoe J. , 2007)

Kushartanti, et al (2007), anjuran teknologi dalam PTT adalah yang dihasilkan oleh lembaga penelitian dan teknologi berdasar kearifan lokal yang


(26)

14 sudah terbukti unggul untuk lokasi tertentu. Alternatif teknologi yang dapat diterapkan sebagai berikut :

1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dapat dilakukan secara sempurna dengan dua kali pembajakan dan satu kali garu atau minimal, atau tanpa olah tanah. Pemilihan cara yang akan dilakukan disesuaikan dengan keperluan dan kondisi. Faktor yang menentukan adalah kemarau panjang, pola tanam dan jenis/struktur tanah.

2. Varietas unggul baru

pemilihan varietas merupakan salah satu komponen utama yang mampu meningkatkan produktivitas padi. Varietas padi yang akan ditanam dipilih varietas unggul baru (VUB) yang mampu beradaptasi dengan lingkungan untuk menjamin pertumbuhan tanaman yang baik, tahan serangan penyakit, berdaya hasil dan bernilai jual tinggi serta memiliki kualitas rasa yang dapat diterima pasar.

3. Benih bermutu

Benih bermutu adalah benih dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi, berukuran penuh dan seragam, daya kecambah diatas 80 % (vigor tinggi), bebas dari biji gulma, penyakit dan hama atau bahan lain. Gunakan selalu benih yang telah memiliki sertifikasi atau label untuk mendapatkan benih dengan tingkat kemurnian tinggi dan berkualitas atau benih bermutu yang diproduksi oleh petani. PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan untuk menyeleksi atau memilih benih bermutu agar didapatkan benih yang benar-benar berkualitas (bernas) dan vigor tinggi dengan cara membuat larutan garam dapur (30 gram garam dapur dalam 1 liter air) atau larutan pupuk ZA (1kg pupuk ZA dalam 2,7 liter air). Benih dimasukkan ke dalam larutan garam atau pupuk ZA (volume larutan 2 kali volume benih) kemudian diaduk dan benih yang mengambang atau terapung di permukaan larutan dibuang.


(27)

15

4. Bibit muda (< 21 Hari Setelah Tanam (HSS))

Benih yang tenggelam (berisi penuh) sebelum disebarkan di persemaian dibilas dulu agar tidak mengandung pupuk ZA, kemudian direndam selama 24 jam dan setelah itu ditiriskan setelah 48 jam. Bedengan pembibitan dibuat dengan lebar 1-2 m dan panjang disesuaikan dengan keadaan lahan seluas 400 m per ha. Luas bedengan ini cukup ditebari benih 25-30 kg.

Abdullah, dkk. (2000), penggunaan bibit padi yang berumur lebih dari 30 hari setelah semai (hss) akan memberikan hasil produksi yang kurang baik karena: bibit yang digunakan relatif tua sehingga beradaptasi lambat (stagnasi pertumbuhan setelah tanam relatif lama), - tidak seragam (mempunyai anakan yang tidak seragam), perakaran dangkal dan rusak menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak berkembang dengan baik setelah tanaman dipindah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kartaatmadja dan Fagi (2000) serta Gani (2003) dalam Watemin, Sulistyani Budiningsih (2012) menyatakan bahwa penggunaan bibit padi sawah dengan umur yang relatif muda (umur 12-15 hss) akan membentuk anakan baru yang lebih seragam dan aktif serta berkembang lebih baik karena bibit yang lebih muda mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru setelah tanaman dipindah.

5. Pengaturan Jarak Tanam

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan untuk mengatur jarak dan populasi tanaman dengan menerapkan Sistim tanam jajar legowo. Sistem tanam jajar legowo adalah sistem tanam dengan pengaturan jarak tanam tertentu sehingga pertanaman akan memiliki barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan.

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan penerapan sistem tanam jajar legowo karena adanya keuntungan dan kelebihan yang lebih dibanding dengan sistem tanam konvensional (tegel) diantaranya yaitu :


(28)

16 a. Adanya efek tanaman pinggir

b. Sampai batas tertentu semakin tinggi populasi tanaman semakin banyak jumlah malai persatuan luas sehingga berpeluang menaikkan hasil panen

c. Terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpulan keong atau mina padi

d. Pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah

e. Dengan areal pertanaman yang lebih terbuka dapat menekan hama dan penyakit

f. Penggunaan pupuk lebih berdaya guna.

Sistem tanam jajar legowo yang dapat diterapkan adalah sistem tanam jajar legowo 2 : 1 atau 4 : 1 dan penyulaman tanaman dapat dilakukan sebelum tanaman berumur 14 HST (hari setelah tanam).

6. Pemupukan Berimbang

Cara menetukan waktu aplikasi pupuk N dengan menggunakan BWD dapat dilakukan dengan 2 cara : cara pertama adalah waktu pemberian pupuk berdasarkan nilai pembacaan BWD yang sebenarnya (real time), yaitu penggunaan BWD dimulai ketika tanaman 14 HST, kemudian secara periodik diulangi 7-10 hari sekali sampai diketahui nilai kritis saat pupuk N harus diaplikasikan.

Cara kedua adalah waktu tetap (fixed time), yaitu waktu pemupukan ditetapkan lebih dahulu berdasarkan tahap pertumbuhan tanaman, antara lain fase pada saat anakan aktif dan pembentukan malai atau saat primordia. Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah, atau Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), petak omisi serta pemecahan masalah kesuburan tanah.

Pupuk P diberikan seluruhnya sebagai pupuk dasar, bersamaan dengan pemupukan N pertama pada 0-14 HST. Pupuk K pada dosis rendah-sedang (< 50 kg KCL/Ha), seluruhnya diberikan sebagai pupuk dasar. Pupuk K pada dosis tinggi (100 kg KCL/Ha), 50 % diberikan sebagai pupuk dasar dan sisanya pada saat primordia.


(29)

17

7. Penggunaan Bahan Organik

Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah tanaman, kotoran hewan atau hasil pengomposan. Kegunaan bahan organik :

a. Meningkatkan kesuburan tanah dan kandungan karbon organik tanah b. Memberikan tambahan hara

c. Meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroba) d. Memperbaiki sifat fisik tanah

e. Mempertahankan perputaran unsur hara dalam sistem tanah tanaman Penggunaan Bahan Organik dianjukan menggunakan kompos jerami 5 ton/Ha atau pupuk kandang 2 ton/Ha.

8. Pengairan berselang

Pengairan berselang secara efektif dan efisien hanya dapat dilakukan pada areal sawah irigasi teknis yang dapat dengan mudah mengatur masuk dan keluarnya air pada areal persawahan. Pada sawah-sawah yang sistem drainasenya tidak baik (sulit dikeringkan) atau sawah tadah hujan pengairan berselang (intermittent irrigation) tidak perlu diterapkan. Pengairan berselang adalah pengaturan lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian, bertujuan untuk:

a. Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi lebih luas

b. Memberi kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih banyak sehingga dapat berkembang lebih dalam karena akar yang dalam dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak

c. Mencegah timbulnya keracunan besi

d. Mencegah penimbunan asam organik dan gas hidrogen sulfida yang menghambat perkembangan akar

e. Mengaktifkan jasad renik (mikrobia tanah) yang bermanfaat f. Mengurangi kerebahan

g. Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah)

h. Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen i. Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)


(30)

18 j. Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang serta mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus.

9. Pengendalian gulma secara terpadu

Pengendalian gulma atau penyiangan adalah kegiatan membersihkan pertanaman dari rumput dan tanaman yang tidak dikehendaki keberadaannya (gulma) di areal pertanaman karena dapat mengganggu perkembangan tanaman pokok. Penyiangan dapat dilakukan dengan cara mencabut gulma dengan tangan, menggunakan alat gasrok (landak) atau menggunakan herbisida.

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah lebih menganjurkan melakukan penyiangan dengan menggunakan alat gasrok karena sinergis dengan pengelolaan lainnya dan lebih memiliki keuntungan yaitu :

a. Ramah lingkungan

b. Hemat tenaga kerja sehingga lebih ekonomis dibandingkan dengan penyiangan menggunakan tangan

c. Memberikan sirkulasi udara ke dalam tanah sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar tanaman

d. Apabila dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan akan membenamkan pupuk ke dalam tanah sehingga pemberian pupuk menjadi efisien.

10. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT)

Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) merupakan suatu pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alam dan tidak menimbulkan kerugian yang besar.

Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan perpaduan berbagai cara pengendalian hama dan penyakit diantaranya dengan melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman sehingga


(31)

19 penggunaan teknologi pengendalian dapat menjadi lebih tepat. Strategi pengendalian PHT, yaitu:

a. Gunakan varietas tahan hama dan penyakit b. Tanam tanaman yang sehat

c. Pengamatan berkala di lapangan

d. Pemanfaatan musuh alami seperti pemangsa (predator), misalnya laba-laba

e. Pengendalian secara meknik, seperti menggunakan alat atau mengambil dengan tanah, menggunakan pagar, dan menggunakan perangkap.

f. Pengendalian secara fisik, seperti menggunakan lampu peragkap g. Penggunaan pestisida hanya bila diperlukan dengan insektisida,

fungisida atau molusida

Pemberantasan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan menggunakan cara biologis, yaitu pemberantasan hama yang dilakukan dengan menggunakan musuh alaminya, namun juga dilakukan dengan memperhatikan pengaturan air pada pertanaman padi. Cara fisik atau mekanik dengan mengumpulkan telur-telur hama yang belum menetas kemudian memusnahkannya. Cara kimiawi, yaitu cara pemberantasan hama dan penyakit dengan menggunakan bahan-bahan kimiawi seperti insektisida atau fungisida.

11. Panen tepat waktu

Ketepatan waktu panen padi sangat menentukan kualitas butir padi dan kualitas beras, panen belum waktunya menimbulkan persentase butit hijau dan butir kapur tinggi sedang panen yang terlambat menyebabkan hasil berkurang karena butir padi mudah lepas dari malai dan tercecer di sawah serta beras pecah waktu digiling. Panen padi sebaiknya dilakukan setelah 90-95% gabah telah bernas dan menguning.

Panen dan peontokan pada waktu yang tepat dilakukan dengan cara : 1) Perhatikan umur tanaman, antara varietas yang satu dengan yang


(32)

20 2) Hitung sejak padi berbunga, biasanya panen dilakukan pada

30-35 hari setelah padi berbunga

3) Jika 95 % malai menguning segera panen 4) Gunakan alat sabit bergerigi atau mesin panen

5) Panen sebaiknya dilakukan secara serempak (kelompok pemanen 15-20 orang) yang dilengkapi dengan alat perontok

6) Potong pada bagian tengah atau atas rumpun bila dirontok dengan power thresher

1) Potong bagian bawah rumpun, jika perontokan dilakukan dengan

pedal thresher

Menurut Catur (2002), kegiatan saat panen ditempuh dengan memperhatikan umur tanaman dan cara pemanenan. Dalam kegiatan panen sebaiknya menggunakan mesin pemanen (reaper) atau sabit bergerigi, karena dapat meningkatkan kapasitas pemanen dan menekan kehilangan hasil dibandingkan menggunakan sabit biasa. Jika padi akan dirontokkan dengan power threser maka sebaiknya tanaman padi dipotong pada bagian tengah, tetapi jika dirontokkan dengan menggunakan pedal threser maka sebaiknya tanaman padi dipotong pada bagian bawah. Dengan cara seperti ini maka dapat menekan kehilangan hasil sampai dibawah 5 %.

12. Pasca Panen

Penjemuran atau pengeringan gabah hasil panen merupakan cara untuk mencegah kerusakan gabah atau turunnya mutu gabah atau beras. Gabah hasil panen dikeringkan hingga mencapai kadar air maksimum 18 %. Pengeringan gabah dapat dilakukan dengan cara menjemur atau menggunakan alat pengering (dryer).

Untuk memperoleh beras giling dengan mutu dan rendemen yang tinggi perlu diperhatikan aspek berikut :

1) Gabah harus seragam dan bersih, dengan kadar air sekitar 14% 2) Gabah yang telah disimpan di lumbung atau gudang dijemur dulu


(33)

21 3) Gabah yang baru dikeringkan diangin-anginkan untuk menekan butir

pecah.

Pengemasan dan pengangkutan, baik pada waktu pemanenan, perontokan, pembersihan, pengeringan dan penyimpanan, dianjurkan menggunakan karung goni atau plastik yang baik, tidak bocor, bersih, kuat dan bebas hama. Gudang atau lumbung penyimpanan memiliki sirkulasi udara, lantai dan dindingnya dalam kondisi baik

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Propinsi Sulawesi Selatan menganjurkan untuk menerapkan Paket Teknologi PTT padi Sawah melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah (2002) dan telah disempurkan kembali dengan Pengelolaan tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah (2012) bahwa Komponen Teknologi PTT yng direkomendasikan dan dianjurkan untuk diterapkan di Sulawesi Selatan sebagai mana tabel dibawah ini

Tabel 2.1 Komponen Paket Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadi (PTT) Padi Sawah yang dianjurkan

No. Komponen

Paket Teknologi Pendekatan PTT

1 2 3

1 Varietas Unggul

Varietas unggul baru (VUB), Sesuai lingkungan setempat,tahan hama/penyakit, daya hasil dan nilai jual tinggi, memiliki kualitas rasa, Sesuai selera pasar

2 Benih Bermutu

Benih bermutu/berlabel, tingkat kemurnian dan daya tumbuh tinggi, ukuran penuh dan seragam, daya kecamba diatas 80 %, bebas dari biji gulma, penyakit dan hama atau bahan lain Untuk menyeleksi benih berkwalitas dan vigor tinggi Rendam dalam larutan garam/ZA, ambil yang tenggelam dibilas kemudian direndam selama 24 jam dan ditiris selama 48 jam . 1 hektar dibutuhkan benih 15-20 kg


(34)

22 3 Pengolahan

Tanah

Pengolahan tanah sempurna, minimal atau tanpa olah tanah sesuai dengan keperluan dan kondisi lingkungan; faktor yang menentukan : kemarau panjang, pola tanam, jenis/tekstur tanah .Pembajakan, 2 kali penggaruan, pelumpuran dan perataan

Dua minggu sebelum pengolahan tanah

taburkan secara merata berupa pupuk kandang 2 to/ha atau kompos jerami 5 ton/ha.

4 Persemaian

-Persemaian basah atau persemaian kering – luas persemaian 4 % dari luas lahan

pertanaman, dibuar bedengan 1-1,2 meter dan antar bedengan dibuat paris 25-30 cm.

Pemupukan persemaian dengan pupuk organik 2 kg/meter2 (kompos, pupuk kandang, serbuk kayu, abu dan srekam padi )

5 Cara Tanam

Pengaturan Jarak Tanam dengan Tegel (20x20 cm), (25 x25 cm) pada Musim kemarau, Jajar legowo (2 : 1,dan 4 : 1) pada Musim Hujan (tergantung kesepakatan petani)

Tanam bibit muda 15 – 21 hari (4 daun) dengan tidak lebih dari 1-3 bibit per rumpun

Pada daerah endemik keong (2-3 bibit per rumpun), umur bibit lebih dari 21- 25 HSS dengan dengan kondisi air setinggi 2 cm atau macak-macak

6 Pemupukan

-Pemupukan N dengan Bagan Warna Daun (BWD) -Pemupukan P, K sesuai analisis tanah, atau kebutuhan tanaman ; bila status hara P dan K rendah diberikan SP-36 dan KCL dengan dosis 100 kg/ha; bila P dan K tinggi diberikan SP-36 dan KCL dosis kurang 50 kg/ha dan bila hara P dan K sedang diberikan dosis SP-36 75 kg/ha dan KCL 50 Kg/ha

7

Pengairan Berselang (Intermitten Irrigation)

Pengairan berselang pada tanah yang airnya dapat diatur dan ketersediaan air terjamin. Petakan sawah diairi saat tanaman berumur 3 HST dengan tinggi genangan air 3 cm dan


(35)

23 selama 2 hari berikutnya tidak ada penambahan air sampai kondisi tanah mongering sedikit retak. Kemudian diairi kembali dengan tinggi genangan air 3 cm dan dibiarkan kering sampai retak begitu seterusnya sampai pada fase anakan maksimal.

Pada yang sistem drainasenya tidak baik atau sawah tadah hujan tidak perlu diterapkan.

8

Pengendalian hama dan penyakit

Gunakan komponen PHT (pengendalian hama/penyakit terpadu) secara tepat sesuai dengan jadwal tanam -Pemberian pestisida secara bijaksana (pada situasi dimana musuh alami rendah)

9 Pengendalian gulma

Dapat menggunakan landak pada cara tanam tegel atau legowo yaitu dilakukan pada tanaman berumur 10-15 HST, dan 10 – 25 HST dengan tinggi genangan air 2-3 cm. atau dapat dilakukan dengan mencabut gulma dengan tangan. Dapat menggunakan racun rumput (herbisida) apabila ppopulasi gulma sudah tinggi.

10.

Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu (PHT)

Gunakan varietas tahan hama dan penyakit, Tanam yang sehat, memanfaatkan musuh alami, secara mekanik (menggunakan alat), fisik (menangkap), bila menggunkan pestisida harus tepat dosis, sasaran, dan waktu

11. Panen

Panen dilakukan umur 30-35 hari setelah

berbunga atau Jika malai telah menguning 95 % . Memotong padi dengan sabit 10 -15 cm diatas permukaan tanah atau pangkal malai jika

menggunkan perontok power threser.

Gunakan plastik atau terpal sebagai alas untuk padi yang baru dipotong dan ditumpuk sebelum dirontokkan. Bila prontokan dengan cara

tradisional (digepyok) gunakan alas dari plastic atau terpal yang lebarnya mencukupi yang dapat berfungsi sebagai alas dan dinding menghindari butir padi yang terlempar;


(36)

24 dirontokan padaa sore hari dan paling lambat tidak lebih dari 2 hari.

12 Pasca Panen

Gabah yang sudah dirontokkan dijemur diatas lantai jemur atau menggunakan terpal. dengan ketebalan 5 – 7 cm dan setiap 2 jam

dilakukan pembalikan hingga kering.

Gabah yang akan dikomsumsi agar diperoleh kwalitas beras yang baik disimpang dengan kadar air 14 %, untuk digunakan benih dengan kadar air 12 %,

Gabah yang akan disimpang dalam waktu lama 4-6 bulan kadar air 12 %, disimpang 7-12 bulan 11 %

Simpang gabah dengan menggunakan kemasan karung, kemasal plastic atau kemasan yute. Gabah ditata rapi secara bertumpuk dan mendapatkan sirkulasi udara yang baik . Sumber Data. : BPTP Sul-Sel, 2002 dan 2012

C. Kerangka Pikir

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan kerangka berfikir peneliti untuk melihat bagaimana hubungan antara keadaan sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi inovasi teknologi komoditas padi sebagai berikut :

PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah menyediakan beberapa pilihan komponen teknologi yang dikelompokkan menjadi Komponen teknologi dasar dan Komponen teknologi pilihan.

1. Komponen teknologi dasar

Komponen teknologi dasar adalah sekumpulan teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan semuanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi dengan input yang efisien sebagaimana menjadi tujuan dari PTT. Komponen teknologi dasar meliputi :

a. Penggunaan varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan bernilai ekonomi tinggi yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan petani


(37)

25 b. Benih bermutu dan berlabel/bersertifikat

c. Pemupukan berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah

d. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT).

.2. Komponen teknologi pilihan

Komponen teknologi pilihan Sedangkan komponen teknologi pilihan adalah teknologi-teknologi penunjang yang tidak mutlak harus diterapkan tetapi lebih didasarkan pada spesifik lokasi maupun kearifan lokal dan telah terbukti serta berpotensi meningkatkan produktivitas. Secara spesifik lokasi dan kearifan lokal komponen teknologi ini dapat diperoleh dari sumber daya alam yang tersedia ataupun dari pengalaman petani sendiri.

Komponen teknologi pilihan meliputi :

a. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam b. Penggunaan bibit muda (< 21 HSS)

c. Tanam dengan jumlah bibit terbatas yaitu antara 1 – 3 bibit perlubang d. Pengaturan populasi tanaman secara optimum (jajar legowo)

e. Pemberian bahan organik berupa kompos atau pupuk kandang serta pengembalian jerami ke sawah sebagai pupuk dan pembenah tanah f. Pengairan berselang (intermiten irrigation) secara efektif dan efisien g. Pengendalian gulma dengan landak atau gasrok

h. Panen dan penanganan pasca panen yang tepat.

Tingkat penerapan pengelolaan tanaman terpadu padi sawah berbeda beda dari satu lokasi kelokasi lain, atau dari satu petani ke petani lain, hal ini karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu faktor internal dan faktor eksternal. faktor internal atau faktor social ekonomi petani antara lain yaitu umur, pendidikan, pengalaman berusaha tani, jumlah tanggungan keluarga, pengalamanm berusahatani dan luas lahan garapan

Untuk itu perlu dilakukan penelitian secara ilmiah dan berdasarkan penjelasan tersebut diatas , maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut.


(38)

26 Gambar 2.1. Kerangka Pikir

D. Hipotesis

1. Tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah Kecamatan Moncongloe tergolong rendah

2. Terdapat hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan Paket teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.

3. Terdapat hubungan antara tingkat penerapan teknologi PTT dengan peningkatan produktivitas padi sawah

FAKTOR EKSTERNAL PETANI 1. PARTISIPASI DALAM KELOMPOK 2. KETERSEDIAAN BURUH TANI 3. KETERSEDIAAN INFORMASI 4. INTENSITAS PENYULUHAN 5. FREKWENSI MENGUNJUNGI

SUMBER INFORMASI

KOMPONEN TEKNOLOGI PTT PADI SAWAH 1. PENGOLAHAN TANAH

2. PENGGUNAAN BENUH

3. PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL 4. TANAM BINBIT MUDA

5. TANAM 1-3 BIBIT PERLUBANG 6. PENGATURAN POPULASI TANAMAN 7. PEMBERIAN PUPUK OGANIK 8. PEMUPUKAN BERIMBANG 9. PENGAIRAN BERSELANG

10. PENGENDALIAN OPT RAMAH LINGKUNGAN 11. PANEN TEPAT WAKTU


(39)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014, dengan lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros.

B. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani yang ada pada Kecamatan Moncongloe yang melakukan pengembangan padi melalui Penerapan Teknologi PTT Padi sawah tempat penelitian akan dilaksanakan.

Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah: Metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang disesuaikan dengan kriteria tertentu yaitu dalam pengambilan populasi dan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa wilayah tersebut adalah merupakan wilayah pengembangan padi sawah yang telah mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi di sawah.

Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap dengan pemilihan desa, dan kelompok tani yang dilakukan secara sengaja, sedangkan pemilihan sampel penelitian dilakukan secara acak sederhana yaitu :

a. Tahap pertama, dipilih 4 desa/kelurahan secara sengaja di wilayah Kecamatan yang telah melaksanakan program SL-PTT padi sawah.

b. Tahap kedua, dari setiap desa/kelurahan dipilih 4 kelompok tani yang telah melaksanakan SL-PTT Padi sawah.

c. Tahap ketiga, pada kelompok tani tersebut di atas dilakukan pemilihan petani responden sebagai unit analisis tingkat petani dengan jumlah sampel 5 orang petani untuk setiap kelompok yang dipilih secara acak sederhana (Simple Random sampling). Jadi jumlah responden sebanyak 80 orang,


(40)

28 yang diambil dari 5 orang untuk tiap kelompok tani, 4 kelompok tani untuk setiap desa/ kelurahan dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 4 untuk wilayah kecamatan Moncongloe.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dibutuhkan di dalam pelaksanaan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan baik melalui observasi maupun melalui wawancara kepada petani responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang bersumber dari buku, arsip, dokumen, Internet dan naskah dari Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Maros, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahan Pangan Kabupaten Maros, Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros, dan UPTD. BPSB Kabupaten Maros dan sumber-sumber lain.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Kuesioner, pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengedarkan atau menanyakan langsung kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disediakan

2. Wawancara mendalam, data yang dikumpulkan untuk melengkapi data yang tidak sempat tertulis dalam kuesioner

3. Observasi, pengumpulan data secara langsung di lokasi penelitian untuk melakukan pengamatan yang berkaitan dengan penelitian ini.

E. Teknik Analisis Data


(41)

29

1. Analisis Deskriptif :

Analisis Deskriptif adalah analisis yang berhubungan dengan pengumpulan data dan peringkasan data yang dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik sebagai dasar pengambilan keputusan (Santoso Singgih, 2014).

Hipotesis yang pertama yaitu “Tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe akan dianalisis dengan menggunakan Analisis Deskriptif yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau menginterpretasikan data yang ada dalam bentuk tabel atau mengkaji secara mendalam, sehingga dapat digambarkan mengenai tingkat penerapan setiap komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.

2. Analisis “ UJI CHI-SQUARE“.

Crosstab dan Chi-Squae adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel Kategorikal atau digunakan melakukan uji kesesuaian dua variabel yang datanya berskala ordinal (Mustari Kahar, 2012).

Hopitesis yang kedua yaitu ” Terdapat hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan Paket teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.

Hipotesis yang ketiga yaitu “ Tedapat hubungan antara tingkat penerapan teknologi PTT padi sawah dengan tingkat produktivitas padi sawah

Hipotesis kedua, dan ketiga dianalisis dengan Analisis “ UJI CHI-SQUARE

dengan menggunakan Program SPSS 16 . Menurut Sudjana (2002) dan Walpole (1995) bahwa untuk Uji Independen antara dua faktor digunakan rumus (1) yaitu ;

(1)

Keterangan :

(

{

) (

)}

(

A B

)(

C D

)(

A C

)(

B D

)

N BC

AD N X

+ +

+ +

=

2 2 1


(42)

-30 X2 = Chi-Square

N = Jumlah Sampel

A,B,C,D = Nilai Tabel dalam Kontigensi ½ N = Jumlah Responden dibagi dua

Pengambilan kesimpulan didasarkan pada :

1. Jika X2Hit≥ X2Tabel = terdapat hubungan antara kedua variabel.

2. Jika X2Hit  X2Tabel = tidak terdapat hubungan antara kedua variabel

Jika hasil Analisis Chi- Square ini menunjukkan adanya hubungan antara kedua variabel maka selanjutnya untuk mengetahui derajat hubungan antara faktor yang satu dengan faktor yang lain digunakan rumus (2) yaitu :

(2)

Keterangan :

C = Koefisien kontingensi X2 = Chi-Kuadrat

N = Banyaknya sampel

Menurut Singarimbun dan Effendi (1987) bahwa makin besar Koefisien kontingensi berarti hubungan antara dua variabel sangat erat, dan C akan berkisar antara 0 dan 1,00. Sedangkan menurut Sudjana (2002) bahwa agar C yang diperoleh dapat dipakai untuk menilai derajat asosiasi antar faktor, maka harga C perlu dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimun dengan rumus (3) :

(3)

Keterangan :

C maks = Koefisien kontingensi maksimun

m = harga minimum antara baris dan kolom

N

X

X

C

+

=

2

2

m

m

C

maks

1


(43)

31

Kesimpulan didasarkan pada

Makin dekat harga C kepada C maks makin besar derajat asosiasi antar faktor

dengan kata lain faktor yang satu makin berkaitan dengan faktor lain.

F. Defenisi Operasional

Untuk membatasi ruang lingkup maka akan diberikan beberapa defenisi sebagai berikut :

1. Produksi adalah hasil yang diperoleh petani sebagai akibat penggunaan beberapa faktor produksi dalam periode tertentu dan dinyatakan dalam satuan ton.

2. Produktivitas adalah jumlah produksi persatuan lahan yang dinyatakan dalam kuwintal per hektar (kwt/ha).

3. Peningkatan Produktivitas adalah selisih antara hasil produktivitas yang diperoleh sebelum dan sesudah melaksanakan penerapan paket Teknologi PTT padi sawah yang diukur dengan satuan kwintal per hektar

Tingkat produktivitas dikategorikan :

Tingkat produktivitas tinggi adalah jika nilai skor peningkatan

produktivitas petani ≥ dari nilai rata -rata skor peningkatan produktivitas petani responden .

Tingkat produktivitas rendah adalah jika nilai skor peningkatan produktivitas petani < dari nilai rata -rata skor peningkatan produktivitas petani responden .

4. Pengelolaan Tanaman dan Sumber daya secara Terpadu yang sering diringkas Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan suatu pendekatan holistik yang bersifat partisipatif yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi yang merupakan paket teknologi yang harus diterapkan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan komponen teknologi PTT yang cocok untuk kondisi .


(44)

32 5. Komponen Paket Teknologi PTT adalah komponen teknologi yang dapat

diterapkan oleh petani, yaitu komponen teknologi dasar dan komponen teknologi penunjang.

6. Komponen teknologi dasar merupakan komponen yang memiliki peranan penting dalam peningkatan hasil. Komponen ini sangat dianjurkan untuk diterapkan semua. Termasuk ke dalam komponen teknologi dasar yaitu: 1) Varietas unggul baru; 2) Benih bermutu dan berlabel; 3) Peningkatan populasi tanaman dengan sistem tanam jajar legowo; 4) Pemupukan berimbang tepat lokasi; 5) Pengendalian OPT melalui PHT; 6) Pemberian pupuk organik.

7. Komponen teknologi penunjang merupakan komponen yang memiliki peranan dalam mendukung dan memantapkan penerapan komponen teknologi dasar. Komponen ini sebaiknya diterapkan berdasarkan pemilihan komponen dasar serta kondisi setempat. Komponen teknologi yang termasuk dalam teknologi penunjang yaitu: 1)Pengolahan tanah yang tepat; 2) Tanam bibit muda (< 21 hari); 3) Tanam 1 – 3 bibit per lubang; 4) Pengairan berselang; 5) Penyiangan dengan landak (gasrok); dan 6) Panen tepat waktu. 7) Penangaan Pasca Panen.

8. Penerapan Komponen Paket Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah adalah kemampuan dari petani untuk mengaplikasikan setiap komponen teknologi PTT padi sawah dalam pengembangan usaha tani padi.

Pengukurannya yaitu :

a. Petani yang menerapkan komponen paket teknologi sesuai dengan anjuran diberi skor 3

b. Petani yang menerapkan komponen paket teknologi tetapi kurang sesuai dengan anjuran diberi skor 2.

c. Petani yang menerapkan komponen paket teknologi tetapi tidak sesuai dengan anjuran diberi skor 1


(45)

33 Tingkat penerapan tinggi adalah jika nilai skor penerapan petani ≥ dari nilai rata -rata skor petani responden .

Tingkat penerapan rendah adalah jika nilai skor penerapan petani < dari nilai rata-rata skor petani responden.

9. Faktor eksternal yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi

10. Petani Partisipatif adalah partisipasi petani dalam kelompok untuk mengikuti pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh kelompok tani baik itu pertemuan SL-PTT maupun pertemuan lainnya yang dianggap penting oleh kelompok.

