Deiksis Katafora Deiksis Dalam – Tuturan Endofora
secara internal. Sesungguhnya perbedaan antara semantik dan pragmatik adalah bahwa pragmatik mengkaji makna satual lingual tertentu secara eksternal,
sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal. Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks context dependent, sedangkan
makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks context independent. Makna yang dikaji dalam semantik bersifat diadik dyadic meaning, sedangkan
pragmatik makna bersifat triadik triadic meaning. Pragmatik juga mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk
memahami makna sebuah satuan lingual an sich, yang notabene tidak perlu disangkut pautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu
yang menjadi wadahnya. Maksud dalam pragmatik menurut Leech 1993: 45 menggunakan
„implikatur‟ untuk arti yang lebih luas. Walaupun begitu dia tetap mengikuti Grice yang menyatakan bahwa adanya implikatur percakapan harus mampu dijelaskan.
Menurut Leech semua implikatur bersifat probabilistik, karena apa yang dimaksud oleh si penutur dengan tuturannya tidak pernah dapat kita ketahui dengan pasti
sekali. Ada beberapa faktor yang menentukan apa yang dimaksud oleh n dengan tuturannya T, yaitu kondisi-kondisi yang dapat diamati, tuturan, dan konteks;
berdasarkan faktor-faktor ini t bertugas menyimpulkan interpretasi yang paling mungkin. Leech 1993: 53 menjelaskan „makna‟ sebagaimana digunakan dalam
pragmatik yaitu dalam rumus „n bertujuan D melalui tuturan T‟, n = penutur, D = daya, T = tuturan, merupakan suatu maksud refleksif yaitu suatu maksud yang
hanya dapat dicapai bila maksud tersebut diketahui oleh t. Maka, dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penjelasan Leech juga menunjukkan bahwa dalam analisis maksud pragmatik harus melihat konteks dari tuturan itu.
Maksud sebagai sesuatu yang luar ujaran dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Orang yang berbicara itu
mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frasa, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri Chaer,
1990: 35. Oleh sebab itu, mitra tutur harus mampu menafsirkan maksud sebuah tuturan berdasarkan konteksnya. Jika dikaitkan dengan teori pragmatik yang
menjelaskan bahwa ilmu pragmatik mengkaji maksud tuturan berdasarkan konteksnya. Maka, dapat diketahui bahwa maksud khususnya dalam pragmatik
merupakan sebuah pemahamanpenafsiran yang dimiliki oleh mitra tutur tentang isi ujaran dari penutur yang dihubungkan dengan konteks siapa penuturnya,
kepada siapa, kapan dituturkan, dimana dituturkan, dan berkaitan dengan apa tuturan itu diucapkan. Maksud memiliki peranan yang sangat penting karena
tanpa sebuah maksud penutur tidak akan melakukan ujaran dengan mitra tuturnya. Ketika penutur dan mitra tutur berkomunikasi baik secara langsung
maupun tidak langsung, maksud harus dipahami secara benar dan jelas oleh mitra tutur karena jika tidak tersampaikan dengan jelas maksud itu, maka akan terjadi
sebuah kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur. Hal ini dalam kaitannya dengan ilmu pragmatik, maksud dikaji dalam sebuah tuturan, maka ini menjadi
hal yang paling diutamakan. Sebuah maksud dapat diterima dengan baik oleh mitra tuturpembaca juga tidak lepas dari konteks. Suatu maksud akan dapat