perlahan. Menjelang keputusan pengambilan beasiswa Swiss ditetapkan, datanglah kesempatan baik kedua, juga kepada mereka berdua. Ada sebuah
perusahaan baru yang bermaksud membuka pabriknya di Indonesia. Jika Mono berminat, maka ia akan dikirimkan ke Belgia untuk belajar mengelola pabrik
selama 2 tahun. Belgia bukan merupakan Negara yang pernah dikenalnya.
“Apakah Belgia Negara yang indah? Enak untuk ditinggali? Entahlah,” demikian pikir Mono. “Dua tahun…? Tidak terlalu lama, ya…” Pauline, 2012 : 255-256.
127 “Begini loh Mak…” Mono mencoba menjelaskan. “Umur Mono kan baru 22
tahun, pacar belum punya, teman dekat perempuan nggak ada. Kalau Mono ke Swiss selama 4 tahun, lama sekali, ya Mak. Kapan Mono bakal punya pacar dan
menikah kalau masih harus tunggu 4 tahun lagi?” Mono bertanya kepada Ibunya. “Mono itu inginnya bisa menikah di usia muda, Mak,” kata Mono mengemukakan
alasan sebenarnya mengapa ia tampak kebingungan sebelum mengambil keputusan Pauline, 2012 : 257-258.
Kutipan 120 dan 121 membuktikan bahwa Bu Sastro memiliki aspek kematangan jiwa yang ditunjukkan dengan kerja kerasnya mengelola warung. Kutipan 122 hingga
124 menunjukkan bahwa Bu Sastro merupakan seorang yang penyabar, terbukti dengan sikap beliau yang sabar dalam menanggapi sikap pelanggannya yang beragam. Kutipan
125 hingga 127 menunjukkan bahwa Mono juga memiliki sikap kemajangan jiwa, hal ini ditunjukkannya ketika akan memutuskan sekolah mana yang akan diambilnya.
3. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya juga penting dalam pembelajaran karya sastra. Peserta didik akan semakin tertarik minatnya untuk mempelajari sastra. Selain itu, peserta didik dapat
menambah wawasan dengan mengetahui berbagai macam budaya di Indonesia yang ada sejak dahulu. Dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya
Pauline Leander, terdapat latar budaya Jawa dan budaya Tionghoa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa pengarang menggambarkan latar belakang budaya Jawa yang masih menggunakan kain batik yang merupakan kain tradisional
yang dipakai sejak leluhur terdahulu. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
128 Konsistensinya berkain kebaya, pakaian khas wanita Indonesia, terus
dijalankannya. Sampai hari ini, Ibu tidak memiliki selembar pun baju gaun biasa. Penampilan Ibu sehari-hari hanya seputar kain batik dan baju kebaya yang
dilengkapi rambut bergelung konde di belakang kepalanya Pauline, 2012 : 264.
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa pengarang menggambarkan latar belakang budaya Tionghoa. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
129 “Metode Tionghoa itu bagaimana, Nak?” Bu Sastro kebingungan. Tapi Dasman
terus melanjutkan idenya dengan lancer. Ia berbicara tentang metode penjualan yang selalu lebih murah, minimal Rp25 dibandingkan warung nasi dan jenis
jualan lainnya. Harga makanan harus terus disesuaikan dengan harga terendah yang ada di pasaran Pauline, 2012 : 36.
130 Tak lama setelah doa selesai, biasanya pengurus vihara memberikan sesajian
makanan yang telah didoakan dan diterima oleh Para Dewa ini dalam bungkusan- bungkusan kecil untuk dibawa pulang Bapak. Para pengurus vihara selalu
berpesan, “Ini makanan supaya panjang umur dan selalu berbahagia karena telah diserahkan kepada Para Dewa Pauline, 2012 : 31.
Kutipan 128 menunjukkan bahwa di dalam novel terdapat latar belakang budaya Jawa. Kutipan 129 dan 130 menunjukkan bahwa di dalam novel terdapat latar
belakang budaya Tionghoa. Hal ini merupakan bukti bahwa novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander budaya yang dikenalkan
adalah budaya masyarakat Bandung yang beragam khususnya di Perkampungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Balubur. Hal tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan peserta didik untuk mengenal budaya dari daerah lain di Indonesia.
7. Silabus terlampir
8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran terlampir
C. Pembahasan
Setelah melakukan penelitian dengan menjawab semua rumusan masalah, nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander
telah ditemukan dengan cara mencermati sinopsis, tokoh, penokohan, dan latar. Dalam teori terdapat 7 bentuk sikap moral, yaitu 1 kejujuran, 2 nilai-nilai otentik, 3 kesediaan
bertanggung jawab, 4 kemandirian moral, 5 keberanian moral, 6 kerendahan hati, 7 realitas dan kritis.
Peneliti menggunakan dua penelitian yang relevan. Penelitian pertama ditemukan 9 sikap nilai moral yaitu mawas diri, cinta, taat, setia, sabar, rela berkorban, bela negara,
hormat kepada orang tua, dan menjaga kesucian diri. Sedangkan dalam penelitian relevan yang kedua menemukan 3 nilai moral yaitu nilai kebaikan, nilai kebenaran,, dan nilai
keadilan. Dari teori yang digunakan dan hasil penelitian yang ditemukan keduanya dapat digunakan sebagai bahan pembelajaransastra di SMA kelas XI semester II. Standar
Kompetensi yang sesuai dengan penelitian ini adalah memahami buku biografi, novel, dan hikayat. Kompetensi dasar yang sesuai adalah mengungkapkan hal-hal yang menarik dan
dapat diteladani dari tokoh. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
BAB V PENUTUP
Bab lima merupakan bab penutup penelitian ini. Bab ini mencakup kesimpulan, implikasi, dan saran terhadap penelitian yang telah dilakukan dan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti lain yang berkaitan dengan topik penelitian.
A. Simpulan
Novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander menceritakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki usaha warung sayur.
Dalam novel ini Bu Sastro merupakan tokoh utama yang memiliki karakter yang sangat baik dan mampu memberikan nilai-nilai moral terhadap pembaca. Bu Sastro memiliki
karakter yang sangat melekat, yaitu sabar dan penyayang. Selain itu, Ibu Sastro juga memiliki sifat jujur dan rendah hati. Hal ini ia tunjukkan dalam segala rutinitasnya
bersama keluarga dan mengelola warung. Novel yang syarat akan nilai-nilai kehidupan ini menceritakan perjalanan Bu
Sastro serta keluarga dalam mengelola warung sayur yang berada di rumahnya, di perumahan Balubur. Awal mula didirikannya warung sayur adalah semenjak Pak Sastro
diputuskan dari Toko Luwes tempat ia bekerja. Peristiwa di dalam novel ini dimulai pada suatu malam di rumah sederhana bernomor 34A58 di gang Pelesiran Balubur,
Taman Sari, Bandung. Saat itu, Pak Sastro menyampaikan kepada Bu Sastro, istrinya, bahwa Toko Luwes tempat ia bekerja telah ditutup oleh Pemerintah Bandung. Sejak
perbincangan itu, Pak Sastro dan Bu Sastro harus memikirkan usaha apa yang akan dilakukan agar tetap mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari serta kebutuhan kedua
anaknya yang saat itu masih duduk di bangku sekolah. Datanglah Dasman yang lulusan arsitek ITB untuk menengok Ibu yang pernah memasak untuknya selama kuliah dulu.
Dari sinilah muncul ide untuk mendirikan usaha warung sayur yang disepakati oleh Ibu Sastro dan suaminya.
Bu Sastro dan sang suami mengelola warung hingga mengalami banyak perubahan, mulai dari menu yang bervariasi hingga pelanggan yang terus bertambah.
Suka duka dihadapi Bu Sastro dengan sabar, terlebih saat menghadapi perilaku pelanggannya yang berbeda-beda. Bertahun-tahun Bu Sastro bekerja keras mengelola
warung sayurnya sehinga mampu mengantarkan anak bungsunya, Mono, lulus kuliah di luar negeri. Mono telah mampu mendapatkan cita-cita yang sejak kecil ia dambakan.
Setelah berusia lanjut Bu Sastro menyerahkan sepenuhnya warung sayur kepada keluarga Kang Asep.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui di dalam novel ini Bu Sastro merupakan tokoh utama. Bu Sastro memiliki karakter yang melekat pada
dirinya, di antaranya adalah sabar dan penyayang. Sifat ini ia tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari baik kepada keluarga maupun kepada orang lain. Selain memiliki
sifat sabar dan penyayang, Bu Sastro juga memiliki sifat jujur. Sikap jujur tampak ketika Bu Sastro berbicara dengan suaminya, berbelanja di pasar, dan ketika
pengunjung di warung. Bu Sastro menjadi salah satu pelanggan VIP di Pasar Balubur PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karena para pedagang telah mempercayai kejujuran Bu Sastro. Selain itu, Bu Sastro juga memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab itu ditunjukkan oleh Bu Sastro dengan
tidak meninggalkan kewajibannya menyiapkan kebutuhan keluarga, seperti menyiapkan sarapan suami sebelum ia berbelanja ke pasar dan menyiapkan keperluan sekolah
Mono. Setelah Pak Sastro meninggal dunia, Bu Sastro bertanggung jawab menyekolahkan Mono hingga menjadi sarjana. Dengan begitu, Bu Sastro terbiasa
mandiri dan memiliki keberanian moral dalam mengurusi warung dan keluarganya. Keberanian moral ditunjukkannya pada saat mengatakan kepada Orin tentang kiat-kiat
berjualan. Bu Sastro mengungkapkan kiat-kiat yang dilakukan pemilik warung sayur kepada Orin yang hendak mengelola warung nasi seperti dirinya. Selain itu, Bu Sastro
merupakan sosok yang rendah hati. Ia selalu bersedia membantu pelanggan di warungnya yang mengalami permasalahan.
Tokoh lain yang mendukung cerita yaitu Pak Sastro, Kang Asep, Mono, Dasman, dan Simbolon. Peran mereka tidak terlalu pokok, namun keberadaannya
mendukung tokoh utama. Pak Sastro, suami Bu Sastro, memiliki sifat jujur yang ia tunjukkan ketika mengatakan bahwa ia telah diberhentikan dari Toko Luwes tempatnya
bekerja. Selain Pak Sastro ada pula Simbolon yang ingin dimasakkan makanan setiap hari untuk dirinya dan ke-12 teman indekosnya.
Ia berkata jujur kepada Bu Sastro bahwa pembantunya telah kabur.
Keberanian moral juga ditunjukkan oleh Orin yang ingin membuka warung makan. Orin telah memperhitungkan secara matang segala keperluan warung sayurnya.
Tokoh tambahan yang juga memiliki kerendahan hati seperti Bu Sastro adalah Mono. Mono berkeinginan bisa cepat lulus dan dapat segera bekerja agar tidak lagi merepotkan
ibunya. Di dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya
Pauline Leander digambarkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang beragam. Pemakaian bahasa dan budaya dari masing-masing daerah juga terdapat dalam novel ini, seperti
pemakaian sapaan Wo sebagai kata sapaan kesayangan untuk wanita yang merupakan kebiasaan dari daerah Jawa khususnya Jawa Tengah. Adapun masyarakat keturunan
Tionghoa menggunakan sapaan Ko untuk memanggil orang laki-laki. Di dalam novel ini juga dipaparkan kebiasaan-kebiasaan yang melatarbelakangi umat beragama Buddha, yaitu
menganggap hari Jumat sebagai salah satu hari besar mereka. Selain itu, orang diharuskan berjalan dengan bersimpuh ketika melewati patung para dewa.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, novel Warung Bu
Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander dapat dijadikan bahan pembelajaran di SMA kelas XI semester II. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan SK 15 Memahami buku biografi, novel, dan hikayat dan KD 15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat
diteladani dari tokoh.
B. Implikasi
Penelitian terhadap novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander ini membuktikan bahwa novel tersebut dapat digunakan sebagai