Sinopsis Novel Analisis Data
terjadi dalam hidup, salah satunya pada saat harus menerima kenyataan bahwa Bapak diputuskan dari pekerjaannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan teknik langsung atau
ekspositori melalui kutipan berikut. 1
“Maksudnya ditutup, Pak?” Tanya Bu Sastro mencoba tetap tenang. Suaranya juga dipertahankan untuk menurun di akhir kalimat. Bu Sastro khawatir suami yang
dihormatinya itu tidak sanggup menjawab jika nada suaranya meninggi Leander, 2012 : 6.
2 “Tidak apa-apa Pak, ini sudah waktunya. Waktunya Tuhan, kalau Bapak harus
berhenti bekerja dari Toko Luwes yang sudah 33 tahun menghidupi kita,” jawab Ibu Sastro perlahan. Tekadnya begitu kuat untuk menenangkan lelaki yang dikasihinya
itu agar tidak menyimpan gulana dalam-dalam Leander, 2012 : 7.
3 “Kita bisa usaha dengan uang pesangon yang Bapak dapatkan dari Toko Luwes.
Nanti kita pikirkan usaha apa yang bisa dibuat. Tenang saja ya, Pak,” suara lembut Ibu Sastro meneduhkan hati suaminya Leander, 2012 : 7.
4 “Kita pasti akan menemukan jalan keluar ya, Wo. Anak-anak masih membutuhkan
banyak biaya, tapi saya yakin kalau Allah merestui, jalan pasti ada,” ungkap Pak Sastro sambil mencoba menenangkan dirinya sendiri. “Iya Pak, pasti,” jawab Bu
Sastro Leander, 2012 : 8. 5
Itulah hari ketika Bu Sastro mengukir janji dalam hatinya, tanpa kemarahan, hanya dibumbui sedikit kesedihan. “Kalau saya punya sumur sendiri nanti, siapa saja
boleh ambil air dari sumur saya. Mau mandi… boleh. Mau cuci baju… silakan. Mau bersihkan sayur dan daging
… boleh juga” Leander, 2012 : 44. 6
“Kalau anak SMA, mungkin karena masih kecil, belum dewasa, dan rasa tanggung jawab belum terbentuk, kalau mereka makan hati atau tempe yang kecil-kecil,
disembunyikan dulu di bawah tumpukan nasi, jadi antara yang dilaporkan dan yang betul-
betul dimakan, biasanya ada perbedaan. Tapi yaaa… biar saja. Rezeki ada di tangan
Tuhan,” kata Bu Sastro selalu Leander, 2012 : 226.
Bu Sastro memiliki sifat penyayang,sertanaluri keibuannya tidak hanya ia tunjukkan
kepada keluarganya, namun juga kepada anak-anak mahasiswa khususnya yang biasa makan di rumahnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan teknik tidak langsung atau dramatik
melalui kutipan berikut. 7
“Sudah sarapan, pak?” Bu Sastro bertanya sambil menyeka sandalnya di keset depan rumah, membersihkan tanah dan sedikit lumpur yang sempat menempel dari
pasar, kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Leander, 2012 : 16.
8 Bu Sastro sangat mengerti situasi pagi itu. Tempe gorengnya ternyata sudah
dipersiapkan duluan dan nasi hangat yang masih wangi karena baru ditanak pagi ini pun sudah siap. Sambil tersenyum lebar, Bu Sastro memandang Pak Sastro penuh
makna Leander, 2012 : 42.
9 Menu yang disediakan Bu Sastro bergizi sekalipun sederhana. Ibu yang penuh
semangat ini menyadari kalau anak-anak mahasiswa harus menerima asupan gizi yang baik sebagai nutrisi bagi otak, sehingga kuliah mereka bisa cepat selesai dan
gelar sarjana bisa diraih Leander, 2012 : 21.
10 Menu istimewa siang semacam itu siap disantap. Wangi sambal menyeruak ke
seluruh penjuru rumah, disertai decakan kepedasan yang terdengar bersahut- sahutan. Kalau sudah begini, Ibu Sastro hanya bias tersenyum-senyum sambil
memandang mereka makan Leander, 2012 : 23.
11 Tak ia ceritakan betapa malam-malam penuh dengan doa dilewatkannya untuk ke-
8 mahasiswa yang ketika itu harus menghadapi ujian-ujian kecil maupun ujian- ujian besar mereka. Sebetulnya ada 8 penggalan rasa kehilangan di dalam hati.
Kusmay dan Natijah meninggalkan kamar yang mereka tempati selama 3 tahun dengan isak tangis dan memeluk hangat Bu Sastro dengan erat Leander, 2012 :
24.
12 “Aku boleh masuk, Bu?” tanya Simbolon agak memelas. “Wah… tentu saja. Ada
apa, Nak?” Bu Sastro bertanya agak khawatir. “Mau makan pagi di sini? Ibu buatkan nasi goreng dulu,” tawar Bu Sastro didorong naluri keibuannya yang
selalu peka pada area seputaran lambung para anak mahasiswa di sekitarnya Leander, 2012 : 61.
13 Agar seluruh makanan bisa dipastikan selalu tersaji hangat bagi anak-anak
mahasiswanya, Bu Sastro mempersiapkan 6 buah kompor minyak tanah. Menunya berupa menu Empat Sehat yang diyakini akan sangat bermanfaat bagi anak-anak
mahasiswa, sehingga mempercepat perjalanan mereka menjadi sarjana Leander, 2012 : 73.
14 Semalaman Bu Sastro bolak-balik masuk ke kamar Mono. “Belum tidur, Mon?”
bu Sastro bertanya dengan nada khawatir. Jam di dinding telah menunjukkan pukul 3 pagi Leander, 2012 : 87.
15 “Ambil menu yang lain tho, nak Alfian” Demikian Ibu selalu mengingatkan.
“Kalau hanya makan bubukan tempe thok, nanti kurang gizinya. Nggak bisa mikir, nggak bisa
belajar” Leander, 2012 : 130. 16
Jika ada yang tampak kurang bersemangat makan, atau tampak pucat pasi dan kesakitan, Ibu akan menegur dan menanyakan kepadanya Leander, 2012 : 135.
17 Jika sang mahasiswa sudah mengakui kondisinya yang sedang sakit seperti ini, Bu
Sastro akan melanjutkan penawaran pamungkasnya, “Ibu bikinkan bubur, ya. Biar makannya enak. Kamu tunggu sebentar di sini. Jangan ke mana-mana. Minum
banyak the pahit hangat dari ceret,” lanjut Bu Sastro dengan tegas dan langsung
meninggalkan Toni menuju dapurnya. “Ayo dimakan sampai habis, supaya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI