Analisis faktor-faktor kesulitan belajar : studi deskriptif faktor-faktor kesulitan belajar yang intens mengganggu siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

(1)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KESULITAN BELAJAR

(Studi Deskriptif Faktor-faktor Kesulitan Belajar

yang Intens Mengganggu Siswa Kelas VIII

SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta

Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya

Terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Klasikal)

Anang Cahyono Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor kesulitan belajar yang intens mengganggu siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dan membuat usulan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai untuk membantu siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta mengatasi kesulitan belajarnya.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 74 orang. Alat pengumpul data yang digunakan adalah Kuesioner Kesulitan Belajar Siswa SMP yang disusun langsung oleh peneliti dengan menggunakan jenis skala semantic differential. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 21 agustus 2014. Kesulitan belajar yang intens mengganggu siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 peneliti kategorisasikan berdasarkan kriteria Azwar yaitu sangat intens mengganggu, intens mengganggu, cukup intens mengganggu, tidak mengganggu secara intens, dan sangat tidak mengganggu.

Berdasarkan hasil penelitian, faktor kesulitan belajar yang intens mengganggu siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yaitu 2,82% bersumber dari dalam diri siswa dan 15,51% bersumber dari luar diri siswa. Bertolak dari kesulitan belajar yang intens mengganggu, peneliti menyusun topik-topik bimbingan klasikal untuk siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS IN LEARNING DIFFICULTIES

(A Descriptive Study of Factors Contributing to Learning

Difficulties Disturbing Students of the Eighth Grade Student

of SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta

in the Academic Year of 2014/2015 and Its Implications

To Suggested Topics Classical Guidance)

Anang Cahyono Sanata Dharma University

2015

This study aims at finding factors contributing to learning difficulties distrurbing students and its implication to sugessted topics for classical guidance for the eighth grade students of SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta in the academic year of 2014/2015.

This research includes descriptive research with survey methodology. The subjects of the research are 74 eighth grade Students of SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta in the academic year of 2014/2015. The data is gathered through learning difficulties questionaire designed by the researcher using semantic differential scale. The data collection is done on 21 August 2014. The findings show that the difficulties are acategorized into four things, those are: very disturbing intensly; intensely disturbing; quite disturbing; not disturbing intensly; and not intensely disturbing at all.

Based on the findings, the factors contributing to learning difficulties disturbing Students of the eighth grade Students of SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta in the academic year of 2014/2015 are internal problem coming from the student themselves (2,82%) and external problems (15,51%). Based on the findings and the discussion, the researcher compiled suggested topics for classical guidance for students of the eighth grade students of the SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta in the academic year of 2014/2015.


(3)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KESULITAN BELAJAR

(Studi Deskriptif Faktor-faktor Kesulitan Belajar

yang Intens Mengganggu Siswa Kelas VIII

SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta

Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya

Terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Klasikal)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh: Anang Cahyono NIM: 101114010

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

i

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KESULITAN BELAJAR

(Studi Deskriptif Faktor-faktor Kesulitan Belajar

yang Intens Mengganggu Siswa Kelas VIII

SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta

Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya

Terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Klasikal)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh: Anang Cahyono NIM: 101114010

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yang Maha Esa Atas berkat dan rahmat yang telah diberikan kepadaku

Untuk kedua orang tuaku: Sarwono & Sri Lestari Untuk ketiga kakakku: Eka Setiawarni & Dwi Novita Sari Untuk kedua adikku: Ayu Astuti & Arif Maulana Atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepadaku

Untuk para dosen Bimbingan dan Konseling Atas bimbingan yang telah diberikan kepadaku

Untuk para sahabat dan Keluarga Universitas Sanata Dharma Atas segala pelajaran hidup yang telah diberikan kepadaku

MOTTO

Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.


(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Januari 2015


(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Anang Cahyono Nomor Induk Mahasiswa : 101114010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KESULITAN BELAJAR (Studi Deskriptif Faktor-faktor Kesulitan Belajar yang Intens Mengganggu Siswa Kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Klasikal), beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta


(10)

vii

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KESULITAN BELAJAR

(Studi Deskriptif Faktor-faktor Kesulitan Belajar

yang Intens Mengganggu Siswa Kelas VIII

SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta

Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya

Terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Klasikal)

Anang Cahyono Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor kesulitan belajar yang intens mengganggu siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dan membuat usulan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai untuk membantu siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta mengatasi kesulitan belajarnya.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 74 orang. Alat pengumpul data yang digunakan adalah Kuesioner Kesulitan Belajar Siswa SMP yang disusun langsung oleh peneliti dengan menggunakan jenis skala semantic differential. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 21 agustus 2014. Kesulitan belajar yang intens mengganggu siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 peneliti kategorisasikan berdasarkan kriteria Azwar yaitu sangat intens mengganggu, intens mengganggu, cukup intens mengganggu, tidak mengganggu secara intens, dan sangat tidak mengganggu.

Berdasarkan hasil penelitian, faktor kesulitan belajar yang intens mengganggu siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yaitu 2,82% bersumber dari dalam diri siswa dan 15,51% bersumber dari luar diri siswa. Bertolak dari kesulitan belajar yang intens mengganggu, peneliti menyusun topik-topik bimbingan klasikal untuk siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.


(11)

viii

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS IN LEARNING DIFFICULTIES

(A Descriptive Study of Factors Contributing to Learning

Difficulties Disturbing Students of the Eighth Grade Student

of SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta

in the Academic Year of 2014/2015 and Its Implications

To Suggested Topics Classical Guidance)

Anang Cahyono Sanata Dharma University

2015

This study aims at finding factors contributing to learning difficulties distrurbing students and its implication to sugessted topics for classical guidance for the eighth grade students of SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta in the academic year of 2014/2015.

This research includes descriptive research with survey methodology. The subjects of the research are 74 eighth grade Students of SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta in the academic year of 2014/2015. The data is gathered through learning difficulties questionaire designed by the researcher using semantic differential scale. The data collection is done on 21 August 2014. The findings show that the difficulties are acategorized into four things, those are: very disturbing intensly; intensely disturbing; quite disturbing; not disturbing intensly; and not intensely disturbing at all.

Based on the findings, the factors contributing to learning difficulties disturbing Students of the eighth grade Students of SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta in the academic year of 2014/2015 are internal problem coming from the student themselves (2,82%) and external problems (15,51%). Based on the findings and the discussion, the researcher compiled suggested topics for classical guidance for students of the eighth grade students of the SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta in the academic year of 2014/2015.


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

rahmat yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi

Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penulis sadar bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik

tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung dan mendampingi

penulis. Oleh karena itu, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih banyak

kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta serta dosen pembimbing

yang sabar dan tulus membimbing penulis selama proses penulisan skripsi.

2. Bapak dan Ibu dosen Bimbingan dan Konseling yang telah mendampingi dan

mendidik penulis selama perkuliahan.

3. Br. Kosmas Mulyadi, S.Pd., CSA., selaku Kepala Sekolah SMP Santo

Aloysius Turi Yogyakarta yang telah bersedia memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melakukan penelitian.

4. Sri Hartini, BA., selaku guru Bimbingan dan Konseling SMP Santo Aloysius


(13)

x

5. Siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta yang telah bersedia

bekerjasama dan meluangkan waktu dalam pengumpulan data penelitian.

6. Kedua orangtua Sarwono & Sri Lestari yang telah memberikan dukungan

spiritual dan material, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

7. Semua sahabat angkatan 2010, 2011, 2012 yang selalu memberikan motivasi

kepada penulis.

8. Sahabat kontrakan: Tomi si anak singkong, Ricki, Roky, Yudi yang selalu

memberikan penyegaran pikiran dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

9. Semua pihak yang sudah terlibat dan membantu penulis dalam penulisan

skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan bidang

Bimbingan dan Konseling.


(14)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

KATA PENGANTAR ix

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 5

D. Manfaat Penelitian 6

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8

A. Hakekat Belajar 8

1. Pengertian Belajar 8

2. Ciri-ciri Belajar 10

3. Prinsip-prinsip Belajar 13

4. Tujuan Belajar 14

B. Kesulitan Belajar 16

1. Pengertian Kesulitan Belajar 16 2. Gejala-gejala Kesulitan Belajar 18 3. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar 19 4. Dampak Kesulitan Belajar 50


(15)

xii

5. Siswa SMP Sebagai Remaja dan Kesulitan Belajar

Siswa SMP 50

6. Langkah-langkah untuk Mengatasi KesulitanBelajar

Siswa SMP 58

7. Peran Guru Bidang Studi dan Guru BK dalam Membantu

Siswa Mengatasi Kesulitan Belajar 61

C. Program Bimbingan 63

1. Arti Bimbingan 63

2. Bimbingan Klasikal 64 3. Bimbingan Belajar 65

BAB III METODE PENELITIAN 67

A. Jenis Penelitian 67

B. Subjek Penelitian 67

C. Instrumen Penelitian 69

D. Uji Coba Alat 74

1. Validitas Instrumen 74 2. Reliabilitas Instrumen 82 E. Prosedur Pengumpulan Data 83

1. Tahap Persiapan 83

2. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data 84 F. Teknik Analisi Data 85

BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN

TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL 88

A. Hasil Penelitian 88

B. Pembahasan 92

C. Usulan Topik-topik Bimbingan Klasikal 102

BAB V PENUTUP 110

A. Kesimpulan 110

B. Saran 111


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Rincian Subyek Penelitian 69

Tabel 2 : Kisi-kisi Kuesioner Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII SMP

Santo Aloysius Turi Yogyakarta (Uji Coba) 71

Tabel 3 : Rincian Item Valid dan Tidak Valid dalam Uji Coba Instrumen

Penelitian 77

Tabel 4 : Kisi-kisi Kuesioner Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII SMP

Santo Aloysius Turi Yogyakarta (Final) 79

Tabel 5 : Kriteria Indeks Korelasi Reliabilitas Menurut Guilford 82

Tabel 6 : Jadwal Pengumpulan Data Penelitian 85

Tabel 7 : Kategori Skor Item Kuesioner Kesulitan Belajar Siswa

Kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta 87

Tabel 8 : Kategori Butir Kuesioner Kesulitan Belajar Siswa Kelas

VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta 89

Tabel 9 : Kategori Butir Kuesioner Kesulitan Belajar yang Intens Mengganggu Siswa Kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi

Yogyakarta 90

Tabel 10 : Pengelompokan Butir Kuesioner Kesulitan Belajar Berdasarkan

Faktor Internal dan Eksternal 93

Tabel 11 : Kategori Butir Kuesioner Kesulitan Belajar yang Menjadi

Dasar Topik Bimbingan 103

Tabel 12 : Usulan Topik-topik Bimbingan Klasikal Siswa Kelas VIII SMP


(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII SMP

Santo Aloysius Turi Yogyakarta (Uji Coba) 116

Lampiran 2 : Data Uji Coba Kuesioner Kesulitan Belajar Siswa

Kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta 134

Lampiran 3 : Data Hasil Perhitungan Validitas 144

Lampiran 4 : Kuesioner Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII SMP

Santo Aloysius Turi Yogyakarta (Final) 148

Lampian 5 : Data Perhitungan Reliabilitas 165

Lampiran 6 : Tabulasi Data Penelitian 166

Lampiran 7 : Hasil Skor Kategorisasi Butir Kesulitan Belajar

yang Intens Mengganggu Siswa 182

Lampiran 8 : Contoh Satuan Pelayanan Bimbingan 185

Lampiran 9 : Surat Keterangan Ijin Uji Coba Kuesioner dan Ijin

Pengumpulan Data Penelitian 191


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab pendahuluan berisi uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional dari

istilah-istilah pokok yang digunakan.

A.Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

dewasa. Rentang usia pada masa remaja berlangsung antara usia 13 tahun

sampai 22 tahun. Masa transisi yang berlangsung pada masa remaja terdiri dari

masa remaja awal dan masa remaja akhir. Masa remaja awal merupakan masa

yang berlangsung antara usia 13 tahun sampai 17 tahun, sedangkan masa

remaja akhir berlangsung pada usia 18 tahun sampai 22 tahun. Masa remaja

awal ditandai dengan tingkah laku yang ingin menyendiri, rendahnya keinginan

untuk bekerja, kurangnya koordinasi fungsi-fungsi tubuh, kejemuan,

kegelisahan, pertentangan sosial, pertentangan terhadap orang dewasa,

kepekaan perasaan, rendahnya kepercayaan diri, timbulnya minat pada lawan

jenis, dan kesukaan untuk berkhayal, sedangkan masa remaja akhir, aspek fisik

dan psikis yang dimiliki mulai stabil, pandangan hidup mulai realistis,

kematangan dalam mengatasi masalah, dan ketenangan dalam mengelola

perasaan.

Usia remaja awal merupakan usia yang kebanyakan dialami oleh siswa

yang sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Semua


(19)

yang berlangsung pada kegiatan belajar selalu melibatkan aspek kognitif,

afeksi, konasi, dan motorik yang dimiliki oleh siswa. Keseluruhan aspek yang

dimiliki oleh siswa akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Gestal

(Rohmah, 2012: 195-199) belajar adalah aktivitas yang melibatkan aspek

kognitif berupa persepsi; mengingat; dan berpikir, aspek afeksi berupa minat;

motivasi, dan aspek psikomotor berupa menulis dan membaca. Keseluruhan

aspek yang dimiliki oleh siswa akan menghasilkan perubahan perilaku melalui

pengalaman yang telah dialami sebelumnya. Perubahan perilaku pada proses

belajar akan berlangsung terus-menerus dan cenderung menetap.

Aktivitas belajar akan berlangsung terus-menerus dan kapan saja. Salah

satu lembaga formal yang menjadi tempat berlangsungnya kegiatan belajar

adalah sekolah. Aktivitas belajar yang berlangsung di sekolah tidak selamanya

berjalan dengan baik. Penyebabnya ada faktor dari dalam diri (internal) siswa

maupun dari luar diri siswa (eksternal) yang kurang mendukung kegiatan

belajar. Faktor internal dan eksternal yang kurang mendukung kegiatan belajar

akan mempengaruhi prestasi yang didapatkan oleh siswa.

Siswa-siswi yang berprestasi rendah bukanlah siswa yang tidak pintar.

Mereka mengalami kesulitan belajar yang berakibat pada ketidakberhasilan

dalam mencapai prestasi belajar yang baik. Kesulitan belajar yang terjadi pada

siswa disebabkan adanya hambatan yang berasal dari dalam maupun dari luar

diri siswa. Menurut Rohmah (2012: 292-293) kesulitan belajar merupakan

keadaan yang disebabkan karena adanya hambatan atau gangguan dari dalam


(20)

Hambatan-hambatan ini dipengaruhi oleh aspek-aspek yang mempengaruhi

proses belajar-mengajar. Menurut Winkel (2007: 150-152) ada lima aspek yang

mempengaruhi proses belajar-mengajar yaitu pribadi siswa, pribadi guru,

struktur jaringan hubungan di sekolah, sekolah sebagai institusi pendidikan,

dan faktor-faktor situasional. Keseluruhan aspek yang mempengaruhi proses

belajar-mengajar disebut “Keadaan awal”. “Keadaan awal” merupakan keseluruhan kenyataan kepribadian, sosial, institusional, dan situasional yang

dalam kaitannya dengan tujuan instruksional dapat berpengaruh terhadap

kelangsungan proses belajar-mengajar di dalam kelas. Keseluruhan

aspek-aspek yang mempengaruhi proses belajar akan menjadi aspek-aspek dari faktor-faktor

kesulitan belajar, jika aspek-aspek tersebut menghambat ketercapaian dari

tujuan belajar.

Kesulitan belajar dapat terjadi pada semua tingkatan pendidikan,

termasuk pada tingkatan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Penelitian yang dilakukan oleh Atanus (2013) pada Sekolah Menengah

Pertama menjelaskan bahwa remaja mengalami kesulitan belajar dalam hal

memahami materi pelajaran; lemahnya kemampuan menangkap materi

pelajaran yang diajarkan oleh guru; mempelajari pelajaran eksakta

(matematika, fisika), dan non eksakta (IPS, bahasa asing); mengingat materi

pelajaran; menerima sikap guru yang pilih kasih, memanfaatkan

fasilitas-fasiltas yang disediakan oleh sekolah, menyesuaikan diri dengan letak sekolah


(21)

tersebut disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri siswa; pribadi

guru; sekolah sebagai institusi pendidikan; situasional.

Penelitian analisis faktor-faktor kesulitan belajar dilakukan pada SMP

Santo Aloysius Turi Yogyakarta. Dasar peneliti melakukan penelitian di SMP

Santo Aloysius Turi Yogyakarta adalah penelitian yang dilakukan oleh Ricky

(2014) di SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta yang menyimpulkan bahwa

ada 16 siswa dari 26 siswa yang mengalami kesulitan saat mengerjakan

soal-soal aplikasi segiempat. Selanjutnya dari hasil observasi dan wawancara

peneliti dengan guru Bimbingan dan Konseling serta teman yang telah

berpraktik memberikan gambaran bahwa ada beberapa siswa yang mengalami

kesulitan pada mata pelajaran bahasa inggris dan IPS; sulitnya berkonsentrasi

ketika belajar; serta mengingat materi pelajaran yang telah diberikan oleh guru.

Kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh siswa di atas menjadi dasar bagi

peneliti untuk menganalisis faktor-faktor kesulitan belajar apa saja yang intens

mengganggu siswa SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta dan menentukan


(22)

B.Rumusan Masalah

Masalah yang diteliti pada penelitian ini adalah:

1. Faktor kesulitan belajar manakah yang intens mengganggu siswa kelas

VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015?

2. Berdasarkan analisis faktor-faktor kesulitan belajar yang intens

mengganggu, usulan topik bimbingan apakah yang sesuai untuk membantu

siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta dalam mengatasi

kesulitan belajarnya?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan faktor-faktor kesulitan belajar yang intens mengganggu

siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran

2014/2015.

2. Mengidentifikasi butir-butir kuesioner kesulitan belajar yang intens

mengganggu siswa guna menyusun topik-topik bimbingan klasikal yang

sesuai bagi siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun


(23)

D.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini memberikan sumbangan pengetahuan Bimbingan dan

Konseling mengenai faktor-faktor kesulitan belajar dan topik-topik

bimbingan kesulitan belajar.

2. Manfaat praktis

a. Bagi guru pembimbing

Guru pembimbing mendapatkan gambaran mengenai faktor-faktor

kesulitan belajar yang intens mengganggu siswa, sehingga guru

pembimbing dapat menyusun program bimbingan belajar yang sesuai

dengan kebutuhan dan masalah siswa dalam belajar.

b. Bagi guru mata pelajaran

Guru mata pelajaran memperoleh informasi mengenai faktor-faktor

kesulitan belajar yang intens mengganggu para siswa, sehingga guru

mata pelajaran dapat berperan aktif dalam pencegahan dan pengentasan

kesulitan belajar siswa.

c. Bagi siswa

Siswa menyadari faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang

dimilikinya, sehingga dirinya bersedia untuk dibantu menyelesaikan

permasalahan belajarnya dan pada akhirnya dapat berhasil dalam


(24)

E.Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Belajar merupakan keseluruhan kegiatan psikis dan fisik guna mendapatkan

perubahan tingkah laku, kebiasaan, pengetahuan, dan keterampilan yang

relatif menetap berdasarkan pengalaman individu dengan lingkungannya.

2. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

hambatan dari dalam diri maupun luar diri individu sehingga menimbulkan

ketidakberhasilan dalam mencapai tujuan belajar.

3. Faktor-faktor kesulitan belajar adalah hal-hal yang mempengaruhi siswa

mengalami suatu kondisi yang menimbulkan ketidakberhasilan dalam

mencapai tujuan belajar.

4. Siswa SMP kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta adalah siswa

kelas VIII yang terdaftar aktif di SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta

tahun ajaran 2014/2015.

5. Bimbingan klasikal adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh pembimbing

kepada sekelompok siswa dalam satuan kelas pada tingkat pendidikan


(25)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab kajian pustaka berisi uraian hakekat belajar, kesulitan belajar, dan program

bimbingan.

A.Hakekat Belajar 1. Pengertian Belajar

Aktivitas kegiatan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari

kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang berlangsung dalam kehidupan

manusia akan terjadi kapan saja dan di mana saja. Setiap orang yang

mengalami proses belajar akan mendapatkan suatu perubahan, baik dalam

perubahan kognitif maupun perilaku. Perubahan yang positif dari proses

belajar akan membuat seorang semakin berkembang seoptimal mungkin.

Sebaliknya perubahan yang negatif dari proses belajar akan membuat

seorang gagal dalam mencapai aktualisasi diri.

Sekolah merupakan salah satu lembaga formal yang di dalamnya

berlangsung aktivitas belajar. Kegiatan yang berlangsung di sekolah

membantu siswa memahami hal-hal yang dapat membantu mereka untuk

mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Keberhasilan sekolah

dalam membantu siswa mencapai tujuan dari kegiatan belajar dipengaruhi

oleh faktor yang berasal dari dalam diri siswa maupun luar diri siswa.

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa yaitu kemampuan kognitif,


(26)

siswa yaitu pribadi guru, hubungan sosial di sekolah, institusi pendidikan

yang ada di sekolah, dan faktor-faktor situasional.

Definisi belajar sudah banyak dijelaskan oleh ahli yang bergerak

dalam bidang psikologi maupun pendidikan. Makmun (2007: 172)

menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku seorang

berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Pengalaman yang dialami

oleh seorang menjadi dasar bagi dirinya untuk mengubah perilaku yang

dimilikinya. Menurut Slameto (Djamarah, 2011: 13) belajar adalah usaha

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang

baru, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan

lingkungannya. Perubahan yang terjadi pada proses belajar berupa

perubahan dalam bentuk tingkah laku yang baru. Selanjutnya menurut

Aunurrahman (2011: 35) belajar adalah proses yang dilakukan individu

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam

interaksi dengan lingkungannya. Hasil dari pengalaman individu dengan

lingkungan membuatnya memiliki perubahan dalam tingkah laku.

Aktivitas yang berlangsung dalam belajar melibatkan dua unsur,

yaitu psikis dan fisik. Aktivitas yang berlangsung dalam belajar harus

berlangsung secara beriringan agar mendapatkan suatu perubahan.

Perubahan yang dihasilkan dalam proses belajar adalah perubahan psikis.

Perubahan psikis yang terjadi dalam diri individu akan mempengaruhi


(27)

Winkel (2007: 59) belajar adalah aktivitas mental, yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan

dalam pengetahuan-pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap dan bersifat

menetap. Namun tidak semua perubahan merupakan hasil dari proses

belajar. Perubahan yang tidak berasal dari proses belajar adalah perubahan

akibat kelelahan fisik, menggunakan obat, penyakit parah, dan pertumbuhan

jasmani.

Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli, dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah keseluruhan kegiatan psikis dan fisik guna

mendapatkan perubahan perilaku yang relatif menetap berdasarkan

pengalaman individu dengan lingkungannya. Pengertian ini menyimpulkan

bahwa siswa dikatakan telah melakukan aktivitas belajar jika sudah

mengalami perubahan baik dalam pikiran, maupun tindakan.

2. Ciri-ciri Belajar

Belajar sangat identik dengan kata “perubahan”. Siswa dikatakan

telah belajar, jika ia melakukan aktivitas belajar dan mengalami perubahan

dalam dirinya. Siswa yang hanya melakukan aktivitas belajar tanpa diiringi

oleh perubahan perilaku belum dapat dikatakan belajar. Menurut Djamarah

(2011: 14-15) siswa dikatakan telah belajar jika memiliki ciri-ciri belajar.


(28)

a. Perubahan yang terjadi secara sadar

Adanya perubahan yang terjadi secara sadar berarti siswa yang

belajar akan menyadari dan merasakan adanya perubahan dalam dirinya.

Misalnya, siswa menyadari bahwa pengetahuannya mengenai suatu hal

tertentu bertambah, kecakapannya bertambah atau kebiasaannya

bertambah.

b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

Perubahan yang terjadi pada proses belajar bersifat fungsional

berarti perubahan yang terjadi dalam diri siswa yang belajar berlangsung

secara berkesinambungan dan tidak statis. Perubahan yang terjadi pada

diri siswa akan mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi

berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar

selanjutnya. Misalnya, seorang anak yang sedang belajar menulis, maka

ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat

menulis.

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif berarti

perubahan-perubahan yang terjadi ketika belajar selalu bertambah dan

tertuju pada hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Semakin besar usaha

untuk belajar, semakin besar pula perubahan yang diperoleh. Selain itu,

perubahan dapat dikatakan aktif apabila tidak terjadi dengan sendirinya,


(29)

perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan

sendirinya, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara berarti tingkah

laku yang dihasilkan setelah belajar belajar bersifat menetap atau

permanen. Misalnya, kecakapan anak dalam memainkan gitar. Anak

yang belajar dan dapat memainkan gitar tidak akan hilang kemampuan

yang dimilikinya, melainkan kemampuan bermain gitar yang dimilikinya

akan semakin berkembang bila dilatih terus-menerus.

e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah berarti perubahan

tingkah laku dalam proses belajar terjadi karena adanya tujuan yang

hendak dicapai. Perubahan dalam belajar tertuju pada perubahan tingkah

laku yang benar-benar disadari. Misalnya, seorang yang belajar

mengendarai mobil. Sebelum ia menetapkan keinginan untuk dapat

mengendarai mobil, orang tersebut sebelumnya sudah menetapkan apa

yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengendarai mobil.

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku berarti

perubahan yang dialami individu mempengaruhi perubahan keseluruhan

tingkah laku. Jika siswa belajar mengenai suatu hal, sebagai hasilnya ia

akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh seperti sikap,


(30)

seorang anak yang belajar mengendarai sepedah, maka perubahan yang

paling nampak adalah keterampilan mengendarai sepedah. Anak yang

belajar mengendarai sepedah tidak akan mempedulikan mengenai bagus

atau tidaknya sepedah yang dimiliki. Akan tetapi, jika setelah anak

tersebut dapat mengendarai sepedah, ia akan mengalami

perubahan-perubahan yang lainnya, seperti pemahaman tentang cara kerja sepedah,

pengetahuan tentang jenis-jenis sepedah, pengetahuan tentang alat-alat

sepedah, maka cita-cita untuk memiliki sepedah yang lebih bagus akan

muncul. Jadi, aspek perubahan yang satu berhubungan erat dengan aspek

lainnya.

3. Prinsip-prinsip Belajar

Belajar merupakan aktivitas yang di dalamnya terdapat

prinsip-prinsip yang harus dipahami dan dilaksanakan guna mencapai tujuan yang

hendak dicapai. Ada beberapa prinsip belajar yang perlu diperhatikan agar

kegiatan belajar dapat menimbulkan perubahan yang positif.

Prinsip-prinsip belajar menurut Mustaqim (2008: 69) yaitu:

a. Belajar akan berhasil jika disertai kemauan dan tujuan tertentu b. Belajar akan lebih berhasil jika disertai tindakan, latihan, dan

pengulangan

c. Belajar akan berhasil jika tujuan belajar berhubungan dengan aktivitas belajar itu sendiri atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya

d. Belajar akan berhasil jika bahan yang sedang dipelajari dipahami lebih dalam, bukan sekedar menghafal fakta

e. Proses belajar memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain

f. Hasil belajar dibuktikan dengan adanya perubahan dalam diri siswa


(31)

g. Ulangan dan latihan sangat diperlukan, akan tetapi harus didahului oleh pemahaman

4. Tujuan Belajar

Aktivitas yang berlangsung dalam proses belajar selalu memiliki

tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang hendak dicapai ketika belajar

sangat penting untuk diperhatikan agar kegiatan belajar memiliki dampak

positif bagi individu yang belajar. Menurut Sadirman (2011: 26) tujuan yang

hendak dicapai dalam belajar yaitu:

a. Mendapatkan pengetahuan

Proses mendapatkan pengetahuan dalam belajar ditandai dengan

berpikir. Kemampuan berpikir tidak dapat dikembangkan jika

kemampuan itu tidak didukung oleh bahan pengetahuan. Aktivitas

berpikir, menjadikan siswa memiliki pengetahuan dan mengembangkan

suatu pengetahuan melalui proses belajar. Pengetahuan dapat diperoleh

siswa ketika belajar dengan mendengarkan guru yang sedang mengajar,

membaca buku-buku pelajaran yang dianjurkan oleh guru, mengerjakan

tugas-tugas yang diberikan oleh guru, dan lain sebagainya. Salah satu

contohnya yaitu seorang anak yang sedang belajar matematika mengenai

rumus untuk mengetahui luas persegi panjang. Anak yang sedang

mempelajari rumus matematika harus berpikir bagaimana cara untuk

dapat mempergunakan rumus luas persegi panjang. Pemahaman akan


(32)

memperhatikan guru yang sedang menjelaskan, dan berlatih mengerjakan

soal.

b. Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep dalam belajar sangat dipengaruhi oleh

keterampilan yang dimiliki oleh siswa. Penanaman konsep dapat terjadi

jika siswa memiliki keterampilan yang bersifat jasmani (keterampilan

gerak dan fungsi dari anggota tubuh) maupun rohani (penghayatan,

kreativitas, dan merumuskan suatu konsep). Jadi proses penanaman

konsep dalam belajar dapat berlangsung dengan baik jika didukung oleh

keterampilan yang baik pula. Keterampilan yang baik dapat dimiliki

siswa dengan melatih kemampuan yang dimiliki, seperti mengungkapkan

perasaan melalui tulisan atau lisan. Misalnya, seorang arsitektur, harus

memiliki kreativitas dan perhitungan yang tepat dalam menciptakan

sebuah rancangan rumah atau bangunan. Hasil rancangan bangunan yang

dihasilkan dapat terealisasikan jika didukung kemampuan motorik yang

dimiliki arsitek yaitu kemampuan untuk menggambar atau menggunakan

program komputer tertentu yang dapat membuat sebuah desain

bangunan.

c. Pembentukan sikap

Pembentukan sikap dalam belajar sangat memerlukan kecakapan

siswa dalam mengarahkan diri, motivasi diri dan berpikir dengan

menggunakan sebuah model pribadi yang baik, seperti guru. Guru


(33)

yang memberikan nilai-nilai positif kepada siswa. Penanaman nilai-nilai

yang positif oleh guru akan menjadikan siswa memiliki sikap yang baik

pula. Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menanamkan

nilai-nilai yang baik kepada siswa yaitu diskusi, demonstrasi,

sosiodrama.

Aktivitas belajar yang menghasilkan suatu perubahan akan

berlangsung secara terus-menerus. Perubahan yang dialami oleh siswa

sebagai hasil dari belajar dapat berupa tingkah laku, kebiasaan,

pengetahuan, dan keterampilan. Perubahan yang positif dapat terjadi jika

kegiatan belajar sejalan dengan prinsip-prinsip belajar dan tujuan belajar.

Namun jika kegiatan belajar yang telah dilakukan tetap memunculkan

adanya siswa yang tidak dapat mengikuti kegiatan belajar dengan baik,

maka bisa dikatakan bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan belajar.

B.Kesulitan Belajar

1. Pengertian Kesulitan Belajar

Aktivitas belajar akan berlangsung seumur hidup. Aktivitas yang

berlangsung dalam proses belajar akan berjalan dengan lancar jika

keseluruhan aspek yang ada dalam diri dan luar diri siswa mendukung

kegiatan belajar-mengajar. Namun dalam kenyataannya, proses belajar yang

berlangsung di sekolah tidak semuanya berjalan lancar. Ada beberapa anak

yang memiliki prestasi belajar di bawah rata-rata. Perbedaan prestasi belajar


(34)

bodoh. Perbedaan prestasi belajar yang dimiliki oleh anak, disebabkan anak

tersebut mengalami kesulitan belajar.

Menurut Burton (Makmun, 2007: 307) kesulitan belajar merupakan

kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Kegagalan

tersebut dapat berupa kegagalan dalam memahami materi pelajaran,

mengingat materi pelajaran, dan lain sebagainya. Selanjutnya menurut

Rohmah (2012: 292-293) kesulitan belajar adalah keadaan yang disebabkan

adanya hambatan atau gangguan dalam diri maupun luar diri siswa sehingga

berdampak pada prestasi belajar yang buruk. Hambatan dari dalam maupun

luar diri siswa dapat berupa rendahnya intelegensi, kurangnya minat dan

motivasi, kurangnya fasilitas yang ada di sekolah, kualitas guru yang kurang

baik, dan lain sebagainya. Berikutnya menurut Dalyono (2010: 229)

kesulitan belajar adalah suatu kondisi yang membuat seseorang tidak dapat

belajar sebagai mana mestinya. Kondisi ini disebabkan karena adanya

hambatan dalam belajar. Hambatan tersebut menyebaban individu

mengalami kegagalan atau setidak-tidaknya kurang berhasil dalam

mencapai tujuan belajar. Selanjutnya menurut Djamarah (2011: 235)

kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana anak didik tidak dapat belajar

secara wajar yang disebabkan karena adanya hambatan dalam belajar.

Hambatan dalam belajar dapat berasal dari faktor yang terdapat dalam diri

siswa maupun luar diri siswa.

Berdasarkan pandangan para ahli mengenai kesulitan belajar, dapat


(35)

dengan adanya hambatan dari dalam diri maupun luar diri individu sehingga

menimbulkan ketidakberhasilan dalam mencapai tujuan belajar.

2. Gejala-gejala Kesulitan Belajar

Siswa yang mengalami kesulitan belajar memiliki

hambatan-hambatan yang sering muncul dalam bentuk gejala-gejala yang dapat

diamati oleh pancaindra. Gejala-gejala kesulitan belajar akan nampak dalam

aspek-aspek kognitif, afektif, konatif, dan motorik. Gejala-gejala kesulitan

belajar akan nampak baik dalam proses belajar maupun hasil belajar.

Menurut Dalyono (2010: 247) gejala-gejala yang menunjukkan siswa

mengalami kesulitan belajar yaitu:

a. Siswa menunjukkan prestasi yang rendah/di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh teman-teman sekelasnya.

b. Siswa menunjukkan hasil belajar yang tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukannya. Siswa telah berusaha keras tetapi selalu mendapatkan nilai yang rendah.

c. Siswa menunjukkan suatu perilaku yang lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Siswa selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal, dalam menyelesaikan tugas-tugas pelajaran yang diberikan oleh guru.

d. Siswa menunjukkan sikap-sikap yang kurang baik terhadap guru serta teman-temannya, seperti tidak mendengarkan guru yang sedang menjelaskan materi pelajaran, menentang penjelasan guru dengan membentak, berpura-pura memahami materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru walaupun sebenarnya siswa tersebut tidak memahami materi yang telah dijelaskan, dan sebagainya.

e. Siswa menunjukkan tingkah laku yang berlainan dengan siswa-siswa pada umumnya, seperti mudah tersinggung oleh perkataan teman atau guru yang menegur, murung berhari-hari ketika mendapatkan nilai yang buruk, pemarah, cepat bingung ketika mendapatkan sebuah tugas yang tidak dimengerti, cemberut, kurang gembira, selalu sedih.


(36)

Gejala-gejala kesulitan belajar yang dijelaskan di atas memberikan

gambaran bahwa siswa dapat diduga mengalami kesulitan belajar jika yang

bersangkutan menunjukkan kegagalan dalam mencapai tujuan-tujuan

belajarnya. Kegagalan dalam mencapai tujuan belajar dapat disebabkan oleh

faktor-faktor yang ada dalam diri, maupun luar diri siswa.

3. Faktor-faktor Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar pada siswa terjadi karena adanya kegagalan dalam

mencapai tujuan belajar. Munculnya kesulitan belajar disebabkan oleh

berbagai faktor. Menurut Winkel (2007: 151-152) ada lima aspek dari

faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yaitu pribadi siswa, pribadi guru,

strutur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi

pendidikan, dan faktor-faktor situasional. Kelima faktor penyebab kesulitan

belajar dikelompokkan menjadi faktor internal (kognitif, konatif, afeksi,

motorik) dan eksternal (pribadi guru, hubungan sosial di sekolah, institusi

pendidikan yang ada di sekolah, dan faktor-faktor situasional). Faktor-faktor

penyebab kesulitan belajar berasal dari aspek-aspek yang mempengaruhi

proses belajar-mengajar. Keseluruhan aspek yang mempengaruhi proses

belajar-mengajar disebut “Keadaan awal”. “Keadaan awal” merupakan sekumpulan hal yang mempengaruhi keseluruhan proses belajar-mengajar.

Jadi jika aspek-aspek yang mempengaruhi proses belajar menjadi


(37)

dapat menjadi aspek dari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar.

Aspek dari faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yaitu:

a. Pribadi siswa

Pribadi siswa mencakup hal-hal sebagai berikut (Winkel, 2007:

154-218):

1) Fungsi kognitif

Fungsi kognitif terdiri dari intelegensi, bakat, organisasi kognitif,

kemampuan berbahasa, daya fantasi, gaya belajar, dan teknik studi.

a) Intelegensi

Intelegensi sangat berperan penting sebagai faktor yang

menentukan berhasil tidaknya siswa di sekolah. Menurut Dalyono

(2010: 233) siswa yang memiliki IQ 110-140 dapat digolongkan

cerdas, 140 ke atas sangat cerdas atau genius. Semakin tinggi IQ

yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin cerdas kemampuan

yang dimilikinya. Sebaliknya siswa memiliki IQ kurang dari 90

tergolong lemah. Siswa yang memiliki IQ tergolong lemah

kemungkinan besar akan mengalami kesulitan belajar.

Intelegensi memiliki dua pengertian yaitu intelegensi dalam

arti luas dan intelegensi dalam arti sempit. Intelegensi dalam arti

luas adalah kemampuan untuk mencapai prestasi, yang di dalamnya

kemampuan berpikir memegang peranan. Prestasi yang

dimaksudkan pada intelegensi dalam arti luas adalah prestasi dalam


(38)

mampu mengatur waktu dengan baik, mampu beradaptasi, dan

mampu mengikuti pelajaran di sekolah. Intelegensi dalam arti

sempit adalah kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah,

yang di dalamnya kemampuan berpikir memegang peranan pokok.

Intelegensi dalam arti sempit sering disebut “Kemampuan intelektual” atau “Kemampuan akademik”. Prestasi yang

dimaksudkan pada intelegensi dalam arti sempit adalah

kemampuan untuk mengingat materi pelajaran dengan baik dan

cepat, mampu menghitung dengan baik dan cepat, mampu

menciptakan ide dengan baik dan cepat, mampu berbahasa asing

dengan baik (Winkel, 2007: 155).

Taraf prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh

kemampuan intelektual yang dimilikinya, khususnya mengenai

intelegensi dalam arti sempit. Intelegensi dalam arti sempit

membantu siswa dalam memahami aneka bidang studi yang

menuntut pemikiran, seperti matematika dan bahasa asing sehingga

memudahkan dalam mengikuti pelajaran yang diberikan. Namun

tinggi rendahnya prestasi siswa tidak hanya dipengaruhi oleh taraf

intelegensi saja. Ada faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi

prestasi yang dimiliki oleh siswa, salah satunya adalah motivasi

belajar. Siswa yang memiliki intelegensi tinggi tidak akan


(39)

sungguh-sungguh dan memiliki motivasi dalam mengikuti

pelajaran.

Taraf intelegensi yang dimiliki oleh siswa dapat diketahui

dengan melakukan tes intelegensi. Sekolah sebagai institusi

pendidikan, biasanya memberikan tes intelegensi dalam dua

kelompok yaitu tes intelegensi umum dan tes intelegensi khusus.

Tes intelegensi umum adalah tes intelegensi yang di dalamnya

disajikan soal-soal yang menuntut kemampuan berpikir di bidang

penggunaan bahasa, bilangan-bilangan, dan pengamatan ruang. Tes

intelegensi khusus adalah tes intelegensi yang di dalamnya

disajikan soal-soal yang berkenaan dengan bidang studi tertentu,

sehingga melalui tes ini seorang dapat diketahui apakah ia memiliki

bakat khusus di bidang studi tertentu. Misalnya, matematika,

bahasa, dan lain sebagainya.

Kemampuan intelektual siswa merupakan bagian yang tidak

dapat dipisahkan dari daya kreativitas. Kemampuan intelektual dan

kreativitas sama-sama mengarah pada kemampuan berpikir.

Kemampuan berpikir mengacu pada kemampuan dalam

menciptakan suatu pemikiran yang baru atau baru terpikirkan oleh

sedikit orang. Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan

mengalami kesulitan dalam menciptakan sebuah pemikiran yang


(40)

b) Bakat

Menurut Winkel (2007: 162) bakat merupakan kemampuan

yang menonjol di suatu bidang tertentu, misalnya di bidang studi

matematika atau bahasa asing. Bakat dibentuk dalam kurun waktu

tertentu dan merupakan perpaduan dari taraf intelegensi pada

umumnya, komponen intelegensi tertentu, pengaruh pendidikan

dalam keluarga dan sekolah, serta minat yang dimiliki oleh

individu. Bakat yang dimiliki oleh seseorang berbeda-beda.

Seorang yang memiliki bakat pada bidang tertentu, mungkin pada

bidang lainnya ia mengalami keterlambatan. Namun tidak jarang

ada orang yang memiliki bakat diberbagai bidang tertentu yang

dapat dengan mudah mengembangkan semua bakat yang

dimilikinya. Perbedaan-perbedaan bakat yang dimiliki oleh

individu menunjukkan bahwa setiap orang pasti memiliki bakat

untuk mencapai prestasi yang sesuai dengan kapasitasnya

masing-masing (Djamarah, 2011: 138). Pengaruh bakat dalam mencapai

prestasi menunjukkan bahwa bakat dapat mempengaruhi proses

belajar siswa dan akan berakibat pada prestasi belajar yang dimiliki

oleh siswa. Seorang yang mampu mengembangkan bakatnya akan

berusaha memperluas pengetahuan yang dimilikinya, sedangkan

seorang yang tidak mampu mengetahui dan mengembangkan bakat


(41)

c) Organisasi kognitif

Menurut Winkel (2007: 163) organisasi kognitif mengarah

pada kemampuan seorang dalam mengolah dan menyusun berbagai

informasi menjadi satu kesatuan yang utuh. Seorang yang memiliki

organisasi kognitif baik, akan mengolah dan mengingat informasi

secara sistematis dan mendalam. Siswa yang memiliki sejumlah

pengetahuan dan pengertian yang tersimpan dalam ingatan secara

terorganisasi, akan memiliki kemampuan belajar lebih besar

daripada siswa yang mempelajari banyak hal namun tidak pernah

menciptakan suatu bentuk organisasi yang serasi dengan ingatan.

d) Taraf kemampuan berbahasa

Menurut Winkel (2007: 163) kemampuan berbahasa

merupakan kemampuan untuk menangkap isi atau makna suatu

bacaan dan merumuskan kembali dengan menggunakan bahasa

yang baik dan benar, sekurang-kurangnya bahasa tulis. Berpikir

dan berbahasa memiliki kaitan, karena kemampuan berbahasa

membutuhkan kemampuan berpikir yang baik dalam memahami

suatu informasi yang sedang dipelajari. Seorang yang memiliki

kemampuan berbahasa yang baik, akan mudah mengikuti proses

belajar, sedangkan seorang yang tidak memiliki kemampuan


(42)

e) Daya fantasi

Menurut Winkel (2007: 163) daya fantasi merupakan

aktivitas kognitif yang mengandung banyak pikiran dan sejumlah

tanggapan untuk menciptakan sesuatu dalam alam kesadaran. Daya

fantasi tidak hanya membatu seorang dalam menghadirkan kembali

hal-hal yang pernah diamati, tetapi juga menciptakan sesuatu yang

baru. Contohnya cerita-cerita pada buku yang mengarah pada

perjalanan ke bulan. Cerita ini menjadi kenyataan dalam beberapa

tahun yang lalu melalui perkembangan teknologi yang diciptakan

oleh manusia.

Daya fantasi terbagi menjadi empat yaitu daya fantasi yang

disadari, daya fantasi yang tidak disadari, daya fantasi mencipta,

dan daya fantasi terpimpin. Contoh daya fantasi yang disadari

adalah seorang pendongeng yang sedang memberikan cerita kepada

anak. Pendongeng itu secara sadar mengarang kisah yang belum

terjadi. Contoh daya fantasi yang tidak disadari adalah seorang

anak kecil yang menceritakan sesuatu yang sebetulnya tidak terjadi.

Anak kecil itu tidak sadar bahwa ia telah menceritakan sesuatu hal

yang tidak pernah terjadi. Selanjutnya contoh daya fantasi mencipta

adalah seorang pendongeng yang mengarang kisah baru yang

belum pernah didengar oleh anak-anak. Pendongeng itu

menciptakan sebuah fantasi baru dalam bentuk cerita. Contoh daya


(43)

mendengarkan cerita yang dibawakan oleh ibu guru. Cerita yang

dibawakan oleh ibu guru menjadi hal penting bagi anak-anak dalam

membayangkan fantasi yang akan mereka buat.

Daya fantasi sangat penting dalam perkembangan proses

belajar anak. Anak yang memiliki daya fantasi baik akan mudah

untuk mengembangkan kemampuan imajinasinya dalam berbagai

bidang mata pelajaran. Misalnya seorang anak yang memiliki daya

fantasi dalam bidang kesenian, ia akan mudah mengikuti kegiatan

belajar khususnya kesenian. Sedangkan anak yang tidak memiliki

daya fantasi tertentu, ia akan mengalami kesulitan dalam

menciptakan sebuah ide-ide baru sehingga pada akhirnya ia akan

mengalami kesulitan dalam belajarnya.

f) Gaya belajar

Gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa.

Gaya belajar mengandung beberapa komponen, antara lain gaya

kognitif dan tipe belajar. Gaya kognitif adalah cara khas yang

digunakan seseorang dalam mengamati dan beraktivitas mental di

bidang kognitif. Sedangkan tipe belajar menunjuk pada

kecenderungan seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan alat

indra tertentu. Menurut Windura (2008: 23) tipe belajar dapat

dibagi menjadi tiga bagian yaitu tipe belajar visual, tipe belajar


(44)

(1) Tipe belajar visual

Siswa yang memiliki tipe belajar visual, akan lebih

cepat mempelajari materi-materi pelajaran yang disajikan oleh

guru dalam bentuk tulisan, bagan, grafik, dan gambar. Siswa

bertipe visual cenderung menggunakan alat indra

penglihatannya dalam mempelajari bahan pelajaran.

Sebaliknya ada beberapa siswa yang memiliki kecenderungan

tipe belajar ini akan memiliki kesulitan jika harus memahami

materi dalam bentuk suara atau gerakan.

(2) Tipe belajar auditori

Siswa yang memiliki tipe belajar auditori mudah

mempelajari materi yang disajikan dalam bentuk suara. Siswa

bertipe auditori cenderung menggunakan alat indra

pendengarannya dalam mempelajari bahan pelajaran.

Kecenderungan ini membuat siswa lebih cepat memahami

materi pelajaran jika guru secara langsung menjelaskan. Siswa

yang memiliki kecenderungan tipe belajar auditori akan

mengalami kesulitan jika harus memahami materi dalam

bentuk gerakan atau gambar.

(3) Tipe belajar kinestetik

Siswa yang memiliki tipe belajar kinestetik lebih

dominan belajar dengan praktik secara langsung atau melalui


(45)

di bidang-bidang olah raga, tari, dan lain sebagainya.

Sebaliknya beberapa siswa yang memiliki kecenderungan tipe

belajar kinestetik akan mengalami kesulitan jika materi

pelajaran yang diberikan oleh guru dalam bentuk suara atau

gambar.

g)Teknik studi

Teknik studi merupakan cara belajar yang digunakan oleh

siswa untuk memahami suatu materi pelajaran. Teknik studi

memudahkan siswa dalam mempelajari materi pelajaran melalui

cara-cara atau hal-hal yang sesuai dengan kepribadian siswa. Cara

belajar yang tepat akan membuat siswa semakin memiliki

kemampuan belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa

yang tidak memiliki cara belajar yang baik.

2) Fungsi konatif

Fungsi konatif terdiri dari hasrat-kehendak, motivasi belajar, dan

konsentrasi-perhatian.

a) Hasrat-kehendak

Hasrat merupakan keinginan atau kemauan yang kuat untuk

mencapai suatu tujuan tertentu. Hasrat akan memberikan kepuasan

pada individu dalam melakukan suatu aktivitas. Seorang siswa

dapat terlihat memiliki hasrat dan ketekunan yang kuat melalui

usaha yang dilakukannya ketika belajar. Seorang siswa yang


(46)

akan menghasilkan suatu kepuasan dan kemudahan dalam

belajarnya. Namun, jika seorang siswa kurang memiliki hasrat

dalam belajar ia akan mengalami kesulitan ketika mengikuti proses

belajar di sekolah.

b)Motivasi belajar

Motivasi adalah keseluruhan daya yang ada di dalam diri

seseorang yang berfungsi sebagai penggerak psikis sehingga

menimbulkan suatu aktivitas tertentu (Winkel, 2007: 169).

Motivasi memiliki peranan penting dalam aktivitas belajar

seseorang. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang kuat, akan

dengan mudah memahami materi pelajaran yang dijelaskan oleh

guru. Sebaliknya, siswa yang tidak memiliki motivasi belajar yang

kuat, ia akan malas, tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang

berkaitan dengan pelajaran, mudah putus asa, tidak fokus pada

pelajaran, sering meninggalkan pelajaran, dan suka mengganggu

temannya yang sedang belajar (Dalyono, 2010: 57). Seorang yang

tidak memiliki motivasi dalam belajar akan mengalami kesuitan

dalam belajarnya.

Motivasi belajar di sekolah dapat dibedakan menjadi

motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi

belajar yang berasal dari dalam diri individu. Contohnya rasa ingin

tahu, kebutuhan, ketertarikan, dan rasa senang terhadap suatu hal.


(47)

bukan mendasarkan pada hadiah atau hukuman yang akan

didapatkannya. Mereka melakukan segala aktivitas berdasarkan

dorongan yang berasal dari dalam dirinya. Motivasi ekstrinsik

adalah motivasi belajar yang berasal dari luar diri individu.

Misalnya seorang anak yang belajar karena ingin mendapatkan

hadiah atau takut mendapat hukuman dari orang tuanya. Siswa

yang memiliki motivasi ekstrinsik, mendasarkan kegiatan atau

aktivitasnya bukan demi aktivitas itu sendiri, melainkan untuk

mendaptkan hadiah atau menghindari hukuman.

c) Konsentrasi-perhatian

Konsentrasi adalah pemusatan tenaga dan energi psikis

dalam menghadapi suatu obyek. Konsentrasi dalam belajar dapat

dipengaruhi oleh perasaan siswa dan minat siswa dalam belajar.

Siswa yang berperasaan tidak senang dalam belajar akan membuat

ia tidak berminat terhadap materi pelajaran, sehingga akan

mengalami kesulitan dalam memusatkan tenaga dan pikirannya.

Sebaliknya siswa yang berperasaan senang dan berminat, ia akan

lebih mudah berkonsentrasi dalam belajar. Namun demikian, suatu

waktu dapat saja timbul gangguan yang dapat mengganggu

konsentrasi belajar. Gangguan terhadap konsentrasi belajar disebut

juga pembuyaran konsentrasi. Pembuyaran konsentasi berasal dari

dalam dan luar diri siswa. Pembuyaran konsentrasi yang berasal


(48)

teman. Pembuyaran konsentrasi yang berasal dari luar diri siswa

adalah suara bising, perubahan cuaca, dan lain sebagainya.

3) Fungsi afetif

Fungsi afektif terdiri dari perasaan, sikap, dan minat.

a) Perasaan

Perasaan yang dimaksud di sini adalah perasaan momentan

dan intensional. Momentan berarti perasaan yang muncul pada saat

tertentu. Perasaan momentan dapat berubah menjadi perasaan yang

lebih lama atau dikenal dengan istilah “Mood”. Perasaan ini

merupakan kelanjutan dari reaksi perasaan yang baru saja terjadi

atau telah terjadi beberapa kali yang membuat alam perasaan masih

tetap terpengaruh, sehingga menimbulkan reaksi perasaan tertentu.

Misalnya seorang merasa terkejut karena di tempat dia berada, petir

menyambar dengan hebatnya, disusul dengan suara ledakan yang

keras. Setengah jam kemudian, hujan lebat yang berpetir telah reda.

Perasaan momentan pun telah berlalu, tetapi orang tersebut masih

merasa tidak tentram, seolah-olah perasaan terkejut masih

mengganggu dalam hatinya. Perasaan intensional berarti reaksi

suatu perasaan yang muncul pada sesuatu; seseorang; situasi

tertentu. Misalnya seorang guru yang memarahi siswa di dalam

kelas, siswa yang dimarahi tersebut akan takut; tetapi beberapa


(49)

menghilang ketika guru menceritakan suatu lelucon yang membuat

siswa gembira.

Perasaan momentan dan intensional akan menciptakan

suasana yang menyenangkan, jika berulangkali perasaan tersebut

mengandung penilaian yang positif. Perasaan menyenangkan yang

dibawa oleh siswa akan menjadi sumber energi dalam belajar.

Sebaliknya perasaan momentan dan intensional jika mendapatkan

penilaian yang negatif akan menciptakan suasana yang tidak

menyenangkan. Siswa yang berulangkali memiliki perasaan

momentan dan intensional negatif akan mudah kehilangan

semangat belajar sehingga akan mengalami kesulitan belajar.

b) Sikap

Menurut Syah (2008: 149) sikap adalah gejala internal yang

berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk bereaksi atau

merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek tertentu,

baik secara positif maupun negatif. Siswa yang memiliki

pandangan positif terhadap belajarnya, bidang studi tertentu, akan

memandang hal tersebut penting dan berharga bagi dirinya.

Contohnya mendengarkan guru yang sedang menjelaskan materi

pelajaran, tidak mengobrol di dalam kelas, mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru. Sebaliknya siswa yang memandang semua itu


(50)

mengobrol di dalam kelas, tidak pernah mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru, tidur di dalam kelas, dan lain sebagainya.

c) Minat

Minat diartikan sebagai kecenderungan subyek yang

menetap terhadap suatu bidang studi atau pokok bahasan tertentu

dan merasa senang mempelajari materi yang sedang dipelajarinya.

Minat belajar yang tinggi cenderung menghasilkaan prestasi yang

baik, sebaliknya minat belajar yang rendah akan menghasilkan

prestasi belajar yang buruk (Dalyono, 2010: 57). Minat dan

perasaan terdapat hubungan yang saling berkaitan. Seorang yang

memiliki minat yang besar untuk belajar cenderung memiliki

perasaan senang dan akan mengikuti pelajaran dengan

sebaik-baiknya. Namun jika seorang tidak memiliki minat terhadap

pelajaran, ia cenderung akan tidak menyukai pelajaran tersebut, dan

pada akhirnya mengalami kesulitan dalam belajar. Misalnya,

seorang yang memiliki minat yang besar terhadap suatu pelajaran

matematika, ia akan memiliki perasaan yang senang untuk

mempelajari materi yang berhubungan dengan bidang studi

matematika, sebaliknya seorang anak yang memiliki minat yang

rendah terhadap pelajaran matematika, ia akan memiliki perasaan


(51)

4) Fungsi motorik

Kemampuan motorik siswa sangat penting dalam

melaksanakan aktivitas belajar. Kemampuan motorik yang dimiliki

oleh siswa akan memudahkan siswa melakukan kegiatan-kegiatan

yang berhubungan dengan belajar. Kemampuan-kemampuan yang

dimaksud antara lain kecepatan menulis, kecepatan berbicara dan

artikulasi kata-kata, menggunakan peralatan belajar, kecepatan

menggambar, kecepatan dalam bidang olah raga, dan lain sebagainya.

Siswa yang tidak memiliki kemampuan motorik yang baik akan

mengalami kesulitan dalam belajarnya, seperti sulit untuk menulis

dengan baik dan cepat, sulit untuk menggambar atau mempergunakan

peralatan belajar seperti penggaris, busur, jangka, dan lain sebagainya.

b. Pribadi guru

Guru memiliki peranan penting dalam keseluruhan proses

belajar-mengajar di dalam kelas. Seorang guru harus memiliki karakteristik

pribadi yang baik agar siswa merasa yakin dan puas ketika mengikuti

proses belajar. Proses untuk memiliki karakteristik pribadi yang baik

mengundang tantangan, karena di satu pihak guru harus ramah, sabar,

menunjukkan pengertian, memberikan kepercayaan, dan menciptakan

suasana aman; di lain pihak guru harus memberikan tugas, mendorong

siswa untuk berusaha mencapai tujuan, mengadakan koreksi, menegur


(52)

berkenaan dengan pribadi guru. Hal-hal yang berkenaan dengan pribadi

guru yaitu:

1) Kepribadian guru

Sebagian orang dapat terlihat ciri khas kepribadiannya melalui

cara dia melakukan pekerjaannya. Kenyataan ini juga berlaku dalam

pekerjaan seorang guru, yang mendidik generasi muda di sekolah.

Hal-hal yang mencakup kepribadian guru yang baik yaitu:

a) Penghayatan nilai-nilai kehidupan

Guru yang baik selalu berpegang teguh terhadap nilai-nilai

kehidupan. Nilai-nilai kehidupan yang dipegang oleh guru akan

nampak ketika guru tersebut berbicara dan bertingkah laku di

depan kelas. Misalnya tanggung jawab dalam bertindak,

kebanggaan atas jerih payah sendiri, kerelaan membantu sesama

dan pengorbanan diri, penghargaan terhadap jenis kelamin sendiri

serta lawan jenis, dan lain sebagainya. Guru sebagai pengajar

sekaligus pendidik, memiliki pandangan tertentu yang sesuai

dengan sistem nilai hidup yang dipegang sebagai pedoman hidup.

Pandangan tersebut yaitu mengenai baik tidaknya keteraturan

hidup, kejujuran, pembauran, kekayaan, kompetensi atau

persaingan, kebebasan berbicara atau mengemukakan pendapat,

dan lain sebagainya. Guru yang tidak memiliki pegangan nilai

hidup akan cenderung bersikap kurang bertanggung jawab, tidak


(53)

sikap guru yang tidak memiliki nilai-nilai hidup akan

mempengaruhi proses belajar-mengajar, dan pada akhirnya akan

mengakibatkan siswa mengalami kesulitan belajar.

b) Motivasi kerja

Guru yang baik pasti memiliki cita-cita yang hendak

dicapai. Salah satu cita-cita guru adalah menyumbangkan

keahliannya demi perkembangan siswa. Cita-cita ini menjadikan

guru memandang pekerjaannya sebagai sumber kepuasaan pribadi

yang di dalamnya terdapat berbagai tantangan. Contoh tantangan

yang akan dihadapi guru yaitu, guru harus rela untuk

mengorbankan waktu dan tenaga lebih banyak dari pada yang

dituntut secara formal. Selain itu guru harus berusaha

meningkatkan keprofesionalitasnya tanpa harus diminta mengikuti

penataran. Jadi seorang guru yang memiliki motivasi kerja yang

baik akan mendedikasikan dirinya demi pendidikan, dengan

berusaha semaksimal mungkin merelakan waktu dan tenaga yang

dimilikinya untuk pendidikan.

c) Sifat dan sikap

Sifat dan sikap yang dimiliki oleh guru ikut berpengaruh

terhadap keberhasilan proses belajar-mengajar. Sifat guru yang

sabar, ramah, dan memiliki rasa humor membuat siswa merasa

nyaman ketika mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Rasa nyaman


(54)

mudah berkonsentrasi dan memahami penjelasan yang diberikan

oleh guru. Namun jika seorang guru memiliki sifat yang negatif

seperti pemarah/mudah marah, senang mengejek siswa, dan

sombong membuat siswa merasa tertekan dan takut. Perasaan

tertekan dan taut yang dimiliki oleh siswa akan membuat siswa

sulit untuk berkonsentrasi ketika belajar, sehingga pada akhirnya

siswa akan mengalami kesulitan belajar.

Ciri kepribadian guru yang mempengaruhi keberhasilan

proses belajar-mengajar siswa selain sifat adalah sikap. Sikap guru

yang positif seperti tegas, adil, tanggungjawab, dan demokratis

membuat siswa diterima dan diperhatikan ketika proses belajar

mengajar. Siswa yang merasa diterima dan diperhatikan akan

bersemangat ketika mengikuti proses belajar-mengajar. Namun jika

guru memiliki sikap yang negatif seperti pilih kasih, sering datang

terlambat, dan kaku akan membuat siswa tidak nyaman ketika

belajar dan pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan proses

belajar mengajar.

2) Guru sebagai pendidik

Hal-hal yang berkaitan dengan peran guru sebagai pendidik yaitu:

a) Guru sebagai inspirator

Guru memiliki peran sebagai sumber inspirasi bagi

siswa-siswanya. Guru sebagai inspirator wajib memberikan semangat


(55)

taraf motivasi belajarnya. Setiap siswa harus merasa senang ketika

bergaul dengan guru, baik di dalam maupun luar kelas. Selain itu

guru harus dapat memberikan hukuman atau peneguhan secara

tepat. Pemberian hukuman bertujuan agar siswa merasa jera akan

perbuatan yang telah dilakukannya. Pemberian peneguhan atau

penguatan bertujuan agar siswa mengulangi kembali tindakan yang

tepat. Selanjunya, guru diharapkan memiliki kepekaan terhadap

siswanya. Terkadang sebelum belajar di sekolah, siswa sudah

memiliki masalah dari luar sekolah, tetapi boleh jadi juga siswa

mendapat masalah yang mengganggu belajarnya ketika di dalam

sekolah. Kepekaan ini menjadi sangat penting dimiliki oleh guru

agar guru selalu tanggap terhadap keadaan siswanya, sehingga

proses belajar-mengajar dapat berlangsung dengan baik.

b)Guru menjaga disiplin di dalam kelas

Tujuan guru menjaga disiplin di dalam kelas adalah

menciptakan suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.

Tujuan ini tidak berarti bahwa siswa harus selalu diam dan tidak

boleh berbicara sedikit pun. Hal yang paling pokok adalah agar

suasana kelas yang kondusif, sehingga guru dapat mengajar dengan

penuh konsentrasi dan siswa dapat belajar dengan nyaman.

c) Guru yang mengikuti perkembangan pendidikan

Setiap guru memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Ciri khas


(56)

yang wajar, karena setiap guru memiliki umur dan pengalaman

yang berbeda-beda. Perbedaan yang sering terlihat pada guru

adalah pola pikir. Guru yang memiliki pola pikir yang luas

terhadap perkembangan ilmu pendidikan akan mengubah pola

pengajaran yang sesuai dengan perkembangan kurikulum. Namun,

jika seorang guru yang memiliki pola pikir yang tertutup terhadap

perkembangan ilmu pendidikan, ia akan cenderung

mempertahankan pola pengajaran lamanya yang terkadang

membosankan dan kurang interaktif. Pola pengajaran yang tidak

menyesuaikan dengan perkembangan siswa akan menjadikan siswa

merasa bosan dan jenuh dalam belajar, dan pada akhirnya ia akan

malas mengikuti pelajaran.

3)Guru sebagai didaktikus

Guru sebagai tenaga pengajar memiliki gaya mengajar yang

berbeda-beda. Gaya mengajar adalah keseluruhan tingkah laku guru

yang khas bagi dirinya dan agak bersifat menetap pada setiap kali

mengajar. Menurut J. Ronggema (Winkel, 2007: 230) membedakan

antara gaya mengajar formal dan informal. Ciri-ciri gaya mengajar

formal ialah guru sangat terikat pada kurikulum pengajaran yang

ditetapkan; menuntut banyak prestasi hafalan; berpegang pada buku

pelajaran; bergaya memimpin lebih otoriter; kurang bersedia

menerima sumbangan pikiran dari siswa; menekankan perlunya siswa


(57)

penentuan luas materi pelajaran tergantung dari kebutuhan siswa;

mendorong siswa untuk berdiskusi mengenai materi pelajaran;

memberikan pandangan sendiri terhadap materi pelajaran; bergaya

memimpin lebih demokratis; menanggapi dengan baik pikiran kritis

siswa; menekankan agar siswa belajar demi perkembangan diri

sendiri. Kedua gaya mengajar yang dimiliki oleh guru harus dikaitkan

dengan keseluruhan pengelolaan pendidikan di sekolah agar

kebutuhan yang dimiliki oleh siswa dan kurikulum sekolah dapat

tercapai.

4) Guru sebagai rekan seprofesi

Salah satu hal yang dapat memperlancar kegiatan pendidikan

dan pengajaran adalah kerja sama antara guru. Guru sebagai staf

pengajar harus mampu bekerja sama dengan tenaga pengajar dan

pimpinan sekolah, baik melalui kontak formal maupun informal,

misalnya rapat guru. Kadar kerja sama professional yang tinggi, ikut

menjamin kelestarian suasana belajar-mengajar di sekolah. Jika kadar

kerja sama itu menurun, dampak negatif akan segera nampak dan

mengganggu proses belajar-mengajar.

c.Struktur jaringan hubungan sosial di sekolah

Struktur jaringan hubungan sosial dapat terjadi di mana saja.

Strutur jaringan hubungan sosial yang terjadi di keluarga dan sekolah

sangat mempengaruhi proses belajar-mengajar. Hal ini dikarenakan


(58)

yang dimiliki oleh setiap orang akan mempengaruhi peranan dan

wewenang yang diampunya. Seorang yang memiliki status sosial yang

tinggi akan mendapatkan penghargaan dan kehormatan tertentu.

Penghargaan dan kehormatan yang dimiliki oleh seseorang akan

mempermudah hubungan antar pribadi sehingga suasana yang akrab dan

nyaman akan tercipta. Perasaan senang dan nyaman akan memudahkan

siswa untuk mengikuti proses belajar-mengajar, sebaliknya siswa yang

tidak dapat menjalin hubungan sosial yang baik, ia akan cenderung

menarik diri dan malu untuk bergaul dengan orang lain, dan pada

akhirnya ia akan sulit mengikuti proses belajar-mengajar.

d. Sekolah sebagai institusi pendidikan

Sekolah sebagai institusi pendidikan terdiri dari beberapa hal

yaitu sarana dan prasarana, suasana di sekolah, kurikulum sekolah,

sistem progresi siswa, pengelompokan siswa, pengelompokan tenaga

pengajar, pelayanan kepada siswa di luar bidang pengajaran, kontak

dengan orang tua siswa (Winkel, 2007: 244-255).

1) Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana meliputi hal-hal yang digunakan dan

mendukung ketika proses-belajar, seperti gedung sekolah, perabotan,

media pengajaran, ruang-ruang laboratorium, fasilitas perpustakaan,

tempat olahraga, fasilitas UKS, ruang untuk Bimbingan dan

Konseling, ruang guru, ruang pimpinan seolah, ruang dan perangkat


(59)

sarana dan prasarana yang ada di sekolah, maka semakin besar

kemungkinan kelancaran proses belajar mengajar. Namun sarana dan

prasarana yang lengkap, belum dapat memberikan jaminan kelancaran

proses belajar-mengajar di sekolah. Ada faktor lain yang

mempengaruhi proses belajar-mengajar yaitu faktor keterampilan

didaktis staf guru dan motivasi belajar siswa.

2) Suasana di sekolah

Suasana di sekolah menunjuk pada iklim psikologi yang

terdapat di suatu sekolah, yaitu suasana bergaul dengan warga

sekolah, tata cara kesopanan yang berlaku di sekolah, tata cara disiplin

yang berlaku di sekolah dan lain sebagainya. Pandangan mengenai

nilai-nilai kehidupan dan pandangan pedagogis yang dianut oleh staf

pendidik di suatu sekolah pun ikut mempengaruhi suasana dan iklim

sosial-emosional di sekolah. Suasana yang ada di sekolah diciptakan

oleh perangkat peraturan disiplin yang berlaku. Peraturan disiplin

hendaknya sedikit mungkin, namun tegas dan jelas. Disiplin sekolah

yang memadai dapat membantu terciptanya proses belajar-mengajar

yang baik. Namun bila disiplin di sekolah buruk, maka proses

belajar-mengajar akan terganggu dan mengakibatkan siswa mengalami

kesulitan belajar.

3) Kurikulum sekolah

Kurikulum mengandung makna hal-hal yang sangat pokok


(60)

tenaga pengajar maupun siswa harus bergerak dalam ruang lingkup

kurikulum. Kurikulum dikatakan terbuka jika kurikulum yang ada

hanya menentukan rambu-rambu saja dan memungkinkan variasi

antara sekolah dan sumber tenaga pendidikan dalam tatacara

pelaksanaan konkret, sebaliknya kurikulum dikatakan tertutup jika

kurikulum yang ada menentukan semuanya secara mendetail,

termasuk sejumlah petunjuk pelaksanaan. Sebaiknya, jika kurikulum

bersifat terbuka diharapkan masing-masing institusi sekolah

mengembangkan suatu program kerja yang isinya tetap mengikuti

batasan rambu-rambu program pendidikan nasional. Kurikulum

dikatakan baik jika kurikulum yang dibuat disesuaikan dengan

kemampuan dan kebutuhan siswa. Kurikulum yang cenderung

memberatkan siswa akan membuat siswa mengalami kesulitan dalam

mengikuti kegiatan belajar.

4)Sistem progresi siswa

Sistem progresi siswa adalah prosedur yang diikuti untuk

memajukan siswa, dari tahap program pengajaran yang satu ke tahap

berikutnya. Semua sekolah yang berada di satu negara yang sama

pasti memiliki progresi yang sama. Sistem progresi siswa biasanya

dijelaskan dalam program kerja sekolah yang menyangkut

pelaksanaan pengajaran. Dalam literatur tentang pendidikan sekolah

dikenal dua macam progresi yaitu granding dan nongrading. Progresi grading diikuti oleh sekolah yang tergolong graded school, sedangkan


(61)

progresi nongrading diikuti oleh sekolah yang tergolong nongraded school. Graded school di dalamnya terdapat tingkatan-tingkatan kelas. Materi pelajaran yang digunakan oleh sekolah yang tergolong graded school dibagi atas bagian-bagian paket tahunan yang diajarkan diberbagai tingkatan kelas tertentu. Pada akhir tahun pelajaran, siswa

menempuh suatu ujian atau ulangan umum. Siswa yang dinyatakan

lulus dalam ujian akan naik ketingkatan kelas berikutnya, sedangkan

siswa yang tidak lulus ujian harus mengulang tingkatan yang sama.

Berbeda halnya dengan nongraded school yang di dalamnya paket materi tahunan, tingkatan kelas, dan kenaikan kelas ditiadakan.

Sekolah yang tergolong nongraded school cenderung memperjuangkan diferensiasi dalam materi pelajaran. Siswa yang

mampu mempelajari dengan baik unit materi pelajaran sesuai dengan

tuntutan prestasi minimal, dapat melanjutkan ke unit materi pelajaran

selanjutnya. Sebaliknya, jika siswa tidak mampu mempelajari dengan

baik unit materi pelajaran yang sedang ia pelajari, maka ia tidak dapat

melanjutkan ke unit materi pelajaran selanjutnya. Sistem progresi

mana pun yang diikuti, akan berpengaruh terhadap proses belajar di

dalam kelas. Maka, tenaga pengajar yang bertugas dalam suatu graded school, harus menyadari keuntungan dan kelemahan dari sistem progresi dan mengetahui efek positif dan negatif terhadap siswa yang


(1)

Penilaian:

Lembar evaluasi

1. Jelaskan pengertian motivasi dalam belajar!

2. Jelaskan macam-macam motivasi dalam belajar!

3. Sebutkan hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi dalam

belajar!

Lembar refleksi

1. Manfaat apakah yang anda dapatkan setelah mengikuti kegiatan ini?

2. Usaha apakah yang akan anda lakukan setelah mengikuti kegiatan ini?

Yogyakarta,

Mengetahui,

Perencana Pelayanan,

Kepala Sekolah, Pembimbing ,

( ) ( )


(2)

Handout

Motivasi belajar adalah suatu dorongan yang ada di dalam diri yang

dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari dalam dri dan luar diri untuk mencapai

suatu perubahan berpikir dan bertindak. Motivasi belajar sangat diperlukan dalam

proses belajar, sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi belajar ia tidak

memiliki dorongan untuk melakukan aktivitas belajar, sehingga cenderung tidak

bersemangat dan bermalas-malasan dalam belajar. Seorang yang memiliki

motivasi belajar akan berusaha berpartisipasi dalam belajar dengan cara

mendengarkan penjelasan guru dengan seksama, mencatat hal-hal yang penting

ketika guru menjelaskan, bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang belum

dimengerti, mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik-baiknya, dan

lain sebagainya.

Motivasi belajar dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi belajar intrinsik

dan motivasi belajar ekstrisik. Motivasi belajar intrinsik adalah suatu dorongan

yang muncul dari dalam diri seseorang untuk mengikuti aktivitas belajar. Motivasi

belajar intrinsik muncul bukan karena adanya dorongan dari luar atau lingkungan

(mendapatkan hadiah, disuruh oleh orang tua, takut mendapatkan hukuman, dan

lain sebagainya) tetapi muncul dari dalam diri tanpa adanya paksaan. Seorang

yang memiliki motivasi belajar intrinsik secara sadar akan melakukan kegiatan

belajar dengan senag hati dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Sedangkan

motivasi belajar ekstrinsik adalah suatu dorongan yang muncul dari luar diri


(3)

karena adanya dorongan dari lingkungan, seperti mendapatkan hadiah, takut

dimarahi orang tua dan guru, dan lain sebagainya.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi dalam belajar yaitu:

1. Memahami manfaat dari aktivitas belajar

Pemahaman manfaat dari belajar akan membantu kita memiliki

motivasi dalam belajar. Belajar akan membantu kita memahami berbagai

pengetahuan yang ada disekeliling kita. Pemahaman akan pengetahuan

mempermudah kita melakukan aktivitas sehari-hari. Misalnya seorang anak

yang belajar matematika, ia dapat mengetahui berapa jumlah kembalian uang

yang akan diterimanya, sehingga ia tidak mudah ditipu oleh orang lain.

2. Menciptakan suasana yang nyaman dalam belajar

Suasana yang nyaman memudahkan kita untuk meningkatkan motivasi

dalam belajar. Suasana yang nyaman dan tenang memudahkan kita untuk

berkonsentrasi ketika belajar. Konsentrasi yang baik akan memudahkan kita

memahami materi pelajaran yang sedang kita pelajari.

3. Menghindari hal-hal yang negatif

Hal-hal yang negatif akan membuat motivasi belajar kita menurun.

Hal-hal negatif di sini misalnya, bermain sampai larut malam, menggunakan

obat-obatan terlarang, bermain game berlebihan, dan lain sebagainya.

Bentuk-bentuk perilaku yang negatif ini membuat kita lupa akan tujuan utama kita


(4)

4. Mendengarkan pendapat yang baik dari orang lain

Mendengarkan pendapat orang lain membuat kita sadar akan tujuan

kita yang terkadang terlupakan. Kita terkadang lupa akan tugas dan tanggung

jawab sebagai pelajar, sehingga membuat kita malas untuk belajar. Keadaan

ini dapat kita ubah, salah satunya dengan mendengarkan pendapat atau nasehat

dari orang lain. Nasehat yang baik bagi diri kita sudah sewajarnya merupakan

nasehat yang membangun dan mengarahkan diri kita menjadi lebih baik,

misalnya nasehat orang tua dan guru agar kita belajar dengan tekun.

5. Menetapkan tujuan dalam hidup

Penetapan tujuan hidup akan membuat kita merencakana hal-hal apa

saja yang ingin kita capai di masa yang akan datang. Rencana-rencana yang

telah kita buat akan dapat dengan mudah tercapai jika kita memiliki

pengetahuan dan pemahaman. Pengetahuan dan pemahaman yang baik dapat

kita miliki jika kita belajar dengan baik. Maka dari itu diperlukan motivasi


(5)

Lampiran 9

Surat Keterangan Ijin Uji Coba Kuesioner dan Ijin Pengumpulan Data Penelitian


(6)

Lampiran 10