siang hari, Sabtu sore, tahun 1982, setelah 33 tahun.
Latar tempat Warung sayur Bu Sastro, pasar Cihapit, rumah
Bu Sastro, toko Yosiko.
Latar sosial -
Panggilan Wo, sebagai panggilan sayang terhadap wanita yang berasal dari daerah Jawa.
- Hari Jumat merupakan salah satu hari besar
bagi umat beragama Buddha -
Penggunaan sapaan Ko, bagi orang laki-laki keturunan Tionghoa.
- Pempek tenggiri dan sambal tempoyak
merupakan makanan khas dari Palembang. -
Kebiasaan perempuan jaman dulu yang menggunakan pakaian kebaya dan batik.
3. Nilai Moral dalam Novel
Nilai Moral Kutipan
1. Kejujuran
- Meskipun belanja setiap hari, Bu Sastro
diperbolehkan hanya membayar seminggu sekali ketika uang anak-anak mahasiswa sudah terkumpul.
Para pedagang memercayai Bu Sastro karena memang beliau tidak pernah menyelewengkan
kepercayaan tersebut Leander, 2012 : 83. -
“Tadi pagi keputusan ini diumumkan. Kami semua sangat terkejut ketika Pak Pranoto yang
berbaju seragam Pemda itu menyampaikannya. Toko Luwes diputu
skan pemerintah untuk ditutup” Leander, 2012 : 7.
- “Mono itu inginnya bisa menikah di usia muda,
Mak,” kata Mono mengemukakan alasan sebenarnya mengapa ia tampak kebingungan
sebelum mengambil keputusan Leander, 2012 : 258.
- “Pembantu di rumah kami, Mbak „Nah itu kabur.
Repotlah kami jadinya. Bukan hanya untuk masalah cuci setrika, tapi terutama untuk masalah
makan tiga kali sehari, Bu. Kami sepakat kalau masakan Ibu yang paling enak. Cuma kasihanilah
kami Bu, kalau tanpa nasi, bagaimana nasib perutku ini,” demikian paksaan dan rayuan
Simbolon pada saat yang bersamaan Leander, 2012 : 61.
- “Bu, coba Ibu memasak makanan nasi dan lauk-
pauknya untuk anak-anak mahasiswa umum. Masakan Ibu enak. Selama 5 tahun ini, kan, Ibu
selalu memasakkan makanan untuk kami. Coba, deh, Ibu masak untuk mahasiswa umum makan di
sini” Leander, 2012 : 35-36.
2. Nilai-nilai Moral
Otentik
- “Heee, Nak Hendrik, apa kabar? Ayo… ayo
masuk dulu,” ajak Ibu tergopoh-gopoh menarik tangan Hendrik yang tampak sungkan untuk masuk
Leander, 2012 : 204. -
Jika tampak Pak Sastro pulang ke rumah bersama si Onthel dari vihara pukul 11 siang, maka anak-
anak tetangga
sekitar rumah
akan segera
mengerumuninya dan menanti jatah pembagian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bapak Leander, 2012 : 31. -
Keinginannya untuk bisa bersekolah di ITB ditunjukkan dengan kerja kerasnya dalam belajar.
Ketika menghadapi kesulitan di dalam beberapa mata pelajaran, maka ada 150 mahasiswa ITB yang
bisa dimintai bantuannya Leander, 2012 : 85.
3. Kesediaan untuk
Bertanggung Jawab
- Makanya Bu Sastro melakukan lebih dari sekadar
kewajiban memasakkan makanan yang enak, layak, bergizi, dan terjangkau buat mereka. Lebih dari itu,
ia juga memperhatikan dengan seksama apakah mereka sehat-sehat saja, atau mungkin sedang ada
masalah yang mengganggu Leander, 2012 : 135. -
Pak Sastro melepaskan si Onthel dengan rela hati. Ia ingin memberikan Rp5.000 hasil penjualan si
Onthel dan Rp25.000 pesangonnya dari Toko Luwes kepada istri tercintanya dan menyongsong
kehidupan baru mereka bersama-sama Leander, 2012 : 49.
4. Kemandirian
Moral
- Bu Sastro selalu berdoa agar kerja kerasnya bisa
senantiasa memampukan dirinya untuk membiayai sekolah kedua anaknya ini Leander, 2012 : 81.
- “Begini loh Mak…” Mono mencoba menjelaskan.
“Umur Mono kan baru 22 tahun, pacar belum punya, teman dekat perempuan nggak ada. Kalau
Mono ke Swiss selama 4 tahun, lama sekali, ya Mak. Kapan Mono bakal punya pacar dan menikah
kalau masih harus tunggu 4 tahun lagi?” Mono bertanya kepada Ibunya Leander, 2012 : 257.
5. Keberanian Moral - Hati Ibu Sastro yang bertahap mulai bisa
menerima dan menyetujui ide ini pun dituturkannya kepada Bapak. Semua rencana usaha yang mulai