Berbeda dengan Ibu Pur, Ibu Mur mengalami pengalaman
kejatuhan secara ekonomi. Harta bendanya tidak ada yang tersisa. Desanya hilang. Selain itu sosok yang menjadi panutan di keluarga,
Mbah Maridjan, juga meninggal dalam peristiwa erupsi. Ibu Mur mencoba untuk mengikhlaskan semua yang telah hilang akibat dari
erupsi Merapi. Lha butuh duit je. Padahal ya panas-panas ngentang-
ngentang. Pas naik kok lihat banyak orang, panas-panas gini ya butuhlah. Saya naik motor itu ya jualan air sama
kaset-kaset ternyata ya habis.
Ibu Mur Ya wanita-wanita, itu kan ya ngojek, supir Jeep.
Ibu Mur Simbah to. Simbah itu memang sudah meninggal ya, tapi
kadang merasa simbah itu masih gitu lho Mas. Kalau semua itu, harta benda ya udah diikhlaskan. Sudah kembali
ke yang punya.
Ibu Mur Ya sedikit-sedikit memang harus belajar mengikhlaskan.
Percaya nggak percaya ya saya itu harus percaya bahwa simbah itu udah nggak ada.
Ibu Mur Harus bangkit-lah. Pelan-pelan, dengan waktu kan orang
itu bisa to diisi dengan kegiatan-kegiatan. Ibu Mur
Lha saya belum jualan, orang lain malah sudah duluan. Ya gak papa, pada bangkit. Daripada cuma nglesot di
pengungsian.
Ibu Mur
c. Kerinduan pada masa lalu
Akibat pengalaman kehilangan, Ibu Mur merasa bahwa dia merindukan pengalaman terhadap suasana rumah. Sesekali dia datang ke
Kinahrejo untuk melepas rasa rindunya dan bernostalgia dengan tanah
kehidupannya. Meskipun tinggal satu lokasi bersama orang se-desanya, namun kerinduan akan tanah kelahirannya tidak bisa terobati.
Bukan hunian, cuma pengen tidur di sana ya tidur. Saya kan rasanya belum pulang ke sana Mas, rasa pengen
pulang ke sana ya masih to. Kalau ke sana pulang itu saya. Siang saya jualan di sana.
Ibu Mur Ke sana tu pulang, rasanya bisa tidur pulas.
Ibu Mur Pikirannya, kalau dulu kan mikirnya orang ngungsi kok
nggak pulang-pulang. Ini kan sekarang sudah ada rumah, kalau di shelter itu kapan iki le arep mulih. Pikirannya kan
seperti itu.
Ibu Mur Iya masih kangen, dari kecil saya, kalau saya sendiri ya
kangen. Tapi mungkin ada ibu-ibu yang blas, trauma. Kalau saya nggak. Kemarin Labuhan kan malah wayangan
di sana kan.
Ibu Mur
d. Allah sebagai segala sumber
Sebagai pemeluk suatu agama, baik Ibu Pur maupun Ibu Mur menyangkutkan dan mengandalkan Allah sebagai penopang kelemahan
dan kegoyahan. Ketika dikembalikan kepada Allah semua menjadi lebih ringan. Namun, dalam pengalaman Ibu Pur, nuansa pengalaman dengan
Allah sangat kental. Segala sesuatu didasarkan pada Allah. Tidak heran jika kemudian Ibu Pur memandang Allah sebagai sosok yang begitu
terkesan Maha dan kita harus takut dan menyembah padaNya. Ibu Mur sendiri memandang Allah sebatas personifikasi manusia ideal yang
membantu mengatasi kesukaran. Meletus memang pekerjaannya gunung. Bukan berarti itu…
Ya itu termasuk memperlihatkan kekuasaaan Allah juga, karena itu manusia kan nggak tahu seperti meletusnya
gunung itu kapan, hanya tanda-tandanya aja yang tahu, meletusnya nggak tahu.
Ibu Pur