Mengatasi keadaan diri Setelah Erupsi End

tingkat pengalaman kehilangan. Ibu Pur yang cenderung lebih aman dibandingkan Ibu Mur juga mengalami pengalaman traumatis yang hampir serupa dengan Ibu Mur. Ya saya kan nggak melihat, nek Pak Masrur kan mungkin masih teringat. Saya kan nggak melihat, jadi nggak tahu, jadi di perasaan nggak ada. Cuma itu, terasa getaran- getarannya itu, terus ketakutan-ketakutannya suara-suara itu. Ibu Pur [Kalau ingat jaman dahulu apakah masih merasa takut] Iya, ya tetep. Ibu Pur Lain dengan Ibu Mur yang justru merasa biasa ketika mendengar suara-suara dari perut Merapi. Ibu Mur merasa sudah biasa mendengar suara tersebut sejak dulu. Ibu Mur mengalami pengalaman traumatis dengan suara sirine. Dia mengaku merasa kesal, kaget, marah, dan sakit ketika mendengar suara sirine. Suara sirine mengingatkan pada segala pengalaman pahit ketika erupsi Merapi 2010. Kalau saya yang paling pokok ya sirine itu. Kalau kaitan dengan Merapi ya kalau ada suara gludak-gluduk, luncuran kecil-kecil itu ya dari dulu kan memang sering. Sebelum erupsi itu kan sering, hal biasa gitu lho. Ibu Mur Langsung merasa ngeri. Kaget. Kalau ada orang coba-coba membunyikan sirine pasti saya malah sering marah saya. Nggak pas lagi. Ibu Mur Terus apa ya, bunyi sirene itu lho Mas. Sirene mobil ambulan itu lho yang sampai sekarang tidak hilang. Saya tu kalau dengar suara apa itu, ya sirene di ambulan atau HT, rasanya tu di sini tu sakit itu lho. Teringat yang dulu itu sampai sekarang itu. Itu sulit dihilangkan. Kayak trauma kalau ada suara itu. Kalau ada suara itu sakit rasanya. Ibu Mur Kan sirene di atas cuma ngak-ngek gitu. Tapi nggak tahu, awal mulanya di Barek kan semalam cuma ada sirene itu terus. Sampai sekarang sulit saya untuk..rasanya itu masih sakit kalau denger suara itu. Kalau denger suara itu rasanya ya kayak “Ngungsi Ngungsi” Ibu Mur Dapat dipahami bahwa dengan level bencana yang lebih tinggi dibandingkan dengan Ibu Pur, Ibu Mur mengalami pengalaman traumatis yang juga berlebih. Selain itu, berkaitan dengan suara aktivitas magma di Merapi dapat dipahami bahwa keakraban dengan Merapi menjadi faktor yang membedakan pengalaman traumatis satu sama lain di mana Ibu Pur merasa takut dengan suara itu, sedangkan Ibu Mur justru sudah resisten.

f. Keyakinan akan nasib

Keyakinan akan nasib ini muncul pada Ibu Pur saja. Asal-muasal keyakinan ini bersumber pada keberadaan suami Ibu Pur. Oleh karena itu keyakinan akan nasib di sini juga berkelindan dengan adanya dependensi terhadap otoritas luar. Dalam hal ini adalah terhadap suami Ibu Pur. Namun, dependensi di sini dipandang positif dalam nilai-nilai religius. Iya, ngrasa cemas, takut. Ya namanya manusia. Pak Masrur aja juga tapi dia mengira itu meletusnya ke sana, seandainya ke sini, dia yo lari. Bukan kita itu nggak persiapan terus cuma pasrah itu ya nggak. Itu kan dilihat dulu, dari jauh to. Kalau mau lari ya bisa ke arah sana misalnya. Ternyata laharnya di sana, di Gendol. Nggak mungkin ke arah sini. Ibu Pur Gitu terus habis itu disuruh ngungsi yo nggak mau, wong itu udah meletus yang paling besar itu. Tapi kan beritanya masih gencar itu, nanti beritanya masih akan meletus besar lagi itu. Mau sigar to itu. Ibu Pur Terus prinsip dalam kitab saya, wanita itu yang baik itu yang tongat sama suami. Ya udah itu, ya cuma manut sama Allah gitu. Wanita yang bagus itu…ya manut aja. Perjalanan saya cuma itu, sama ilmu agama. Ibu Pur