Bentuk – Bentuk Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

14 yang memiliki rekan kerja yang didominasi oleh perempuan Gruber, 1998; Welsh, 1999. Hall dalam Welsh, 1999 menjelaskan bahwa budaya suatu organisasi merupakan suatu gambaran yang mewakilli aturan-aturan dari perilaku dan nilai yang ada pada anggota organisasi tersebut, sehingga tidak mengherankan bahwa para peneliti beralih ke budaya organisasi untuk menjelaskan mengapa pelecehan seksual dapat terjadi di beberapa organisasi. Salah satu penelitian menemukan bahwa organisasi yang memiliki budaya untuk mentolerir tindakan pelecehan seksual akan memicu tingginya perilaku pelecehan seksual di organisasi tersebut e.g. Hulin et al, 1993; Pryor et al, 1996; Welsh, 1999. Dalam artikel UNESCO BKKBN 2009 menjelaskan faktor penyebab pelecehan seksual di tempat kerja dari tiga sudut pandang yang berbeda: a. Sudut pandang pelaku i. Pelaku memiliki kekuasaan atau kekuatan terhadap korbannya yang mampu memberikan iming-iming kekuasaan atau kenaikan penghasilan. ii. Sebagian besar pelaku pelecehan seksual di tempat kerja didominasi oleh laki-laki, hal tersebut dipicu adanya kekuasaan atau penempatan posisi laki-laki yang sering lebih tinggi dibandingkan perempuan atau dengan kata lain memperkerjakan perempuan, seperti: memecat, mengawasi, dan mempromosikan perempuan. 15 b. Sudut pandang korban i. Adanya daya tarik seksual atau rangsangan dari korban pelecehan seksual, ditambah lagi korban pelecehan seksual tidak berani menolak perlakuan karena takut kehilangan pekerjaan. c. Sudut pandang lingkungan i. Eksternal korban: fenomena yang ada pada perilaku pelecehan seksual disebabkan oleh banyaknya masalah pelecehan seksual yang dimengerti hanya sebagai masalah perseorangan serta kurangnya informasi terkait pelecehan seksual. ii. Ruangan: jika terdapat ruangan agak tertutup maka akan mempermudah terjadinya tindakan pelecehan seksual. iii. Interaksi : 1 Biological model: pelecehan seksual terjadi karena adanya daya tarik seksual yang alamiah. 2 Organizational model: adanya faktor kekuasaan atau hubungan. 3 The social culture model: adanya perwujudan sistem patrialisme yang lebih luas dimana laki-laki dianggap lebih berkuasa. 16 Kekurangan yang ada dalam penelitian pelecehan seksual adalah penjelasan secara teoritis mengapa seseorang memutuskan untuk melakukan tindakan pelecehan seksual Welsh, 1999.

5. Dampak Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

Secara keseluruhan penelitian menemukan bahwa dampak pelecehan seksual adalah efek negatif yang dirasakan oleh para korban pelecehan seksual Maypole Rosemarie, 1983. Para korban pelecehan seksual dapat menderita berbagai efek secara emosional dan fisik Crooks Karla, 1983. Foster 1992 menemukan bahwa dampak pelecehan seksual yang sering dialami oleh para korban adalah lekas marah, gelisah, depresi, memburuknya hubungan personal, adanya permusuhan, gangguan tidur, mudah lelah dan sintom stress kerja lain. Salah satu hasil survey menunjukkan bahwa 98 korban pelecehan seksual di tempat kerja mengaku dirinya mengalami dampak negatif seperti: perasaan yang mudah marah, merasa terhina dan dipermalukan dan rendah diri McKinnon, 1979; Croocks Karla 1983. Hasil penelitian Julian, dkk. 1996 menemukan bahwa pelecehan seksual di tempat kerja mampu memprediksi munculnya turnover, psychosomatic dan interpersonal dissatisfaction yang dimediasi oleh efek negative mood dalam bentuk kecemasan danatau depresi yang dirasakan korban pelecehan seksual. Truida menuliskan dalam artikelnya Sexual Harassment; Cause, Consequence and Cures 1992 menjelaskan dampak pelecehan seksual di tempat kerja ke dalam tiga sudut pandang yang berbeda: