Deiksis Anafora Deiksis Dalam – Tuturan Endofora

yang merupakan deiksis endofora persona yang memiliki acuan pada konstituen disebelah kiri, maka wujud ia pada kalimat tersebut merujuk pada Shakira. Deiksis anafora bentuk bukan persona, Purwo menjelaskan bahwa kata ganti persona ketiga dapat memiliki rujukan pada nomina insan dan bukan insan, tetapi Purwo 1984: 111 mengkhususkan bahwa dalam bahasa Indonesia nomina bukan insan tidak memiliki bentuk pronominal yang bebas mengenai bentuk pronominal yang terikat bagi nomina bukan insan; hanya dalam konteks tertentu bentuk ia dan dia dapat digunakan sebagai pemarkah anafora bagi nomina bukan insan. Purwo 1984: 114-115 menjelaskan bahwa bentuk –nya dapat pula menjadi pemarkah anafora bagi bentuk bukan persona yang jamak maupun tunggal. Salah satu strategi yang dipakai dalam pemarkah anafora yang bukan persona ialah menyebut ulang bentuk formatif titik tolaknya dan dirangkaikan dengan kata itu. Selain kata itu, dapat juga berupa ini, demikian, begitu, tersebut, sana . Purwo, 1984: 131 menjelaskan bahwa kata sana dapat dipergunakan sebagai penarkah anafora bukan persona. Jadi, yang merupakan deiksis anafora bukan persona yaitu ia, dia, -nya, itu, ini, demikian, begitu, tersebut, sana. Misalnya pemerintah Indonesia akan menerapkan program Jaminan Kesehatan Nasional. Program ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan. Berdasarkan kalimat tersebut terdapat wujud deiksis ini yang memiliki rujukan pada konstituen disebelah kiri. Maka, wujud ini pada kalimat tersebut memiliki rujukan pada program Jaminan Kesehatan Nasional. Maka, dapat diketahui bahwa deiksis anafora deiksis anafora persona dan deiksis anafora bukan persona memiliki rujukan pada konstituen sebelah kiri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.2.4.2.2 Deiksis Katafora

Purwo 1984: 104 menjelaskan bahwa suatu bentuk yang mengacu pada konstituen di sebelah kanannya disebut katafora. Misalnya Dalam pidatonya, Presiden RI Joko Widodo mempertegas keinginannya dalam melakukan restorasi maritim di Indonesia . Pada kalimat tersebut memiliki deiksis katafora dengan wujud -nya. Deiksis katafora memiliki rujukan atau acuan terhadap konstituen disebelah kanannya atau mengacu pada katafrasa setelah wujud deiksis muncul. Maka, kalimat tersebut memiliki rujukan pada Presiden RI Joko Widodo. Purwo menjelaskan bahwa deiksis endofora katafora memiliki dua bagian yaitu deiksis katafora bentuk persona dan deiksis katafora bukan bentuk persona. Sama seperti deiksis anafora persona, deiksis katafora persona memiliki konstituen disebelah kanan dengan yang ditunjuk berupa persona. Purwo 1984: 05 menyatakan bahwa di antara bentuk-bentuk persona hanya kata ganti persona ketiga yang dapat dijadikan pemarkah anafora dan katafora. Purwo 1984: 22 menyatakan bahwa orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan tetapi menjadi bahan pembicaraan, atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif diberi “topeng” yang disebut persona ketiga. Yang termasuk kata ganti diri orang ketiga yaitu ia, dia, -nya, beliau, tunggal dan –nya, mereka jamak. Misalnya Ketika dilakukan penangkapan, KPK menanyakan nama lengkapnya, Nasaruddin. Berdasarkan kalimat tersebut terdapat wujud -nya yang memiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI rujukan konstituen disebelah kanannya. Maka, kalimat tersebut dengan wujud - nya memiliki rujukan pada Nasaruddin. Deiksis katafora bentuk bukan persona telah dikelompokkan oleh Purwo 1984: 119 yang dapat menjadi pemarkah katafora adalah kata ini, begini, yakni, yaitu , dan berikut. deiksis katafora bentuk bukan persona memiliki rujukankonstituen disebelah kanannya dan dikhususkan rujukan pada bukan persona. Misalnya Pengolahan sampah dapat dilakukan dengan cara terpadu yaitu 3R, extended producer responsibility EPR, pemanfaatan sampah, dan pemrosesan akhir sampah. Berdasarkan kalimat tersebut terdapat wujud yaitu yang memiliki rujukan konstituen disebelah kanannya. Maka, kalimat tersebut dengan wujud yaitu memiliki rujukan pada 3R, extended producer responsibility EPR, pemanfaatan sampah, dan pemrosesan akhir sampah. Maka, dapat diketahui bahwa deiksis katafora deiksis katafora persona dan deiksis katafora bukan persona memiliki rujukan pada konstituen sebelah kanan.

2.2.5 Maksud dalam Pragmatik

Ilmu bahasa memiliki dua makna yaitu makna pragmatik dan makna semantik. Hal ini seperti yang dipaparkan oleh Rahardi 2003: 16 bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji dalam pragmatik adalah maksud penutur dan menyampaikan tuturannya, maka dapat dikatakan bahwa pragmatik dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa yang mengkaji makna bahasa, tetapi makna yang dikaji PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI secara internal. Sesungguhnya perbedaan antara semantik dan pragmatik adalah bahwa pragmatik mengkaji makna satual lingual tertentu secara eksternal, sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal. Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks context dependent, sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks context independent. Makna yang dikaji dalam semantik bersifat diadik dyadic meaning, sedangkan pragmatik makna bersifat triadik triadic meaning. Pragmatik juga mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan lingual an sich, yang notabene tidak perlu disangkut pautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahnya. Maksud dalam pragmatik menurut Leech 1993: 45 menggunakan „implikatur‟ untuk arti yang lebih luas. Walaupun begitu dia tetap mengikuti Grice yang menyatakan bahwa adanya implikatur percakapan harus mampu dijelaskan. Menurut Leech semua implikatur bersifat probabilistik, karena apa yang dimaksud oleh si penutur dengan tuturannya tidak pernah dapat kita ketahui dengan pasti sekali. Ada beberapa faktor yang menentukan apa yang dimaksud oleh n dengan tuturannya T, yaitu kondisi-kondisi yang dapat diamati, tuturan, dan konteks; berdasarkan faktor-faktor ini t bertugas menyimpulkan interpretasi yang paling mungkin. Leech 1993: 53 menjelaskan „makna‟ sebagaimana digunakan dalam pragmatik yaitu dalam rumus „n bertujuan D melalui tuturan T‟, n = penutur, D = daya, T = tuturan, merupakan suatu maksud refleksif yaitu suatu maksud yang hanya dapat dicapai bila maksud tersebut diketahui oleh t. Maka, dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI