Fenomena deiksis pada rubrik opini di harian koran Tempo edisi September-Desember 2015.

(1)

ABSTRAK

Damayanti, Reni. 2016. Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015. Penelitian ini termasuk penelitian deskripsi kualitatif. Hal ini dikarenakan tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan wujud fenomena deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September – Desember 2015 dan mendiskripsikan maksud fenomena deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September – Desember 2015.

Sumber data penelitian ini adalah rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015, yang merupakan sumber data tertulis. Data penelitian ini adalah kalimat yang ada pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yang mengandung ungkapan deiksis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah menggunakan metode simak dengan teknik catat dan teknik dokumentasi dokumen. Metode analisis data penelitian ini menggunakan metode padan dan teknik analisis deskriptif.

Pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yang telah dianalisis, peneliti menemukan adanya penggunaan wujud deiksis eksofora dan wujud deiksis endofora. Penggunaan wujud deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 lebih banyak muncul deiksis endofora daripada deiksis eksofora. Terbukti dengan ditemukannya deiksis endofora sejumlah 129 deiksis dan deiksis eksofora sejumlah 68 deiksis. Wujud deiksis eksofora yang ditemukan dalam rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yaitu (1) deiksis persona, (2) deiksis ruang, dan (3) deiksis waktu. Wujud deiksis endofora yang ditemukan dalam rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yaitu (1) deiksis anafora dan (2) deiksis katafora. Maksud deiksis dalam penelitian ini, ditentukan oleh jenis deiksis dan konteks tuturan yang dapat ditemukan melalui latarbelakang pengetahuan peneliti dan peristiwa/kejadian yang memiliki kaitan dengan isi tuturan. Dengan begitu, setiap wujud deiksis memiliki maksud rujukan yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan jenis deiksis dan konteks tuturan itu. Peneliti menemukan 5 maksud deiksis yaitu (1) maksud merujuk pada persona, (2) maksud merujuk pada ruang/tempat, (3) maksud merujuk pada waktu, (4) maksud rujukan anafora, dan (5) maksud rujukan katafora.


(2)

ABSTRACT

Damayanti, Reni. 2016. The Deictic Phenomena on Opinion Rubric in Koran Tempo September-December 2015. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Literary Education Study Program, Department of Language Education and Arts, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This research discusses the deictic phenomena on opinion rubric in Koran Tempo September-December 2015. This research is a qualitative descriptive research. The purpose of this research is to describe the forms and meaning of the deictic phenomena in opinion rubric Koran Tempo September-December 2015.

The source of this research is the opinion rubric in Koran Tempo September-December 2015. It is a written source. The data of this research is the sentences in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015 containing deictic expression. The method applied to gather the research data is listening method with note-taking and document documentation techniques. The analysis method applied is identity method and descriptive analysis technique.

The research shows that exophoric and endophoric deixis are used in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015. More endophoric deixis occurs in the opinion rubric Koran Tempo than exophoric deixis as the finding shows that there are 129 endophoric deixis and 68 exophoric deixis occur in the opinion rubric. The exophoric deictic forms found in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015 are: (1) person deixis, (2) place deixis, and (3) time deixis. The endophoric deictic forms found in the opinion rubric Koran Tempo are: (1) anaphoric deixis and (2) cataphoric deixis. The type and meaning of the deixis in this research is determined by the speech context defined by the researcher’s background and the events related to the speech content. Therefore, each deictic form has its own reference depending on the type of the deixis and the speech context. There are 5 purposes of using deixis found in this research: (1) referring to pronoun, (2) referring to place, (3) referring to time, (4) referring to anaphoric, and (5) referring to katafora.


(3)

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARIAN KORAN TEMPO EDISI SEPTEMBER – DESEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh: Reni Damayanti

121224066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARIAN KORAN TEMPO EDISI SEPTEMBER – DESEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh: Reni Damayanti

121224066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

SKRIPSI

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARlAN KORAN TEMPO EDISI SEPTEMBER-DESEMBER 2015

Disusun oleh: Reni Damayanti

121224066

Tanggal: 28 April 2016 Dr.R. Kunja4ta Rahardi, M.Hum.


(6)

SKRIPSI

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARlANKORAN

TEMPOEDISI SEPTEMBER-DESEMBER 2015

Dipersiapkan dan disusun oleh Reni Damayanti

121224066

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 18 Mei 2016

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Ketua Sekretaris Anggota 1 Anggota2 Anggota3

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap

: Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd. : Dr.R.Kunjana Rahardi, M.Hum. : Dr.R.Kunjana Rahardi, M.Hum. : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd.

: Dr. B. Widharyanto, M.Pd.

Tanda Tangan

Yogyakarta, 18 Mei 2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

-Rohandi, Ph.D.


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN Saya persembahkan Skripsi ini kepada:

 Untuk Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat, rahmat, dan karunia-Nya.

 Untuk Kedua Orang Tuaku Tersayang, Kartiyana dan Suradiyem, yang telah tulus dan sabar memberikan doa, semangat, dan motivasi agar keberhasilan dapat kuraih sesuai dengan harapan.

 Untuk Keluarga Besarku, yang belum sempat penulis sebut satu-persatu, memberikan doa dan semangat agar saya berhasil dalam studi dengan hasil yang memuaskan.

 Untuk Sahabatku, Vivi, Ririn, dan Ayuk, yang selalu memberikan canda tawa, berbagi ilmu bersama dalam melakukan proses studi di Universitas Sanata Dharma


(8)

v MOTTO

“Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya didapat oleh mereka yang

bersemangat mengejarnya.” (Abraham Lincoln)

“Kualitas bukanlah suatu kebetulan; kualitas selalu berasal dari usaha yang cerdas”

(John Ruskin)

“Sebuah usaha keras dengan keyakinan dan doa, pasti akan menghasilkan hasil yang memuaskan”


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Mei 2016 Penulis


(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Reni Damayanti

Nomor Induk Mahasiswa : 121224066

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang bejudul:

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARIAN KORAN TEMPO EDISI SEPTEMBER-DESEMBER 2015

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media yang lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau di media lainnya untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, Pada tanggal 18 Mei 2016

Yang menyatakan,


(11)

viii ABSTRAK

Damayanti, Reni. 2016. Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015. Penelitian ini termasuk penelitian deskripsi kualitatif. Hal ini dikarenakan tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan wujud fenomena deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September – Desember 2015 dan mendiskripsikan maksud fenomena deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September – Desember 2015.

Sumber data penelitian ini adalah rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015, yang merupakan sumber data tertulis. Data penelitian ini adalah kalimat yang ada pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yang mengandung ungkapan deiksis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah menggunakan metode simak dengan teknik catat dan teknik dokumentasi dokumen. Metode analisis data penelitian ini menggunakan metode padan dan teknik analisis deskriptif.

Pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yang telah dianalisis, peneliti menemukan adanya penggunaan wujud deiksis eksofora dan wujud deiksis endofora. Penggunaan wujud deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 lebih banyak muncul deiksis endofora daripada deiksis eksofora. Terbukti dengan ditemukannya deiksis endofora sejumlah 129 deiksis dan deiksis eksofora sejumlah 68 deiksis. Wujud deiksis eksofora yang ditemukan dalam rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yaitu (1) deiksis persona, (2) deiksis ruang, dan (3) deiksis waktu. Wujud deiksis endofora yang ditemukan dalam rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yaitu (1) deiksis anafora dan (2) deiksis katafora. Maksud deiksis dalam penelitian ini, ditentukan oleh jenis deiksis dan konteks tuturan yang dapat ditemukan melalui latarbelakang pengetahuan peneliti dan peristiwa/kejadian yang memiliki kaitan dengan isi tuturan. Dengan begitu, setiap wujud deiksis memiliki maksud rujukan yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan jenis deiksis dan konteks tuturan itu. Peneliti menemukan 5 maksud deiksis yaitu (1) maksud merujuk pada persona, (2) maksud merujuk pada ruang/tempat, (3) maksud merujuk pada waktu, (4) maksud rujukan anafora, dan (5) maksud rujukan katafora.


(12)

ix ABSTRACT

Damayanti, Reni. 2016. The Deictic Phenomena on Opinion Rubric in Koran Tempo September-December 2015. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Literary Education Study Program, Department of Language Education and Arts, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This research discusses the deictic phenomena on opinion rubric in Koran Tempo September-December 2015. This research is a qualitative descriptive research. The purpose of this research is to describe the forms and meaning of the deictic phenomena in opinion rubric Koran Tempo September-December 2015.

The source of this research is the opinion rubric in Koran Tempo September-December 2015. It is a written source. The data of this research is the sentences in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015 containing deictic expression. The method applied to gather the research data is listening method with note-taking and document documentation techniques. The analysis method applied is identity method and descriptive analysis technique.

The research shows that exophoric and endophoric deixis are used in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015. More endophoric deixis occurs in the opinion rubric Koran Tempo than exophoric deixis as the finding shows that there are 129 endophoric deixis and 68 exophoric deixis occur in the opinion rubric. The exophoric deictic forms found in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015 are: (1) person deixis, (2) place deixis, and (3) time deixis. The endophoric deictic forms found in the opinion rubric Koran Tempo are: (1) anaphoric deixis and (2) cataphoric deixis. The type and meaning of the deixis in this research is determined by the speech context defined by the researcher’s background and the events related to the speech content. Therefore, each deictic form has its own reference depending on the type of the deixis and the speech context. There are 5 purposes of using deixis found in this research: (1) referring to pronoun, (2) referring to place, (3) referring to time, (4) referring to anaphoric, and (5) referring to katafora.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas akhir/skripsi dengan judul Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015 ini dengan baik dan lancar. Tugas akhir yang berupa skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 dan untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan berdasarkan kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Terselesaikannya tugas akhir/skripsi ini dengan baik dan lancar tidak lepas dari bimbingan/bantuan, doa, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu mendampingi dan memberikan dukungan akademis kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan selaku dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran, membimbing, memotivasi, dan memberikan berbagai arahan serta masukan bagi penulis dalam pengerjaan awal hingga akhirnya tugas akhir/skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

4. Dr. Y. Karmin, M.Pd., selaku triangulator data dalam tugas akhir ini. 5. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI)

yang telah mendidik , membimbing, mendukung, dan membantu penulis selama studi di Universitas Sanata Dharma, khususnya di Program Studi


(14)

xi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dalam mempelajari ilmu pendidikan khususnya pendidikan bahasa Indonesia yang dapat dijadikan bekal penulis untuk memasuki dunia pendidikan yang sebenarnya sebagai guru. 6. Robertus Marsidiq, selaku karyawan Sekretariat Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu sabar dan penuh perhatian dalam memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan berbagai urusan baik dalam administrasi maupun penyelesaian tugas akhir/skripsi ini.

7. Kedua orang tua penulis, Bapak Kartiyana dan Ibu Suradiyem, yang telah memberikan semangat, doa, dukungan, dan kasih sayang selama penulis studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Teresia Noberti, Elisabet Ani Ayu S, Yohacim Tito Setyo B, dan Didi Setiadi, teman-teman sepayung yang seperjuangan dalam pengerjaan tugas akhir/skripsi ini.

9. Vivi Damayanti yang telah memperbolehkan penulis untuk beristirahat di kos selama studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

10.Vivi Damayanti, Maria Ani Marini, dan Elisabet Ani Ayu S yang penulis anggap sebagai sahabat penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis dan bersama-sama menjalani studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

11.Agustina Wulan Rosanti dan Monica Lisa Novita, teman sepermainan yang selalu memberikan semangat selama penulis studi di Universitas sanata Dharma Yogyakarta.

12.Melyda Agustini Rahman, yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

13.Teman-teman mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI) angkatan 2012: Melyda Agustini Rahman, Vivi Damayanti, Maria Ani Marini, Eisabet Ani Ayu Senjaya, Marta Susanti, Sisilia Song Liah, Martha Novita Sari Lagur, Novinda Wahyuningsih, Maria Rezti Dafrida, Vivianty Dyah Pangesti, Siti Khotijah, Paulina Novi Dianing Sari, Irene


(15)

xii

Kayep, Sisilia Yosi Nour Indrasari, Maria Ratih Pramitasari, Sarlyn Est Andini Haning, Emanuel Adrianus Moat, Karmelia Galih Runti, Yohacim Tito Setyo B, Muhammad Fauzi Lestari, Edi Tri Haryanto, Septian Purnomo Aji, Markus Jalu Vianugrah, Alfonsus Novendi, Nety Putri Perdani, Yupinus Tsunme, Emanda Sekar Yumita, Ryan Pamula Sari, Skolastika Cyntia Maharani, Claria Fransisca Meylani, dan Sisilia Pripita Tyas, yang sudah menjadi keluarga selama penulis studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

14.Pihak lainnya, yang memberikan dukungan dan bantuan bagi penulis dalam keseluruhan proses studi penulis di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang tidak sempat disebutkan satu-satu dalam tulisan ini. Penulis menyadari bahwa tugas akhir/skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis sebelumnya meminta maaf apabila tulisan ini masih terdapat kekurangan. Maka, saran, ide, dan kritik yang membangun bagi kesempurnaan tulisan ini, sangat diterima oleh penulis. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 18 Mei 2016 Penulis


(16)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………..….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………...……… iv

HALAMAN MOTO ………...….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……….……… vii

ABSTRAK ………...………….. viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ……….. x

DAFTAR ISI ……….… xiii

DAFTAR BAGAN ……… xvi

DAFTAR TABEL ………. xvii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ………..………..……….… 1

1.2 Rumusan Masalah ………..……….. 6

1.3 Tujuan penelitian ……….……… 6

1.4 Manfaat Penelitian ………..……….. 7

1.5 Batasan Istilah ………..………. 8

1.6 Sistematika Penulisan ……..………..………. 9

BAB II LANDASAN TEORI ………..……….. 10

2.1 Penelitian yang Relevan ……….…. 10

2.2 Kajian Teori ……….… 15

2.2.1 Pengertian Pragmaik ……….……….. 15

2.2.2. Konteks ………..……….. 17

2.2.3 Ruang Lingkup Pragmatik ………...………….……….. 19


(17)

xiv

2.2.3.2 Implikatur ………..……… 20

2.2.3.3 Tindak Ujaran ………..…………. 21

2.2.4 Deiksis sebagai Fenomena Pragmatik ……….………. 23

2.2.4.1 Deiksis Luar-Tuturan (Eksofora) ……….. 27

2.2.4.1.1 Deiksis Persona …….……….... 27

2.2.4.1.2 Deiskis Ruang ………….………...…… 29

2.2.4.1.3 Deiksis waktu ….………...………… 30

2.2.4.2 Deiksis Dalam-Tuturan (Endofora) ………….………. 31

2.2.4.2.1 Deiksis Anafora ……….….……….. 31

2.2.4.2.2 Deiksis Katafora ……….….. 34

2.2.5 Maksud dalam Pragmatik ……….……… 35

2.2.6 Opini ……….……… 38

2.3 Kerangka Berpikir ……….………..………. 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 44

3.1 Jenis Penelitian ………..……….… 44

3.2 Data dan Sumber Data ………..………….… 45

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………. 46

3.4 Instrumen Penelitian ……….. 49

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ………...……….. 50

3.6 Triangulasi Data ………...……….. 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 56

4.1 Deskripsi Data ……….………..……….…… 56

4.2 Analisis Data ………..……..……….…. 59

4.2.1 Wujud Deiksis pada Rubrik Opini Harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015………..…... 59

4.2.1.1 Deiksis Eksofora ……….………….. 60

4.2.1.1.1 Deiksis Persona ………….……… 61

4.2.1.1.2 Deiksis Ruang ……….... 76


(18)

xv

4.2.1.2 Deiksis Endofora ………..……….….… 126

4.2.1.2.1 Deiksis Anafora ……….……….… 126

4.2.1.2.2 Deiksis Katafora ……….……….... 176

4.2.2 Maksud Deiksis pada Rubrik Opini Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015 ………. 195

4.2.2.1 Maksud Deiksis Eksofora ……….……… 196

4.2.2.1.1 Maksud Rujukan Persona ….……… 196

4.2.2.1.2 Maksud Rujukan Ruang ………..………...………….. 203

4.2.2.1.3 Maksud Rujukan Waktu ……....……….…………... 208

4..2.2.2 Maksud Deiksis Endofora ………...……….…. 235

4.2.2.2.1 Maksud Rujukan Anafora (Konstituen sebelah kiri)………..…….. 235

4.2.2.2.2 Maksud Rujukan Katafora (Konstituen sebelah kanan) …...….. 257

4.3 Pembahasan ………..……….….…. 267

BAB V PENUTUP ……….…. 306

5.1 Simpulan ………..……….… 306

5.2 Saran ……… ……….….. 307

DAFTAR PUSTAKA ... 309

LAMPIRAN ... 312 BIOGRAFI PENULIS


(19)

xvi

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1 Kerangka Berpikir ……… 43


(20)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Jumlah data deiksis berdasarkan jenisnya ………...… 58


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian bab pendahuluan ini akan dipaparkan antara lain: (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) batasan istilah, dan (6) sistematika penulisan. Uraian secara lengkap bagian bab pendahuluan akan dipaparkan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang

Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Chaer, 2012: 1), melalui pendapat itu dapat diketahui bahwa sejak linguistik muncul dan berkembang bahasa tidak bisa lepas dari linguistik. Melalui definisi itu pula dapat ketahui bahwa objek kajian linguistik adalah bahasa. Menurut Kridalaksana dalam Chaer (2012: 31-33) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa yang digunakan oleh manusia untuk bersosial ini, jika dikaitkan dengan linguistik, bahasa menjadi merupakan objek kajian dari linguistik. Objek kajian linguistik pertama, parole merupakan objek konkret/ujaran nyata yang diucapkan oleh para bahasawan dari suatu masyarakat bahasa. Menurut Bloomfield dalam Anwar (1984: 31) menyatakan bahwa masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang berinteraksi dengan satu sama lain dengan menggunakan bahasa tertentu. Misalnya negara Indonesia yang masyarakatnya dalam berbahasa/berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia


(22)

maka masyarakat Indonesia ini disebut masyarakat bahasa karena mereka dalam berkomunikasi antar masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia. Kedua, langue merupakan objek yang abstrak/berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara secara keseluruhan. Ketiga, langage merupakan objek yang paling abstrak/berwujud sistem bahasa secara universal. Melalui ketiga hal itu, parole-lah yang dikaji secara langsung oleh linguistik. Hal ini dikarenakan parole berwujud konkret, nyata, dapat diamati, atau diobservasi. Hal ini, membuktikan bahwa bahasa merupakan suatu hal yang sangat penting bagi hidup manusia terutama untuk berinteraksi sosial dalam sebuah masyarakat.

Dalam perkembangannya, linguistik memiliki beberapa cabang, salah satunya adalah pragmatik. Pragmatik dalam analisisnya, lebih menganalisis pada makna tuturan. Makna tuturan pada pragmatik ini berbeda dengan makna tuturan dari semantik yang berupa makna pada kalimat. Tuturan dalam pragmatik merupakan pengujaran kalimat pada konteks yang nyata. Makna dalam pragmatik lebih terikat dengan konteks. Sedangkan semantik lebih ke makna kata yang bebas dengan konteks. Maka, Rahardi (2003: 78) memberikan definisi bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur eksternal bahasa. Eksternal bahasa di sini maksudnya berupa konteks.

Ketika seseorang melakukan percakapan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mitra tutur, baik secara sadar maupun tidak sadar, seseorang itu/penutur itu dalam kalimat/tuturan yang diucapkannya terdapat beberapa kata ganti yang bermacam-macam dan memiliki acuan yang berganti-ganti. Hal itu, jika dipahami lebih dalam dapat dianalisis dengan menggunakan


(23)

salah satu cabang pragmatik yaitu deiksis. Deiksis merupakan salah satu cabang pragmatik. Purwo (1990: 17) menyatakan bahwa pragmatik memiliki empat cabang yaitu praanggapan, tindak ujaran, implikatur, dan deiksis. Deiksis pada pragmatik merupakan kata yang acuannya berpindah-pindah bergantung dimana, kapan, pada waktu apa kata/kalimat itu diucapkan, dan siapa yang mengatakan. Hal itu, sesuai dengan pernyataan Purwo (1984: 1) bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.

Berdasarkan pengertian deiksis di atas, deiksis memiliki peran yang yang sangat penting dalam ujaran seseorang. Banyak sedikitnya deksis yang digunakan oleh penutur, akan mempengaruhi pemahaman si mitra tutur. Maka penting sekali penutur dan mitra tutur juga mengetahui konteks, karena salah satu keberhasilan komunikasi antara penutur dan mitra tutur juga dipengaruhi oleh konteks yang dapat membantu penutur dan mitra tutur saling memahami atau komunikasi akan berjalan lancar. Degan begitu pula, maksud si penutur dapat tersampaikan dengan jelas oleh mitra tutur.

Deiksis tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi antara penutur dan mitra tutur saja atau ujaran lisan, tetapi juga dapat dituliskan, seperti pada surat kabar harian Koran Tempo pada pendapat di rubrik pendapat. Pendapat pada surat kabar merupakan tulisan seseorang yang berasal dari berbagai profesi. Seseorang yang menulis pendapat dikoran belum tentu mengetahui apakah maksudnya dapat tersampaikan kepada pembaca atau tidak dan dimungkinkan pemahaman antara


(24)

pembaca yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Hal ini, dikarenakan banyak penulis belum mengetahui apakah kata yang digunakan dalam menuliskan pendapatnya mengandung deiksis. Maka, peneliti akan melakukan penelitian terhadap deiksis pada harian Koran Tempo dengan judul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September - Desember 2015”. Peneliti memilih opini di harian Koran Tempo karena sangat menarik untuk diteliti dan opini/pendapat pada surat kabar harian Koran Tempo berisi pendapat dari orang-orang secara tidak langsung mewakili institusinya menyampaikan pendapat terhadap sesuatu hal kepada orang banyak, sehingga jika dilihat lebih dalam isi pendapat dari orang-orang yang menulis pendapat di harian Koran Tempo mengandung banyak deiksis yang menarik untuk diteliti.

Peneliti memilih harian Koran Tempo sebagai sumber data karena harian Koran Tempo merupakan media massa nasional yang sudah beredar di seluruh Indonesia, yang telah ada sejak 1969. Koran Tempo memiliki sifat independen yaitu tanpa adanya campur tangan pemerintah Indonesia, sehingga Koran Tempo menjadi sarana khususnya penulis opini dalam mencurahkan opininya melalui harian Koran Tempo secara bebas. Walaupun begitu, opini di harian Koran Tempo dalam beropini/menuliskan opininya tidak menyudutkan pihak-pihak yang dijadikan topik opini. Bahasa yang digunakan dalam menulis opini di harian Koran Tempo rata-rata menggunakan bahasa yang formal dan sopan. Segi format, opini di harian Koran Tempo sesuai dengan aturan penulisan opini yaitu penulis opini pada awalnya menyajikan sebuah fakta yang kemudian diikuti pendapat


(25)

penulis opini, kemudian diikuti pula saran yang diberikan penulis terhadap masalah atau topik opini.

Berdasarkan hal di atas peneliti mengambil topik tentang fenomena deiksis pada surat kabar ini karena penelitian tentang fenomena deiksis pada surat kabar juga masih jarang diteliti oleh peneliti lain dalam kajian pragmatik. Deiksis memiliki peran penting dalam penulisan dalam surat kabar. Ha ini dilakukan agar tulisan yang ada di surat kabar tidak monoton dan varitif. Tulisan yang ada pada rubrik opini harian Koran Tempo mengandung banyak deiksis, karena penulisnya pun setiap hatinya berganti dan beragam. Penggunaan deiksis pada pendapat di rubrik opini harian Koran Tempo perlu dipelajari agar ketika pembaca memenukan kata yang deiksis dapat mudah memahami walaupun acuannya berpindah-pindah. Selain itu, deiksis penting diteliti karena memberikan manfaat bagi dunia pendidikan terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menenagah Atas akan selalu mempelajari bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia yang sering menuntut siswa untuk membaca sebuah teks atau pun bacaan tertentu kadang membuat siswa kurang memahami dari isi ataupun maksud dalam teks/bacaan yang dibaca siswa. Maka, guru memiliki peran penting dalam menentukan bacaan yang baik bagi siswa, sehingga dapat dipahami isi atau maksud dari bacaan/teks yang dibaca siswa. Deiksis dalam hal tersebut memiliki peran yang sangat besar. Guru dapat memanfaatkan teori deiksis dalam melakukan identifikasi atau melihat baik buruknya teks yang akan diberikan kepada siswa. Misalnya saja di tingkat Sekolah Menengah Atas terdapat KD yang menuntut siswa untuk mengintepretasi


(26)

sebuah teks, maka sebelum guru memberikan teks kepada siswa guru dapat menggunakan teori deiksis apakah teks yang akan diberikan kepada siswa layak atau tidak. Jadi, fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo yang sudah diterbitkan secara nasional ini sangat menarik untuk diteliti dengan menggunakan salah satu cabang pragmatik yaitu deiksis.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

a. Apa sajakah wujud fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015?

b. Apa sajakah maksud fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015?

1.2 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan wujud fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015.

b. Mendeskripsikan maksud fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015.


(27)

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015” ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Oleh sebab itu, penelitian ini memiliki dua manfaat yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis penelitian ini, diharapkan dapat memperluas kajian dan memperkaya khasanah teoretis tentang deiksis dalam bahasa Indonesia sebagai fenomena pragmatik.

Manfaat praktis penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat dibidang pendidikan, redaksi dalam surat kabar, peneliti lain, dan peneliti sendiri. Bagi praktisi pendidikan, misalnya guru, dapat menggunakan deiksis sebagai alat bantu mengidentifikasi teks bacaan sebelum diberikan kepada siswa/murid. Bagi dosen pengajar bahasa Indonesia, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bahan ajar khususnya mata kuliah pragmatik. Bagi redaksi suatu media massa dapat menggunakan deiksis secara bervariasi dalam hasil tulisannya, sehingga tidak monoton dan membosankan. Bagi peneliti lain dapat membantu penelitian-penelitian yang selanjutnya, yang berhubungan dengan deiksis. Bagi peneliti sendiri, sebagai orang yang mempelajari bahasa Indonesia terutama deiksis, dapat menggunakan deiksis dengan baik dan sesuai dengan situasi kapan menggunakan deiksis dengan tepat/lebih jeli lagi, sehingga mitra tutur yang diajak berbicara dapat memahami maksud peneliti/penutur dengan baik.


(28)

1.4 Batasan Istilah

Beberapa istilah yang perlu diberi batasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. (Yule dalam Wahyuni, 2006: 3).

b. Deiksis

Deiksis adalah kata yang apabila referensinya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu (Purwo, 1984: 1).

c. Konteks

Konteks adalah latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur (Rahardi, 2003: 20).


(29)

d. Maksud

Maksud sebagai sesuatu yang luar ujaran dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frasa, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri (Chaer, 1990: 35).

e. Opini

Artikel opini atau opini adalah tulisan lepas yang dibuat seseorang – lazimnya bukan orang yang berada dalam redaksi media yang bersangkutan – untuk mengupas masalah aktual dan/atau masalah kontroversial tertentu (Kuncoro dalam Rahardi, 2012: 29).

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian adalah sebagai berikut. Bab I berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi uraian tentang landasan teori yang menguraikan tentang penelitian yang relevan, kajian teori, dan kerangka berpikir. Bab III berisi uraian tentang metode penelitian yang menguraikan tentang jenis penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan teknik analisis data, dan trianggulasi data. Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Bab V berisi penutup yang terdiri atas simpulan dan saran.


(30)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini berisi uraian tentang (1) penelitian yang relevan, (2) kajian teori, dan (3) kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang topik-topik penelitian yang sejenis dengan peneliti lain. Kajian teori berisi tentang berbagai teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini, terdiri atas teori pragmatik, konteks, ruang lingkup pragmatik, deiksis sebagai fenomena pragmatik (jenis-jenis deiksis sudah termasuk di dalamnya), maksud dalam pragmatik, dan konsep opini. Keranga berpikir berisi tentang acuan teori berdasarkan penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah. Uraian secara lengkap akan dipaparkan dalam bab landasan teori ini.

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang deiksis para rubrik opini harian Koran Tempo sejauh yang diketahui oleh penulis belum pernah dilakukan. Namun, terdapat penelitian yang relevan dengan penelitian yang berkaitan dengan deiksis. Oleh karena itu, pada bagian ini akan diuraikan tiga penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu penelitian yang dilakukan oleh Naswati Bangkit Widiastuti (2011) yang berasal dari Universitas Muhammadiyah Surakarta; Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Erna Dwi Hastuti (2013) yang berasal dari Universitas Muhammadiyah Surakarta; Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, dan Andi Lisano Pastia


(31)

(2013) yang berasal dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Widiastuti, Naswati Bangkit (2011) yang skripsinya yang berjudul Pemakaian Deiksis Sosial Pada Opini Harian Republika Edisi Maret-April 2011. Penelitian ini bertujuan: 1) memaparkan bentuk-bentuk deiksis sosial yang terdapat dalam opini harian Republika edisi Maret-April 2011, 2) memaparkan kategorisasi deiksis sosial yang terdapat dalam opini harian Republika edisi Maret-April 2011, dan 3) memaparkan fungsi deiksis sosial yang terdapat dalam harian Republika edisi Maret-April 2011. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Objek penelitiannya adalah opini di harian Republika. Edisi Maret-April 2011. Subjek penelitiannya adalah deiksis sosial. Sumber data adalah data tertulis yang terdapat dalam opini harian Republika edisi Maret-April 2011. Data penelitian berupa kata dan frasa yang mengandung deiksis sosial. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti ini adalah teknik simak bebas lipat cakap dan teknik catat.

Berdasarkan kegiatan yang dilakukan peneliti di atas peneliti mendapatkan hasil penelitiannya yang berupa temuan mengenai deikisis sosial berupa kata dan frasa. Kategori bentuk deiksis sosial penelitian ini terdiri atas honorifik dan eufimisme. Honorifik meliputi deiksis sosial yang berhubungan dengan jabatan (yaitu 1) jabatan presiden, perdana menteri, dan raja; 2) jabatan menteri, gubernur, dan bupati; 3) jabatan ketua, kepala, dan mantan kepala; dan 4) jabatan panitia, anggota, dan mantan anggota), gelar (yaitu 1) penggunaan gelar akademik; 2)


(32)

penggunaan gelar keagamaan; dan 3) penggunaan gelar kebangsawanan), profesi ( yaitu 1) profesi ekonom; 2) profesi pasukan; dan 3) profesi kolumnis), dan julukan (yaitu 1) julukan pelaku, dan mafia; 2) julukan ulama, kaum, dan umat; dan 3) julukan pemimpin, dan pendiri). Eufimisme meliputi 1) deiksis sosial bermakna positif; dan 2) deiksis sosial bermakna negatif.

Hastuti, Erna Dwi (2013) yang dengan skripsinya yang berjudul Deiksis Sosial Pada Opini Surat Kabar Harian Jawa Pos Edisi April 2012. Penelitian yang dilakukan peneliti ini bertujuan: 1) Memaparkan bentuk deiksis sosial pada opini harian Jawa Pos edisi April 2012. 2) Memaparkan kategori deiksis sosial pada opini harian Jawa Pos edisi April 2012. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa teknik simak. Teknik analisis menggunakan metode agih dan metode padan. Subjek penelitian adalah opini harian Jawa Pos edisi April 2012. Objek penelitiannya adalah deiksis sosial. Sumber data dalam penelitian berupa data media cetak yang tertulispada opini surat kabar harian Jawa Pos edisi April 2012.

Berdasarkan kegiatan yang dilakukan peneliti di atas peneliti mendapatkan hasil penelitiannya yang berupa pertama, bentuk deiksis sosial yang ditemukan penelitian berupa kata dan frasa. Bentuk deiksis sosial berupa kata meliputi beliau, panitia, raja, ia, kepala, ulama, presiden, menteri, pemimpin, kaum, umat, partai, bupati. Bentuk deiksis sosial berupa frasa yaitu mantan ketua. Kedua, kategori deiksis sosial yang ditemukan dalam penelitian ini berupa bentuk honorifis dan eufimisme. Kategori deiksis sosial bentuk honorifis berupa


(33)

penyebutan nama jabatan, yaitu : (1) jabatan Menteri, Wakil Menteri, dan Mantan Menteri, (2) Gubernur, Bupati, dan Pimpinan, (3) Ketua, Wakil Ketua, dan Mantan Ketua, (4) Bupati, Pimpinan, jaksa, (5) Ketua, Wakil Ketua, dan Mantan Ketua, (6) Anggota, Hakim dan Mantan Hakim; penggunaan gelar, yaitu: (1) gelar Akademis yaitu Prof, (2) gelar Keagamaan, yaitu KH, (3) gelar Kebangsawanan yaitu Raden Ayu, Pangeran, Raden Mas; profesi, yaitu nelayan, petani, hakim, dokter, nahkoda, dan dosen; dan julukan, yaitu berupa geng, ulama, kaum dan umat.

Pastia, Andi Lisano (2013) yang dengan skripsinya yang berjudul Analisis Deiksis Persona pada Novel Laksmana Jangoi Karya Muharroni. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis jenis-jenis deiksis persona dan penggunaan bentuk deiksis persona pada novel Laksmana Jangoi Karya Muharroni. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah teknik dokumentasi. Analisis data yang digunakan yaitu dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti di atas menemukan penggunaan deiksis persona pada novel berjudul Laksmana Jangoi Karya Muharroni, diantaranya deiksis persona pertama bentuk tunggal aku 88 penemuan, -ku 66 penemuan, ku- 20 penemuan, dan saya 2 penemuan. Penggunaan deiksis persona pertama bentuk jamak kami 17 penemuan dan kita 64 penemuan. Penggunaan deiksis persona kedua bentuk tunggal engkau 12 penemuan, kau- 64 penemuan, dan –mu 2 penemuan. Penggunaan deiksis persona kedua bentuk jamak kalian 20 penemuan. Penggunaan deiksis persona ketiga bentuk tunggal


(34)

dia 50 penemuan, ia 42 penemuan, dan –nya 377 penemuan. Penggunaan deiksis persona bentuk jamak mereka 75 penemuan. Penggunaan deiksis persona yang paling dominan pada novel berjudul Laksmana Jangoi karya Muharroni yaitu deiksis persona ketiga bentuk tunggal –nya.

Berdasarkan ketiga penelitian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian Naswati Bangkit Widiastuti (2011), Erna Dwi Hastuti (2013), dan Andi Lisano Pastia (2013) hanya menganalisis/menyebutkan wujud deiksis saja yang ada pada koran (Naswati Bangkit Widiastuti pada koran Republika edisi Maret sampai April 2011 dan Erna Dwi Hastuti pada Jawa Pos edisi April 2012) bagian opini, serta pada novel berjudul Laksmana Jangoi karya Muharroni. Sedangkan posisi penelitian ini bukan hanya menganalisis wujud deiksis saja, tetapi juga mendiskripsikan wujud dan maksud deiksis dengan melihat konteks. Selain itu, jika dilihat ketiga penelitian itu hanya menunjukkan satu wujud/jenis deiksis saja (deiksis sosial dan deiksis persona), sedangkan penelitian ini, deiksis yang digunakan mencakup semua deiksis (deiksis yang ada pada buku tulisan Bambang Kaswanti Purwo yang berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia) yaitu deiksis eksofora dan deiksis endofora. Deiksis eksofora mencakup deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Deiksis endofora mencakup deiksis anafora (deiksis anafora persona dan deiksis anafora bukan persona) dan deiksis katafora (deiksis katafora persona dan deiksis katafora bukan persona). Penelitian ini menggunakan harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yang dikhususkan pada rubrik opini. Maka, judul penelitian ini adalah “Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember


(35)

2015”. Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan wujud deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 dan mendeskripsikan maksud deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015.

2.1 Kajian Teori

Penelitian yang berjudul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015” dalam analisisnya menggunakan beberapa teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis, diantaranya pragmatik, konteks, ruang lingkup pragmatik, deiksis sebagai fenomena pragmatik (jenis-jenis deiksis sudah termasuk di dalamnya), maksud, dan opini. Namun, teori yang digunakan sebagai dasar dalam menganalisis data pada rubrik opini di harian Koran Tempo adalah teori deiksis, maksud, dan konteks. Berikut pemaparan terkait teori yang menjadi landasan peneliti dalam penelitian ini.

2.1.1 Pengertian Pragmatik

Bahasa merupakan suatu alat yang sangat penting dalam kehidupan bersosial. Ketika seorang menggunakan bahasa untuk berkomunikasi atau menyampaikan sebuah ide, maka orang yang diajak berbicara pun juga harus mampu mengetahui maksud atau makna dari si penutur itu. Dalam ilmu bahasa, hal itu bisa dikaji dengan menggunakan ilmu pragmatik. Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa pragmatik tidak lepas dari linguisik. Hal ini sejalan dengan


(36)

penjelasan Rahardi (2006: 45) bahwa pragmatik sebagai salah satu cabang linguistik.

Levinson dalam Tarigan (1986: 33) menyatakan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasi atau disandikan dalam struktur sesuatu bahasa. Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain: memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan secara kasar dapat dirumuskan: pragmatik = makna – kondisi-kondisi kebenaran. Dengan demikian dalam pragmatik, makna diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa atau makna dalam pragmatik yang terikat dengan konteks. Maka, makna dalam pragmatik dapat diketahui dengan melihat konteks tuturan. Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.

Rahardi (2003: 78) memberikan definisi bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur eksternal bahasa. Eksternal bahasa di sini maksudnya berupa konteks. Sejalan dengan pendapat Leech (1993: 8) menyatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar. Yule (2006: 3) menyatakan pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh


(37)

pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud.

Berdasarkan beberapa definisi atau pengertian dari para ahli pragmatik di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari tentang penggunaan bahasa atau makna tuturan yang didasarkan pada konteksnya. Seorang mitra tutur akan mengetahui maksud/makna tuturan dari si penutur apabila mitra tutur mengetahi konteks dari tuturan itu. Oleh sebab itu konteks dalam tuturan sangat penting dipahami dan diketahui oleh mitra tutur, agar maksud dari suatu tuturan dapat tersampaikan dengan baik. Secara garis besar pragmatik mempelajari maksud/makna tuturan yang didasarkan oleh konteks/situasi ujar.

2.1.2 Konteks

Konteks merupakan bagian dari pragmatik dalam menentukan maksud/makna sebuah tuturan. Adanya konteks akan membuat mitra tutur maupun menutur akan dapat saling memahami antara maksud penutur maupun mitra tutur. Apabila dalam berkomunikasi tidak memperhatikan konteks maka maksud dalam sebuah tuturan tidak akan tertangkap/tercapai dengan jelas. Oleh sebab itu, konteks memiliki peranan penting dalam menentukan maksud/makna dalam sebuah tuturan.


(38)

Rahardi (2003: 78) memberikan definisi bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur eksternal bahasa. Eksternal bahasa di sini maksudnya berupa konteks. Menurut Rahardi (2003: 20) mengatakan bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai latar pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh mitra tutur atas apa yang dimaksud oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai konteks tuturan, yang identitas atau jati dirinya adalah semua latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh para pelibat pertuturan, jelas-jelas akan dapat membantu para pelibat pertuturan itu untuk menafsirkan kandungan pesan atau maksud yang hendak disampaikan di dalam setiap pertuturan.

Menurut Leech (1993: 20) konteks adalah aspek-aspek yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh n dan t dan yang membantu t menafsirkan makna tuturan. Pengertian konteks sejalan dengan Sobur (2006: 56) bahwa Konteks memasukan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Tarigan (1986: 35) mengartikan konteks sebagai setiap latar belakang pegetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh Pa (pembicara/penulis) dan Pk (penyimak/pembaca) serta yang menunjang interpretasi Pk (penyimak/pembaca) terhadap apa yang dimaksudkan Pa (pembicara/penulis) dengan suatu ucapan tertentu.


(39)

Berdasarkan pengertian beberapa ahli terkait konteks, dapat diketahui atau disimpulkan bahwa konteks merupakan segala latarbelakang pengetahuan atau segala situasi yang ada di luar teks yang dapat membuat mitra tutur/pembaca memahami maksud sebuah tuturan atau bacaan. Konteks dapat mencakup siapa penuturnya, kepada siapa, kapan dituturkan, dimana dituturkan, dan berkaitan dengan apa tuturan itu diucapkan. Konteks memiliki peran penting dalam analisa pragmatik.

2.2.3 Ruang Lingkup Pragmatik

Menurut Purwo (1990: 17) ilmu pragmatik memiliki empat jenis ruang lingkup yang telah disepakati yaitu (1) praanggapan (presupposition), (2) implikatur (conversational implicature), (3) tindah ujaran (speech acts), dan (4) deiksis. Keempat ruang lingkup tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

2.2.3.1 Praanggapan

Rahardi (2006: 42) menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat dikatakan mempraanggapkan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat dikatakan. Contohnya Kalau kamu sudah sampai di Jakarta, tolong aku diberi kabar. Jangan sampai lupa! Aku tidak ada di rumah karena bukan hari libur. Tuturan itu tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahu si mitra tutur bahwa ia harus melakukan sesuatu seperti yang dimaksudkan di dalam tuturan itu melainkan ada sesuatu yang tersirat dari tuturan itu yang harus dilakukannya, misalnya mencari alamat kantor atau monor telpon si


(40)

penutur. Hal ini sejalan dengan pandangan Purwo (1990: 18) yang mengatakan bahwa jika suatu kalimat diucapkan, selain dari makna yang dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu, turut tersertakan pula tambahan makna, yang tidak dinyatakan, tetapi tersiratkan dari pengucapan kalimat itu.

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah segala sesuatu yang dianggap oleh penutur sudah diketahui oleh mitra tuturnya. Jadi, penutur menganggap ketika si penutur membicarakan sesuatu hal, mitra tuturnya sudah mengetahui dari maksud si penutur atau sudah mengetahui apa yang diucapkan si penutur.

2.2.3.2 Implikatur

Menurut Rahardi (2006: 42) menyatakan bahwa di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Diantara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti. Sejalan dengan pernyataan Purwo (1990: 20) yang menyatakan bahwa jika ada dua orang yang bercakap-cakap, percakapan itu dapat berlangsung dengan lancar berkat adanya semacam “kesepakatan bersama”. Kesepakatan itu berupa kontrak tak tertulis bahwa ihwal yang dibicarakan itu harus saling berhubungan atau berkaitan. Hubungan/keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing kalimat secara lepas; maksudnya, makna keterkaitan itu tidak terungkapkan secara “literal” pada kalimat itu sendiri. Levison (1983:97)


(41)

menyebut implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam prakmatik. Salah satu alasan penting yang diberikannya adalah implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas terdapat persamaan yaitu ketika seseorang melakukan percakapan terdapat sebuah kesepakatan bersama yang tidak tertulis/memiliki pemahaman yang sama tentang sesuatu hal/tentang hal yang sedang dibicarakan. Contohnya:

A: “Pak mohon izin saya mau ke belakang.” B: “Ya, silahkan.”

Kata ke belakang di atas memiliki maksud untuk ke toilet atau kamar mandi (semua orang mengetahui kalau ke belakang itu pasti ke kamar mandi).

2.2.3.3 Tindak Ujaran

Menurut Purwo (1990: 19) menyatakan bahwa di dalam mengatakan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan pengucapan kalimat itu. Di dalam pengucapan kalimat ia juga “menindakkan” sesuatu. Hal-hal yang dapat ditindakkan dalam berbicara antara lain: permintaan, pemberian izin, tawaran, ajakan, dan penerimaan akan tawaran. Sejalan dengan pendapat Austin dalam Nadar (2009: 11) yang menyatakan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pada waktu seseorang menggunakan kata kerja promise „berjanji‟, apologize „minta maaf‟, name „menamakan‟, pronounce „menyatakan‟ misalnya “Saya berjanji saya akan


(42)

datang tepat waktu”, “Saya minta maaf karena datang terlambat”, “Saya menamakan kapal ini Elisabeth”, maka yang bersangkutan tidak hanya mengucapkan tetapi juga melakukan tindakan berjanji, meninta maaf, dan menamakan. Tuturan-tuturan tersebut dinamakan tuturan performatif, sedangkan kata kerjanya juga disebut kata kerja performatif.

Tindak ujaran juga mengadung tiga hal yang penting dalam tindak ujaran. John R Searle dalam Rahardi (2003: 70-72) menyatakan ada tiga macam tindak ujaran/tindak tutur antara lain tindak lokusioner (locutionary acts), tindak ilokusioner (illocutionary acts), dan tindak perlokusioner (perlocutionary acts). Tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat itu. Tindak tutur ini disebut juga the act of saying something. Dalam tindak lokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disapaikan oleh si penutur. Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi yang tertentu pula. Tindak tutur ini disebut the act of doing something. Pada tindakan ini penutur berharap mitra tutur melakukan sesuatu atas perkataannya. Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengauh kepada diri sang mitra tutur. Tindak tutur semacam ini disebut the act of effecting someone.

Berdasarkan hal di atas jika disimpulkan untuk pengertian tindak tutur/tindak ujaran adalah suatu ujaran berupa frasa atau kalimat yang disertai dengan sebuah tindakan yang dapat memberikan pengaruh bagi mitra tutur. Contohnya selain pada paragraf pertama ialah Lokusi “Kepalaku pusing” (dimakudkan memberitahu mitra tutur bahwa penutur mengucapkan kata-kata itu, si penutur memang sedang sakit kepala). Ilokusi: penutur berharap mitra tuturnya


(43)

bukan hanya mengetahui kalau penutur sakit kepala atau pusing tetapi penutur berharap jika mitra tutur mengambilkan atau membelikan obat sakit kepala, memijit kepala penutur, dan sebagainya. Perlokusi tuturan Kepalaku pusing juga memberikan efek takut kepada mitra tutur (kepada anak kecil) supaya tidak melihat permainan tong setan, karena jika melihat itu mitra tutur dapat pusing melihat permainan itu, sehingga mitra tutur menjadi takut untuk melihat permainan itu.

2.2.4 Deiksis sebagai Fenomena Pragmatik

Linguistik yang merupakan ilmu tentang bahasa seiring dengan perkembangannya telah melahirkan cabang-cabang ilmu baru, salah satunya pragmatik. Menurut Levinson (1983: 9) pragmatik adalah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Jadi pragmatik mempelajari bahasa kaitanya dengan konteks. Konteks di sini merupakan situasi dan keadaan ketika ujaran itu diucapkan.

Pragmatik seiring dengan perkembangannya memiliki cabang-cabang yang terdiri dari empat yaitu implikatur, presuposisi, tindak ujaran, dan deiksis. Setiap cabang ini memiliki masing-masing kegunaan. Ketika akan melakukan analisis terhadap suatu ujaran atau kalimat bahasa tentang ujaran ketika diucapkan diikuti dengan tindakkan maka alat analisisnya menggunakan tindak ujar, jika ingin menganalisis suatu bahasa dengan melihat kata yang sama memiliki rujukan atau maksud yang berbeda-beda maka alat analisisnya menggunakan deiksis, dan sebagainya.


(44)

Perkembangan pragmatik yang begitu pesat akhir-akhir ini, memunculkan banyak ahli tentang pragmatik. Akan tetapi perkembangan seorang ahli pragmatik pada akhir-akhir ini lebih banyak terfokus pada satu cabang pragmatik. Bambang Kaswanti Purwo merupakan salah satu ahli pragmatik yang berasal dari Indonesia dengan fokus bukunya pada cabang deiksis. Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktitos, yang berarti‟hal penunjukan secara langsung‟. Dalam logika istilah Inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung (pada masa setelah Aristoteles) sebagai lawan dari istilah elenctic yang merupakan istilah untuk pembuktian tidak langsung (The Compact Edition of the Oxford English Dictionary 1971: 151). Untuk istilah deiksis beberapa ahli bahasa lain Sturtevant dan Jespersen dalam Purwo (1984: 2) memakai istilah shifters. Akan tetapi istilah shifters dipakai pula untuk mencangkup pengertian yang lebih luas, yaitu untuk menunjuk pada arti yang berganti-ganti menurut konteks. Dalam bukunya Bambang kaswanti Purwo deiksis dibagi menjadi dua yaitu deiksis eksofora dan deiksis endofora. Deiksis eksofora memiliki tiga cabang lainnya yaitu deiksis persona (kamu, dia, mereka, dan sebagainya), deiksis waktu (kemarin, hari ini, dan sebagainya), dan deiksis tempat (di sini, di sana, dan sebagainya), sedangkan deiksis endofora lebih kepada katafora dan anafora.

Di luar negeri terdapat tokoh yang mengkaji deiksis pula yaitu seorang ahli bernama Stephen C Levinson dengan membagi deiksis menjadi dua yaitu deiksis eksofora dan deiksis endofora. Deiksis eksofora memiliki tiga cabang lainnya yaitu deiksis persona (kamu, dia, meraka, dan sebagainya), deiksis waktu (kemarin, hari ini, dan sebagainya), dan deiksis tempat (di sini, di sana, dan


(45)

sebagainya), sedangkan deiksis endofora terdapat dua jenis yaitu deiksis sosial dan deiksis wacana.

Ketika seseorang berbicara atau berkomunikasi dengan lawan tutur sering menggunakan kata-kata yang menunjuk pada orang, tempat, maupun waktu, sehingga ketika seseorang yang diajak bicara/mitra tutur tidak dapat memahami maksud dari penutur dengan baik, maka komunikasi tidak akan berjalan dengan lancar dan terhambat oleh faktor pemahaman oleh mitra tutur. Hal inilah yang kadang orang ketika menggunakan banyak kata penunjuk yang tidak sesuai dengan tempatnya membuat mitra tutur bingung dengan apa yang sedang dibicarakan. Maka keberhasilan suatu interaksi antara penutur dan mitra tutur sedikit banyak tergantung dengan pemahaman deiksis yang digunakan oleh penutur. Contoh lain yang diberikan oleh Mey dalam Nadar (2009: 55) yaitu seorang tamu hotel di negara asing yang sedang berada di kamarnya. Tiba-tiba ada ketukan di pintu kamarnya, dan dia bertanya “Who is there?” (Siapa di sana?), serta dijawab dengan “It’s me”. Bagitamu hotel tersebut, kata me (saya) tidak memperjelas siapa penuturnya, karena me (saya ) menunjuk pada seseorang yang bagi tamu tersebut juga tidak jelas. Dengan demikian me (saya) adalah kata deiksis, dan menunjukkan pada diri orang yang mengucapkannya. Kalau orangnya berubah, maka me (saya) menunjuk pada orang yang berbeda pula.

Levimson dan Nadar, sama-sama membicarakan deiksis, tetapi penelitian ini akan menggunakan teori milik Bambang Kaswanti Purwo mengenai deiksis. Hal ini dikarenakan Bambang Kaswanti Purwo dianggap lebih lengkap dalam menjabarkan deiksis dan dia pun juga pernah melakukan penelitian terkait deiksis,


(46)

hingga menghasilkan sebuah buku yang dikhususkan dalam analisis deiksis secara lengkap. Sedangkan Levinson dan Nadar dalam buku mereka tidak menjabarkan secara detail seperti milik Bambang Kaswanti Purwo. Levinson dan Nadar tidak secara rinci atau mengkhususkan membuat buku yang dikhususkan untuk penelitian deiksis, seperti milik Bambang Kaswanti Purwo yang berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia.

Menurut Purwo (1984: 1) mengatakan bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Jika dijelaskan bahwa kata yang disebut deiksis dapat berpindah-pindah acuannya. Kata seperti saya, sini, sekarang (merupakan sebagian kecil contoh) adalah kata-kata yang deiksis. Kata-kata seperti ini tidak memiliki referen yang tetap. Kata saya bisa megacu pada saya sendiri (peneliti) dan orang lain, tergantung siapa yang mengucapkan kata saya. Misalnya kata saya jika si X yang mengatakan maka saya adalah si X, akan tetapi jika kata saya diucapkan si Y maka saya adalah si Y. Hal ini tergantung siapa yang mengucapkan kata saya. Contoh lain Saya (Reni) sedang makan, maka kata saya merujuk pada Reni. Namun, jika yang mengucapkan kalimat tersebut orang lain (Maya), maka kata saya merujuk pada orang lain (Maya), bukan Reni karena yang mengucapkan kalimat tersebut berbeda orangnya.

Dalam kajian sebuah deiksis juga masih mengkaji bahasa/ujaran yang juga dikaji oleh pragmatik maupun linguistik. Akan tetapi dalam deiksis bahasa yang dikaji lebih pada kata yang acuannya dapat berpindah-pindah. Purwo (1984)


(47)

membagi deiksis mejadi dua wujud utama yaitu deiksis luar-tuturan (eksofora) dan deiksis dalam-tuturan (endofora). Deiksis eksofora, lebih menekankan pembahasan dibidang semantik leksikal. Deiksis eksofora terbagi atas deiksis persona (bentuk-bentuk nominal dan pronominal.), deiksis tempat/ruang (leksem verbal dan adjektival), dan deiksis waktu (leksem adverbial), sedangkan deiksis endofora lebih menekankan ke masalah sintaksis. Deiksis endofora juga terbagi atas deiksis endofora anafora (deiksis yang penunjukkannya/referensinya berada di kiri atau sebelum ungkapan deiksis muncul) dan deiksis endofora katafora (deiksis yang penunjukkannya/referensinya berada di kanan atau setelah ungkapan deiksis muncul).

2.2.4.1 Deiksis Luar-Tuturan (Eksofora)

Dalam deiksis luar-tuturan (eksofora) yang dipersoalkan adalah bidang semantik leksikal, meskipun bidang sintaksis tidak dapat lepas sama sekali dari pembahasan bidang semantik leksikal ini. Deiksis Eksofora menurut Purwo (1984: 19) terbagi menjadi tiga yaitu deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Deiksis persona membicarakan tentang bentuk-bentuk nominal dan pronominal. Deiksis ruang membicarakan tentang leksem verbal dan adjektival. Deiksis waktu membicarakan tentang deiksis adverbial.

2.2.4.1.1 Deiksis Persona

Lyons dalam Purwo (1984: 22) kata latin persona ini merupakan terjemahan dari kata Yunani prosopon, yang artinya „topeng‟ (topeng yang


(48)

dipakai oleh seorang pemain sandiwara), dan yang juga berat peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain drama. Pemilihan istilah ini oleh ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa dan pemain sandiwara. Berdasarkan pemahaman peneliti, bahwa deiksis eksofora persona merujuk pada persona/insan yang rujukannya berada di luar teks/tidak diungkapan secara langsung oleh penutur/penulis. Purwo (1984: 22-24) mengatakan bahwa referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peranan yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Slametmuljana (1969:276) menyebut kata ganti persona itu memakai istilah kata ganti diri karena fungsinya yang menggantikan diri orang. Bahasa Indonesia mengenal kata ganti persona menjadi tiga yakni kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Ketiga kata ganti persona itu hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang hanya menyatakan orang. Kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang maupun benda termasuk juga binatang. Deiksis persona dibagi menjadi beberapa bagian yaitu deiksis persona pertama (tunggal yaitu aku, daku, ku-, -ku, saya, dan jamak yaitu kita bentuk inklusif dan kami bentuk ekslusif), deiksis persona dua (tunggal yaitu engkau, -kau, dikau, kamu, -mu, Anda, dan jamak yaitu kalian), dan deiksis persona ketiga (tunggal yaitu ia, dia, beliau, -nya, dan jamak yaitu mereka dan -nya), namun tidak ditemukan karena memiliki rujukan yang ada di dalam teks baik merujuk pada konstituen sebelah kiri maupun merujuk pada konsituen sebelah kanan. Deiksis eksofora persona pertama memiliki rujukan pada seseorang yang sedang melakukan tuturan/penutr dan deiksis persona kedua memiliki rujukan pada orang yang diajak


(1)

Pilkada yang dilakukan serentak di Indonesia membuat pilkada tidak bisa lepas dari politik uang. Politik uang dilakukan oleh pasangan calon tertentu dengan membeli/memberi uang kepada pemilih. Politik uang diberikan secara diam-diam dan diberikan kepada pemilih/kelompok pemilih tertentu yang sudah loyal, sehingga keinginan calon tertentu benar-benar ditepati oleh kelompok pemilih tertentu yang sudah loyal/sudah menerima uang.

Mereka 5-10-2015 Kedua, mereka yang punya penyakit kronis paru dan jantung harus waspada terhadap keluhan yang timbul atau semakin beratnya keluhan.

Tuturan ini disampaikan oleh Tjandra Yoga Aditama seorang guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 5 Oktober 2015 kepada pembaca.

Tuturan ini berkaitan dengan kebakaran hutan dan bencana kabut asap di wilayah Indonesia terutama Sumatera dan Kalimatan sejak Juni 2015 dan sampai tulisan ini dibuat bencana kabut asap masih terjadi. Bencana kebakaran hutan dan kabut asap di Indonesia membuat penulis melakukan penelitian mengenai dampak asap kebakaran hutan bagi kesehatan manusia yang ada di kawasan kabut asap. Hasilnya ada dua dampak bagi para penghirup asap kebakaran hutan yaitu pertama, bagi yang memiliki daya tahan tubuh lemah dapat terserang ISPA hingga mengalami pneumonia dan kedua bagi yang memiliki penyakit kronis paru dan jantung jika mengirup asap kebakaran hutan penyakitnya akan semakin parah/akut.

Mereka pada kalimat tersebut merujuk pada orang yang memiliki penyakit kronis paru dan jantung.

Setuju

-nya 23-09-2015 Diberitakan bahwa, dalam interogasi, petugas

kepolisian menanyakan identitas nama terakhirnya, Mohammed.

Tuturan ini disampaikan oleh Ahmad Khotim Muzakka seorang mahasiswa Center for Religious and Cross-Cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 23 September 2015 kepada pembaca.

Tuturan ini berkaitan dengan adanya kasus Ahmed Mohammed remaja 14 tahun yang di ditangkap dan diintrogasi polisi

Amerika Serikat karena diduga membawa bom ke sekolah padahal hanya membawa jam tangan kreasi Ahmed sendiri pada 13 September 2015.

-nya pada kalimat tersebut merujuk pada Mohammed.

Setuju

-nya 21-12-2015 Bersama istrinya, Bo Xilai dituduh membunuh seorang penguasaha Inggris rekan bisnis istri Bo.

Tuturan ini disampaikan oleh A. Dahana seorang Guru Besar Studi Cina Universitas Indonesia yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 21 Desember 2015 kepada

pembaca.

Tuturan ini berkaitan dengan pemberantasan korupsi di Cina dengan melakukan kampanye anti korupsi. Penerapan anti korupsi di Cina memberikan hasil yang cukup baik yaitu berupa penangkapan istri dari Bo Xilai dan Bo Xilai. Bo Xilai dituduh melakukan korupsi dan menggunakan uang korupsi untuk berfoya-foya, sedangkan istri Bo Xilai dituduh membunuh seorang penguasaha Inggris rekan bisnis istri Bo Xilai.

-nya pada kalimat tersebut merujuk pada Bo Xilai.

Setuju

Deiksis Katafora

Begini


(2)

Bukan Persona

Badan Pusat Statistik 2007, jumlah perokok pemula (5-9 tahun) meningkat 400 persen, yakni dari 0,8 persen (2001) menjadi 1,8 persen (2004) dari

keseluruhan anak usia 5-9 tahun.

kesehatan masyarakat yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 2 September 2015 kepada pembaca.  Tuturan ini berkaitan dengan sebuah petisi yang dibuat oleh

seorang ibu yang bernama Elysabeth Ongkojoyo kepada Lippo Mall Pluit, JCo Indonesia, dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, dengan judul petisi “Saya dan Bayi Saya Terusir oleh Oknum yang Mau Merokok di Dalam Mall” pada change.org yang diberitakan oleh berita online kompas.com tanggal 28 Agustus 2015. Penulis teringat dengan BPS yang melakukan survei terhadap pengguna rokok di Indonesia yang pada tahun 2007 jumlah perokok pemula (5-9 tahun) meningkat 400 persen, yakni dari 0,8 persen (2001) menjadi 1,8 persen (2004) dari keseluruhan anak usia 5-9 tahun.

tersebut merujuk pada dari 0,8 persen (2001) menjadi 1,8 persen (2004) dari keseluruhan anak usia 5-9 tahun.

Yakni 19-09-2015 Praktek demokrasi konsosiasional yang menonjol adalah di Lebanon, yang membagi kekuasaan kepada tiga golongan utama negeri itu,

yakni Sunni, Kristen Maronit, dan Syiah.

Tuturan ini disampaikan oleh Ibnu Burdah seorang koordinator program kajian Timur Tengah, Sekolah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 19 September 2015 kepada pembaca.

Tuturan ini berkaitan dengan masalah demokrasi konsosiasional di Timur Tengah yang digagas pada akhir September 2010 dan sudah berjalan sampai 2015 (berjalan lima tahun). Prinsip demokrasi konsosiasional dalam suatu negara membagai

kekuasaan berdasarkan jumlah kelompok dalam negara tertentu. Lebanon merupakan salah satu negara bagian dari Timur Tengah

yang menganut demokrasi konsosiasional. Lebanon memiliki tiga kelompok/golongan utama yang berkuasa dalam demokrasi konsosiasional diantaranya Sunni, Kristen Maronit, dan Syiah.

Yakni pada kalimat tersebut merujuk pasa Sunni, Kristen Maronit, dan Syiah.

Setuju

Yakni 22-09-2015 Sebelum kondisi ituterjadi, tidak ada salahnya segera dibuat rencana B yakni membuka keran impor beras.

 Tuturan ini disampaikan oleh Khudori seorang Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat (2010-sekarang) yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 22 September 2015 kepada pembaca.

 Tuturan ini berkaitan dengan pergantian seluruh Direksi Bulog pada 8 Juni 2015 di Jakarta yang kemudian harga beras

mengalami kenaikan karena stok beras menipis, serta didukung pula anggapan pedagang pasar dan pengusaha penggiling padi yang mengganggap aparat melakukan penimbunan beras, sehingga membuat pedagang beras dan pemilik penggilingan padi yang akan menahan stok dan akan melakukan penimbunan beras.

Yakni pada kalimat tersebut merujuk pada pembukaan keran impor beras.

Setuju

Yakni 26-09-2015 Sebetulnya, kita memiliki program penanggulangan kemiskinan serupa Bolsa Familia yakni Program Keluarga Harapan (PKH).

Tuturan ini disampaikan oleh Kadir seorang yang berkerja di Badan Pusat Statistik (BPS) yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 26 September 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan statistik kemiskinan yang dirilis

oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 15 September 2015 terkait kenakan harga BBM pada akhir 2014 mengalami kenaikan, sehingga memberikan dampak buruk berupa

peningkatan kemiskinan. Brasil juga memiliki kasus yang sama berupa peningkatan masyarakat miskin, kemudian Brasil

mengurangi penduduk miskin menggunakan program Bolsa

Yakni pada kalimat tersebut merujuk pada Program Keluarga Harapan (PKH).


(3)

Familia dengan mengirim uang kepada keluarga miskin di Brasil.

Indonesia memiliki Program Keluarga Harapan (PKH) yang sama seperti yang dimiliki oleh Brasil berupa Bolsa Familia. Yaitu 19-09-2015 Pohon telah melakukan

segala hal untuk menjadi rumah bagi empat anasir terpenting jagat besar,

yaitu angin, air, api, dan tanah.

Tuturan ini disampaikan oleh Candra Malik seorang praktisi tasawuf yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 19 September 2015 kepada pembaca.

Tuturan ini berkaitan dengan terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang terjadi sejak pertengahan tahun 2015 (sampai tulisan ini dibuat masih terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan serta bencana kabut asap), kemudian penulis mencoba mengkaitkan pohon dengan angin, air, api, dan tanah bahwa pohon merupakan elemen terpenting dari angin, air, api, dan tanah.

Yaitu pada kalimat tersebut merujuk pada angin, air, api, dan tanah.

Setuju

Yaitu 7-10-2015 Setidaknya ada tiga komik horror Wid N.S. yang menonjol, yaitu Anjing Setan De La Rosa (1972, 2 jilid), Pengantin Rumah Kubur (1973, 4 jilid), dan Tangan Sunti (1976, 2 jilid).

 Tuturan ini disampaikan oleh Anton Kurnia seorang cerpenis dan esais yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 7 Oktober 2015 kepada pembaca.

 Tuturan ini berkaitan dengan peringatan Kesaktian Pancasila pada tanggal 1 Oktober 2015. Kesaktian Pancasila memiliki kaitan dengan peristiwa G 30S/PKI karena dengan adanya Kesaktian Pancasila peristiwa G 30S/PKI dapat dihentikan. Kesaktian Pancasila dan G 30S/PKI juga tidak bisa lepas dengan kemunculan komik yang menjadi alat propaganda oleh kaum kiri dan antikiri dalam peristiwa G 30S/PKI. Komik karya Wid N.S. merupakan komik yang terkenal pada masa G 30S/PKI yang berjudul Setan De La Rosa (1972, 2 jilid), Pengantin Rumah Kubur (1973, 4 jilid), dan Tangan Sunti (1976, 2 jilid)

Yakni pada kalimat tersebut merujuk pada Anjing Setan De La Rosa (1972, 2 jilid), Pengantin Rumah Kubur (1973, 4 jilid), dan Tangan Sunti (1976, 2 jilid).

Setuju

Yaitu 29-12-2015 Dunia telah bergeser dua kali sejak model tersebut diperkenalkan, yaitu

menjadi model triple bottom line, lalu sekarang menjadi model nested.

Tuturan ini disampaikan oleh Jalal seorang Sustainability and Social Responsibility Strategist yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 29 Desember 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan Otoritas jasa Keuangan (OJK) dan

delapan bank di Indonesia melakukan penandatanganan green banking pilot project pada November 2015 yang merupakan perwujudan dari Roadmap Keuangan Berkelanjutan yang diluncurkan OJK pada akhir 2014 yang berupa model triple bottom line, kemudian tahun 2015 dan sampai tuturan ini muncul pasa Selasa, 29 Desember 2015 menjadi model nested.

Yaitu pada kalimat tersebut merujuk pada triple bottom line.

Setuju

Yaitu 5-11-2015 Masyarakat disejumlah kota terkepung asap hasil kebakaran hutan yang dikenal sebagai asap biomassa – terbentuk dari terbakarnya benda hidup,

yaitu pohon dan tanaman lainnya , serta mungkin juga hewan.

Tuturan ini disampaikan oleh Tjandra Yoga Aditama seorang guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 5 Oktober 2015 kepada pembaca.

Tuturan ini berkaitan dengan kebakaran hutan dan kabut asap dibeberapa wilayah di Indonesia terutama di Sumatera dan Kalimantan yang disebabkan oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan pembukaan lahan baru sejak Juni 2015, hingga

menyebabkan bencana kabut asap. Kabut asap yang hasilkan dari pembakaran hutan dinamakan asap biomassa karena terbentuk

Yaitu pada kalimat tersebut merujuk pada pohon dan tanaman lainnya, serta mungkin juga hewan.


(4)

dari pohon dan tamanan serta hewan. Yaitu 9-10-2015 Kesehatan dengan

ekspektasi usia hidup yang baik hanya dapat tercapai dengan memperhatikan aspek-aspek dalam definisi kesehatan, yaitu kesehatan fisik, mental/jiwa, spiritual, dan jiwa.

 Tuturan ini disampaikan oleh Nova Riyanti Yusuf seorang mantan Ketua Panitia Kerja RUU Kesehatan Jiwa DPR dan Fellow Harvard Medical School yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 9 Oktober 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan peringatan Hari Kesehatan Jiwa

Sedunia pada tanggal 10 Oktober yang akan dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2015 dengan tema “Martabat dalam

Kesehatan Jiwa”. Menjelang peringaan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada tanggal 10 Oktober penulis menunjukkan bahwa kesehatan fisik, mental/jiwa, spiritual, dan jiwa sangat penting untuk ekspektasi usia hidup yang baik.

Yaitu pada kalimat tersebut merujuk pada kesehatan fisik, mental/jiwa, spiritual, dan jiwa.

Setuju

Yaitu 2-12-2015 Paling tidak ada tiga negara yang memiliki kriteria itu,

yaitu Malaysia, Thailand, dan Filipina.

 Tuturan ini disampaikan oleh Anjar Priyono seorang Direktur Pusat Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 2 Desember 2015 kepada pembaca.  Tuturan ini berkaitan dengan dimulainya Masyarakat Ekonomi

Asean (MEA) pada 31 Desember 2015. Dimulainya MEA banyak negara anggota MEA terutama Indonesia yang melakukan strategi untuk merebutkan keutungan atau “kue ekonomi” paling banyak diantara para anggota MEA. Selain membuat strategi, Indonesia memiliki kekhawatiran terhadap negara Malaysia, Thailand, dan Filipina karena memiliki wilayah geografis paling dekat dengan Indonesia dan punya kemiripan komoditas hasil industri.

Yaitu pada kalimat tersebut merujuk pada Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Setuju

Yaitu 22-12-2015 Dalam pengembangan binis, start-up perlu

memperhatikan tiga hal yang menjadi strategi kunci,

yaitu market adoption, costumer retention, dan revenue stream.

 Tuturan ini disampaikan oleh Andrias Ekoyuono seorang Vice President Business Deleopment Ideosource Venture Capital yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 22

Desember 2015 kepada pembaca.

 Tuturan ini berkaitan dengan berkembang pesatnya bisnis berbasis internet di Indonesia, sehingga menunculkan banyak start-up. Ada tiga hal penting bagi Start-up pemula dalam mengembangkan bisnisya di dunia internet berupa market adoption, costumer retention, dan revenue stream.

Yaitu pada kalimat tersebut merujuk pada market adoption,

costumer retention, dan revenue stream.

Setuju

Ini 31-12-2015 Misalnya ini: seorang anggota komisi bersungguh-sungguh minta rapat

dipercepat agar dia bisa pulang sore.

 Tuturan ini disampaikan oleh Seno Gumira Ajidarma seorang wartawan PANAJOURNAL.COM yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 31 Desember 2015 kepada pembaca.

 Tuturan ini berkaitan dengan kesenangan penulis (Seno Gumira Ajidarma) terhadap buku berjudul Humor Nyata Wakil Rakyat (2006) karya Pei’i yang isinya berupa anekdot tentang para anggota DPRD/anggota komisi.

 Penulis menunjukkan potongan anekdot yang ada di buku berjudul Humor Nyata Wakil Rakyat (2006) berupa anggota

Ini pada kalimat tersebut merujuk pada seorang anggota komisi bersungguh-sungguh minta rapat dipercepat agar bisa pulang sore.


(5)

be rilwt. penulis opini di harianKoran Tempoedisi 15 Desember 2015 Turki menolak ikut

kepada pem baca. serta dalam koal isi

• Tuturan ini berkaitan dengan konferensi pers yang dilakukan Liga Arab NATO oleh Presiden Rusia Vladimir Putin (Presiden Rusia) di sela memerangi IS IS sejak Konferensi Perubahan [kl im di Paris, dengan menuduh September 2014 dan penembakan pesawat tempur Rusia SU-24 oleh jet F-16 milik ISIS menjual sebagian Turki dilakukan untuk melindungi dan mengamankan mata besar produksi rantai penjualan minyak Negara Islam Irak uan Suriah (ISIS) ke minyaknya di pasar Turki. Sebeilim terjadi penembakan pesawat tempur Rusia SU- gelap melalui wilayah 24 oleh jet F-16 milik Turki, Turki menolak ikut serta dalam Turki, selain Irak, dan koalisi Liga Arab NATO memerangi IS IS sejak September Iran.

2014 dan ISIS menjual sebagian besar produksi minyaknya di pasar gelap melalui wilayah Turki, selain Irak, dan Iran. Rusia merupakannegara pendukung dari Liga Arab NATO dalam memerangi ISIS.

Analisis data di atas sudah diperiksa dan dinyatakan benar oleh Triangulator.

Yogyakarta, 3 MarCl 2016 Triangulator Hasil Analisis Data


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Reni Damayanti lahir di Bantul, Yogyakarta, pada tanggal 05 Mei 1993. Pendidikan yang ditempuh diawali dengan bersekolah di Taman Kanak-Kanak 50 Siten yang beralamat di Siten, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta tahun 1998-2000. Pada tahun 2000-2006 melanjutkan sekolah di SD Kanisius Kanutan yang berada di Bantul, Yogyakarta. Tahun 2006-2009 ia melanjutkan sekolah mengenah pertama (SMP) di SMP Kanisius Bambanglipuro yang berada di Ganjuran, Sumbermulyo , Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta. Tahun 2009-2012 melanjutkan di SMA Stella Duce 3 yang juga beralamat di Ganjuran, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta.

Tahun 2012, ia tercatat sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan mengambil Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang berada di bawah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Selama menjadi mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, banyak sekali kegiatan yang diikuti baik dibidang akadmeik maupun nonakademik. Pada akhirnya masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta diakhiri dengan tugas akhir atau Skripsi dengan judul Fenomena Deiksis dalam Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015.