Pengukurannya yaitu :

a. Frekwesi mengikuti pertemuan lebih dari 6 kali dalam satu musim tanam diberi skor 3

b. Frekwesi mengikuti pertemuan 3 - 6 kali dalam satu musim tanam diberi skor 2

c. Frekwesi mengikuti pertemuan kurang dari 3 kali dalam satu musim tanam diberi skor 1

Petani Partisipatif dikategorikan sebagai berikut :

a. Petani partisipatif tinggi apabila nilai skor partisipatif petani mengikuti

pertemuan ≥ dari nilai rata-rata skor partisipatif petani mengikuti pertemuan

b. Petani partisipatif rendah apabila nilai skor partisipatif petani mengikuti pertemuan < dari nilai rata-rata skor partisipatif petani mengikuti pertemuan

11. Ketersediaan buruh tani adalah ketersediaan tenaga kerja sewaan yang dibayar jasanya oleh petani karenan keterampilan yang dimiliki untuk melakukan kegiatan usahatani padi seperti melaksanakan penanaman dan panen

Pengukurannya yaitu :

a. Buruh tani mudah diperoleh karena baik jumlah, maupun biayanya sangat terjangkau dan dapat digunakan kapan saja, diberi skor 3


(46)

34 b. Buruh tani . tidak mudah diperoleh karena buruh tani masih kurang ,

dan biayanya mahal , diberi skor 2

c. Buruh tani tidak ada jadi tidak menggunakannnya diberi skor 1

Buruh tani dikategorikan sebagai berikut :

a. Buruh tani tersedia (tinggi) apabila nilai skor ketersediaan buruh tani

≥ dari nilai rata-rata skor ketersediaan buruh tani

b. Buruh tani tidak tersedia (rendah) apabila nilai skor ketersediaan buruh tani < dari nilai rata-rata skor ketersediaan buruh tani

12. Ketersediaan informasi adalah kemudahan dalam memperoleh informasi saat dibutuhkan oleh petani yang dapat diperoleh dari sumber informasi (instansi terkait, media masa, media elektronik, dan lain-lain).

Pengukurannya yaitu :

a. Sangat mudah mendapatkan informasi tentang PTT dan dapat diperoleh kapan saja dibutuhkan. Diberi skor 3

b. Mudah memperoleh informasi tentang P TT tetapi memerlukan waktu diberi skor 2

c. Tidak mudah mendapatkan informasi PTT karena tidak tersedia atau tidak tepat waktu saat dibutuhkan

Ketersediaan Informasi dikategorikan sebagai berikut :

a. Informasi tersedia (tinggi) apabila nilai skor ketersedian informasi ≥ dari nilai rata-rata skor ketersedian informasi

b. Informasi tidak tersedia (rendah) apabila nilai skor ketersedian informasi < dari nilai rata-rata skor ketersedian informasi

13. Frekwensi mengunjungi sumber informasi adalah jumlah kunjungan petani untuk mendapatkan informasi tentang Teknologi PTT yang dibutuhkan kepada sumber informasi ( Dinas Pertanian Kabupaten , BPP dan KP Kabupaten, BPP Kecamatan, UPTD/KCD Kecamatan,PPL ).

Pengukurannya yaitu :

a. Frekwensi kunjungan Lebih dari 10 kali dalam satu musim tanam diberi skor 3

b. Frekwensi kunjungan 6 – 10 kali per bulan dalam satu musim tanamdiberi skor 2


(47)

35 c. Frekwensi kunjungan Kurang dari 6 kali per dalam satu musim

tanam diberi skor 1

Kunjungan petani dikategorikan sebagai berikut :

a. Petani aktif (tinggi) apabila nilai skor kunjungan petani ≥ dari nilai rata -rata skor kunjungan petani

b. Petani tidak aktif (rendah) apabila nilai skor kunjungan petani < dari nilai rata -rata skor kunjungan petani

14. Intensitas penyuluhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak petani menerima penyuluhan dalam satu musim tanam tentang teknologi PTT padi sawah, ( baik penyuluhan yang diberikan secara perorangan kepada petani oleh Penyuluh pertanian atau petugas pertanian, maupun penyuluhan yang diterima saat mengikuti pertemuan yang diadakan oleh instansi terkait pertanian).

pengukuran dilakukan dengan cara:

a. Apabila penyuluhan diterima lebih dari 10 kali dalam satu musim tanam diberi skor 3,

b. Apabila penyuluhan diterima 6 - 10 kali dalam satu musim tanam diberi skor 2,

c. Apabila penyuluhan diterima kurang dari 6 kali dalam satu musim tanam diberi skor 1, .

Penyuluhan dikategorikan sebagai berikut :

a. Intensitas Penyuluhan (tinggi) apabila nilai skor intensitasi penyuluhan

yang diterima petani ≥ dari nilai rata -rata skor intensitasi penyuluhan yang diterima petani

b. Intensitas Penyuluhan (rendah) apabila nilai skor intensitasi penyuluhan yang diterima petani < dari nilai rata -rata skor intensitasi penyuluhan yang diterima petani.


(48)

36

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Maros

1. Deskripsi Umum Wilayah

Kabupaten Maros adalah salah satu kabupaten terdekat dengan Ibukota Propinsi yaitu Makassar dengan jarak kurang lebih 30 km atau jarak tempuh 15 menit. Luas Wilayah Kabupaten Maros 1.619.12 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 tercatat 322.212 jiwa. terdiri atas laki-laki 157.543 dan perempuan 164.669 jiwa dan penduduk tersebut mata pencaharian pada umumnya bergerak dibidang pertanian yang tersebar di 14 kecamatan dan 103 desa/kelurahan.

Gambar 4. 1. Peta Kabupaten Maros

Sebagai salah satu kabupaten yang terdekat dengan Ibu Kota Propinsi maka Kupaten Maros dapat menjadi daerah penyangga produk-produk pertanian diPropinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis Kabupaten Maros terletak di bagian Barat Sulawesi Selatan antara 40o 45` - 50o Lintang Selatan dan 109o 20` - 129o 12` Bujur Timur dengan batas-batas Wilayah sebagai berikut :


(49)

37 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Makassar

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

Ketinggian suatu tempat dari permukaan laut terutama di daerah Tropis dapat menentukan banyaknya Curah Hujan dan Suhu. Wilayah Kabupaten Maros letaknya berkisar antara 0–1.000 Meter dari permukaan laut. Di bagian Barat wilayah Kabupaten Maros dengan ketinggian 0 – 25 meter dan dibagian timur dengan ketinggian 100–1.000 meter lebih. Keadaan Topografi bervariasi dari datar berbukit sampai bergunung dengan persentase rata-rata datar 45 % berbukit 23,75 %, pegunungan 31,25 %.

2. Karakteristik Tanah dan Iklim

Kabupaten Maros termasuk daerah yang beriklim tropis. dengan kelembaban berkisar antara 60-82%. curah hujan bulanan rata-rata 347 mm/thn dengan rata hari hujan sekitar 16 hari. Temperatur udara rata-rata 290C. Kecepatan angin rata-rata-rata-rata 2-3 knot/jam.

