menginginkan kebebasan sebagai wanita modern yang mandiri dan bebas menentukan pilihan. Sedangkan di lain pihak nilai-nilai moral itu mengikat kebebasannya.
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, peneliti mampu mendeskripsikan nilai moral yang terkandung dalam novel Saman berdasarkan teori Maslow yaitu, 1 nilai
kebaikan, 2 nilai kebenaran, 3 nilai keadilan. Peneliti memilih menganalisis novel dengan judul“Nilai-nilai Moral novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati
karya Pauline Leander dan Relevansinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI ”
sebagai subjek penelitian karena penelitian dengan menggunakan novel tersebut belum pernah dilakukan.
B. Landasan Teori
1. Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita Sudjiman, 1990 : 86.Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro
1981 : 20, tokoh cerita character adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. a. Pembedaan Tokoh
Berdasarkan perbedaan sudut pandang penamaan, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh
dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang
hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.
1 Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yangbersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku
kejadian maupun yang dikenai kejadian Nurgiyantoro, 2010 : 176-177. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita central character, main character, sedang yang kedua
adalah tokoh tambahan peripheral character. 2
Tokoh Tambahan Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi
kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama Wahyuningtyas, 2011 : 3. Menurut Sudjiman 1988 : 18, kriterium yang digunakan untuk menentukan tokoh utama
bukan frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Sudjiman menambahkan, judul cerita
seringkali juga mengungkapkan siapa yang dimaksudkan sebagai tokoh protagonis.
2. Penokohan
Istilah penokohan lebih luas pengertiannya dari tokoh, sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan
pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita Jones dalam Nurgiyantoro, 1968 : 33. Penokohan sekaligus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Dapat disimpulkan bahwa, tokoh adalah orang yang ada dalam sebuah cerita naratif, sedangkan
penokohan adalah pelukisan gambaran watak dari seorang tokoh dalam sebuah cerita naratif atau karya sastra.
3. Teknik Pelukisan Tokoh
a. Teknik Ekspositori Teknik ekspositori yang sering disebut juga sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh
cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-
belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Pengarang dengan cepat dan
singkat dapat mendeskripsikan kedirian tokoh ceritanya. Namun, sebenarnya walau berbagai informasi kedirian tokoh cerita telah dideskripsikan, hal itu tak berarti bahwa tugas yang
berkaitan dengan penokohan telah selesai. Pengarang haruslah tetap mempertahankan konsistensi tentang jati diri tokoh itu.
Tokoh harus tak dibiarkan berkembang keluar jalur sehingga sikap dan tingkah lakunya tetap mencerminkan pola kediriannya itu.
b. Teknik Dramatik Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang
ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang
membiarkan baca: menyiasati para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun
nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yangterjadi. Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu: 1
teknik cakapan, 2 teknik tingkah laku, 3 teknik pikiran dan perasaan, 4 teknik arus kesadaran, 5 teknik reaksi tokoh, 6 teknik reaksi tokoh lain, 7 teknik pelukisan latar, dan
8 teknik pelukisan fisik Nurgiyantoro 2010 : 201-211. 1
Teknik cakapan Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk
menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel, umumnya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang
agak panjang. Tidak semua percakapan, memang, mencerminkan kedirian tokoh, atau paling tidak, tidak mudah untuk menafsirkannya sebagai demikian. Namun, seperti dikemukakan di
atas, percakapan yang baik, yang efektif, yang lebih fungsional, adalah yang menunjukkan perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat kedirian tokoh pelakunya
Nurgiyantoro, 2010 : 201. 2
Teknik tingkah laku Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang
dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat
kediriannya. Namun, dalam sebuah karya fiksi, kadang-kadang tampak ada tindakan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI