Pengumpulan Data Pengkodean coding
Wawancara dilakukan di rumah Ibu Mursani. Setelah mengobrol sekitar 20 menit, wawancara dilakukan. Dari hasil proses berbincang tersingkap
bahwa tidak ada yang tersisa dari desanya, kecuali kenangan pahit lagi kerinduan manis yang masih sering mendatangi ingatannya.
Ada banyak kehilangan yag terjadi selama erupsi 2010. Kehilangan yang dia rasakan cenderung bersifat psikologis, misalnya saja kehilangan Mbah
Maridjan sebagai sosok yang biasanya berada dan hidup bersama. Kemudian dia merasa kehilangan home bukan house; yang dipahami sebagai sekadar
bangunan. Rasa kehilangan home ini mengantar subyek untuk menciptakan nostalgia dengan tidur di Kinahrejo di waktu tertentu.
Subyek cukup gamblang dalam menceritakan pengalaman selama erupsi Merapi 2010. Nuansa penyampaian cerita berkaitan dengan hal-hal yang
dirasanya belum terselesaikan sirine dan mengenai kerinduan terhadap masa lalu tidur di Kinahrejo. Subyek sering menanyakan kalimat tanya yang
sifatnya afirmatif seperti ―Iya to? ―, yang dirasakan interviewer sebagai sebuah kehendak untuk benar-benar bercerita secara utuh agar tidak terjadi salah
tangkap informasi. Penyampaian yang gamblang dan suasana nostalgia yang muncul semakin membantu jalannya wawancara. Atau dengan kata lain,
suasana bercerita yang nyaman semakin tercipta. Meskipun demikian, penyusunan kalimat tanya oleh interviewer
terkadang sukar dipahami artisipan. Namun hal ini tidak menjadi masalah berarti selama berlangsungnya wawancara. Dalam beberapa bagian subyek
juga mengalami kesulitan bercerita. Misalnya saja ketika diminta tolong untuk
menguraikan rasa sakit ketika mendengar sirine. Dalam bagian sakit ini, subyek mengalami kesulitan mentransfer pengalaman rasa sakit secara
emosional ke dalam bahasa yang lebih operasional. Meskipun demikian, sebisa mungkin interviewer tetap menghindari kalimat-kalimat yang cenderung
memaksa subjek untuk melakukan operasionalisasi. Hal ini dilakukan guna membangun komunikasi yang didasari keterbukaan atau penyingkapan diri.