Tabel 4.1. Jumlah Curah Hujan (mm) dan hari Hujan (hh) setiap bulan Kabupaten Maros dari Tahun 2010-2012

B U L A N JUMLAH CURAH HUJAN JUMLAH HARI HUJAN 2010 2011 2012 RATA² 2010 2011 2012 RATA2 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) JANUARI 585 864 611 686.67 28 24 23 25.00 PEBRUARI 850 502 433 595.00 26 20 27 24.33 MARET 484 576 574 544.67 22 27 25 24.67 APRIL 167 395 230 264.00 19 26 21 22.00 M E I 208 206 264 226.00 13 15 16 14.67

J U N I 97 9 69 58.33 11 3 10 8.00

J U L I 25 1 44 23.33 7 5 9 7.00

AGUSTUS 15 - - 5.00 7 1 2 3.33

SEPTEMBER 6 - 2 2.67 6 1 3 3.33

OKTOBER 124 188 115 142.33 14 13 7 11.33 NOPEMBER 373 470 198 347.00 28 20 19 22.33 DESEMBER 724 772 359 618.33 28 28 25 27.00


(1)

82 KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR EKTERNAL PETANI

DENGAN TINGKAT PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI KECAMATAN MONCONGLOE

KABUPATEN MAROS

A. IDENTIFIKASI RESPONDEN

1. NAMA RESPONDEN : ... 2. UMUR:...

3. PENDIDIKAN TERAKHIR : SD / SLTP / SLTA / S1/S2 / AKADEMI (D3) / TIDAK ADA

4. LAMANYA BERUSAHA TANI : ……… TAHUN

5. JUMLAH TANGGUNGAN KELUARGA : ……… ORANG 6. NAMA KELOMPOK TANI : ...

7. JABATAN DALAM KLP. TANI : PENGURUS/ANGGOTA 8. LINGKUNGAN / DUSUN : ... 9. KELURAHAN/DESA : ... 10. KECAMATAN : MONCONGLOE

11. KABUPATEN : MAROS

12. KABUPATEN / PROPINSI : SULAWESI SELATAN/ MAROS

B. PENERAPAN PAKET TEKNOLOGI

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU ( PTT) PADI SAWAH

1. Luas lahan garapan yang anda kerjakan adalah : ... Ha. 2. Status lahan anda : a . Milik sendiri : ... Ha

b. Sewa : ... Ha c. Bagi Hasil : ... Ha


(2)

83 3. Pengolahan tanah yang anda lakukan yaitu

a. Dua kali pembajakan dan satu kali garu b. Satu kali pembajakan dan satu kali garu c. Pembajakan saja sekali atau garu saja sekali d. ...

4. Dalam memilih benih padi varietas unggul apakah anda mempertimbangkan ;

a. Kesesuaian lingkungan, tahan hama penyakit, daya hasil tinggi, nilai jual tinggi, kwalitas rasa dan sesuai selera pasar?

b. Mempertimbangkan sebagai mana huruf a diatas tetapi tidak semuanya c. Tidak ada pertimbangan dalam memili varietas unggul

5. Benih Padi yang anda tanam : a. Berlebel b. Tidak berlebel. Nama Varitas yang ditanam ?

a. Varietas benih berlebel : ……….………

b. Vaietas bebih tidak berlebe:l ……….

6. Jumlah benih yang digunakan ?

a. Varietas benih berlebel : ……. ……….kg/ha

b. Vaietas bebih tidak berlebel……….. kg/ha

7. Dalam memilih benih padi varietas unggul apakah anda mempertimbangkan ;

a. Kesesuaian lingkungan, tahan hama penyakit, daya hasil tinggi, nilai jual tinggi, kwalitas rasa dan sesuai selera pasar

b. Mempertimbangkan sebagai mana huruf a diatas tetapi tidak semuanya c. Tidak ada pertimbangan dalam memili varietas unggul

8. Untuk mendapatkan benih bermutu dengan kwalitas dan vigor tinggi apakah anda melakukan perlakuan terhadap benih yaitu ? :

a. Benih direndam dalam laruran garam atau ZA dan benih yang tenggelam dimbil dan dibilas dengan air bersih kemudian direndam/diperam

b. Benih direndam dalam air saja yang terapung dibuang dan benih yang tenggelam diambil kemudian direndam/diperam

c. Tidak melakukan kedua hal tersebut diatas langsung direndam/diperam


(3)

84 9 Untuk memperoleh jumlah populasi tanaman yang banyak maka jarak antar

baris tanaman perlu diperhatikan. Apakah anda menggunakan jarak tanam ?: a. Sistem jajar legowo (2:1)/(3;1), (4 : 1 ) atau (6 :1 )

b. Sistem jarak tanam Tegel c. Tabela/Hambur

10. Umur bibit yang digunakan adalah ? a. Umur 15-21 hari

b. Umur <15 hari c. Umur > 21 hari.

Jumlah bibit yang ditaman per rumpun a. 3 bibit perlubang b. < 3 bibit perlubang

c. > 3 bibit perlubang

11. Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah tanaman, kotoran hewan, atau hasil pengomposan. Jika anda menggunakan berapa dosisnya ?

a. Jerami 5 ton/ha dan pupuk kandang 2 ton/ha b. Jerami >5 ton/ha dan pupuk kandang >2 ton/ha c. Jerami < 5 ton/ha dan pupuk kandang < 2 ton/ha

d. ………

13.1 Berapakah urea yang digunakan ? a. 250 – 300 kg/ha

b. 100 – 250 kg/ha

c. 50 – 100 kg/ha (tergantung pada Bagam Warna Daun)

d. ………..

13.2 Berapakah SP-36 yang anda digunakan ?

a. Kurang 50 kg/ha atau lebih besar dari 100 kg/ha

b. 50 – 100 (Tergantung dari Kandungan hara P dalam tanah) c. Tidak menggunakannya

d. ……….

13.3 Berapakah KCL yang anda digunakan ?

a. Kurang 50 kg/ha atau lebih besar dari 100 kg/ha


(4)

85 c. Tidak menggunakannya

d. ………..

13.4 Jika anda menggunakan pupuk NPK , berapa dosis yang anda gunakan : a. NPK 300 – 400 kg/ha dan urea 150 – 250 kg/ha

b. NPK 300 kg/ha dan urea 150 kg/ha

c. NPK kurang dari 300 kg/ha dan urea kurang dari 150 kg/ha

d. ……….

14. Jika sawah anda dapat dikontrol airnya . Apakah anda melakukan pengairan berseling yaitu pengaturan lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian dengan cara ? :

a. Petakan sawah diairi saat tanaman berumur 3 hst dengan tinggi genangan 3 cm dan tidak ada penambahan air sampai kering dan sedikit retak lalu diairi lagi dan begitu seterusnya sampai fase anakan maksimun.

b. Perngaturan lahan dalam kondisi kering dan tergenang dilakukan 3-4 kali sampai padi dipanen

c. Perngaturan lahan dalam kondisi kering dan tergenang dilakukan 1 – 2 kali sampai padi dipanen

15. Pengendalian gulma dengan cara bagaimana yang anda lakukan? a. menggunakan landak/gasrok /Mencabut dengan tangan

b. Memakai herbisida

c. Membiarkan saja gulma tumbuh

16. Pengendalian hama/penyakit dengan cara bagaimana yang anda lakukan ? a. Menggunkan musuh alami,alat perangkap, varitas tahan hama penyakit b. Memakai pestisida

c. Membiarkan saja

17. Untuk mengurangi kehilangan hasil dan untuk mendapatkan kwalitas gabah maka panen harus dilakukan tepat waktu. Kapan Anda melakukan panen : a. Umur 30 -35 hari setelah padi berbunga atau jika malai sudah menguning

95 %.

b. Umur < 30 -35 hari setelah padi berbunga

c. kadang lambat dan kadang lebih cepat.dilakukan panen karena tergantung buruh tani


(5)

86 18. Gabah untuk komsumsi disimpang dengan menggunakaan kemasan karung

dengan kadar air: a. Kadar air 14 % b. Kadar air >14 % c. Kadar air <14 %

19. Berapaka produksi gabah yang dihasilkan dari sawah yang dikelolah oleh anda ?

Luas seluruh Sawah yang dikelolah = ………. Ha

Produksi gabah yang dihasilkan dari Luas seluruh Sawah yang dikelolah termasuk yang diambil oleh buruh tani yang memanen = ……… Ton. Produktivitas padi setelah mengikuti tekonologi PTT/SL-PTT = ……ton/ha

Luas seluruh Sawah yang dikelolah sebelum SL-PTT = ………. Ha

Produksi padi yang dihasilkan sebelum melaksanakan tekonologi PTT/SL-PTT = ……….Ton

Produktivitas padi sebelum mengikuti tekonologi PTT/SL-PTT = …………ton/ha

20. Frekwensi mengunjungi sumber informasi adalah jumlah kunjungan petani untuk mendapatkan informasi tentang Teknologi PTT yang dibutuhkan kepada sumber informasi ( Dinas Pertanian Kabupaten , BPP dan KP Kabupaten, BPP Kecamatan, UPTD/KCD Kecamatan,PPL ). Sudah berapa kali anda melakukan kunjungan dalam satu musim tanam diatas?

a. Lebih dari 10 kali dalam satu musim tanam b. 6 – 10 kali per bulan dalam satu musim tanam c. Kurang dari 6 kali per dalam satu musim tanam

21. Partisipasi anda dalam kelompok tani. Berapa kali anda mengikuti pertemuan yang diadakan oleh kelompok tani, baik itu pertemuan SL-PTT maupun pertemuan lain yang dianggap penting oleh kelompok ?

a. lebih dari 6 kali dalam satu musim tanam b. 3 - 6 kali dalam satu musim tanam

c. Kurang dari 3 kali dalam satu musim tanam

22. Apakah anda menggunakan buruh tani untuk melakukan usahatani seperti penanaman dan pemanenan.


(6)

87 23. Jika YA, bagaimana tingkat ketersediaan buruh tani dalam membantu usaha

tani anda?

a. Buruh tani . mudah diperoleh karena baik jumlah, maupun biayanya sangat terjangkau dan dapat digunakan kapan saja,

b. Buruh tani . tidak mudah diperoleh karena buruh tani masih kurang , dan biayanya mahal

c. Buruh tani tidak ada jadi tidak menggunakannnya

24. Ketersediaan informasi adalah kemudahan dalam memperoleh informasi saat dibutuhkan dan dapat diperoleh dari sumber informasi (instansi terkait, media masa, media elektronik, dan lain-lain). Menurut anda bagaimanan tingkat ketersediaan informasi tentang PTT yang bapak butuhkan ?

a. Sangat mudah mendapatkan informasi tentang PTT dan dapat diperoleh kapan saja dibutuhkan.

b. Mudah memperoleh informasi tentang P TT tetapi memerlukan waktu c. Tidak mudah mendapatkan informasi PTT karena tidak tersedia atau tidak

tepat waktu

25. Intensitas penyuluhan adalah seberapa banyak petani menerima penyuluhan dalam satu musim tanam tentang teknologi PTT padi sawah, ( baik penyuluhan yang diberikan secara perorangan kepada petani oleh Penyuluh pertanian atau petugas pertanian, maupun penyuluhan yang diterima saat mengikuti

pertemuan yang diadakan oleh instansi terkait pertanian). Anda menerima penyuluhan berapa kali dalam satu musim tanm?

a. Lebih dari 10 kali dalam satu musim tanam b. 6 - 10 kali dalam satu musim tanam


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sawah (Studi Kasus : Petani Padi Sawah, Kec. Rawang Panca Arga, Kab. Asahan)

4 32 107

MAKALAH SEMINAR/HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PETANI DENGAN TINGKAT PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI KECAMATAN MONCONGLOE KABUPATEN MAROS | Agronomi Pertanian

0 1 24

MAKALAH SEMINAR /HUBUNGAN ANTARA FAKTOR EKSTERNAL PETANI DENGAN TINGKAT PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI KECAMATAN MONCONGLOE KAB. MAROS | Agronomi Pertanian

0 0 21

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sawah (Studi Kasus : Petani Padi Sawah, Kec. Rawang Panca Arga, Kab. Asahan)

0 1 11

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sawah (Studi Kasus : Petani Padi Sawah, Kec. Rawang Panca Arga, Kab. Asahan)

0 0 1

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sawah (Studi Kasus : Petani Padi Sawah, Kec. Rawang Panca Arga, Kab. Asahan)

0 0 5

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sawah (Studi Kasus : Petani Padi Sawah, Kec. Rawang Panca Arga, Kab. Asahan)

0 0 12

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sawah (Studi Kasus : Petani Padi Sawah, Kec. Rawang Panca Arga, Kab. Asahan)

0 0 2

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sawah (Studi Kasus : Petani Padi Sawah, Kec. Rawang Panca Arga, Kab. Asahan)

0 1 37

ANALISIS FAKTOR PRODUKSI TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DENGAN SISTEM PTT

0 0 16