Menurut Nurgiyantoro 2009 : 227-234 latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitulatar tempat, latar waktu dan latar sosial.
a. Latar tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis sangat penting untuk membuat pembacaterkesan seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh terjadi,
yaitu tempat dan waktu seperti yang diceritakan itu. Namun, tidak menutup kemungkinan unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan
nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu tanpa nama jelas. b. Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan pada sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, fakta yang ada kaitannya dan dikaitkan dengan
peristiwa. c. Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi Nurgiyantoro,
1995:233.Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup,adat istiadat, cara berpikir, dan pola sikap tokoh. Selain itu, latar sosial berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan
misalnya kelas menengah, rendah dan kelas atas. Sudjiman 1988: 44 dalam bukunya Memahami Cerita Rekaan mengungkapkan bahwa, peristiwa-peristiwa di dalam cerita itulah
terjadi pada suatu waktu atau di dalam suatu rentang tertentu dan pada suatu tempat tertentu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya
membangun suatu cerita.
5. Pengertian Nilai-nilai Moral
Nilai berasal dari bahasa Latin, valere yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Menurut Steeman Eka Darmaputera, 1987 : 65 nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada hidup, yang memberi
acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Moral berasal dari kata mores yang berarti dalam kehidupan adat-istiadat atau
kebiasaan. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Norma- norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia
dilihat dari segi baik buruknya. Nilai moral bertolak pada sikap, kelakuan yang dapat dilihat melalui perbuatan. Perbuatan yang dapat terlihat terpuji dan baik secara lahiriah akan dinilai
memiliki nilai yang baik Suseno, 1987 : 19. Burhan Nurgiyantoro 2005 : 265, menegaskan bahwa moral, amanat, atau massage dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan
kepada pembaca. Sesuatu itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang berkonotasi positif, bermanfaat bagi kehidupan, dan mendidik.
Sementara itu, nilai moral moral values, oleh Esteban 1990 dirumuskan sebagai berikut: nilai akan selalu berhubungan dengan kebaikan, kebajikan dan keluhuran budi serta
akan menjadi sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi serta akan menjadi sesuatu yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dihargai dan dijunjung tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepuasan, dan ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya.
6. Nilai Moral dalam Karya Sastra
Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Pesan moral sastra lebih memberat pada sifat kodrati manusia yang hakiki, bukan pada aturan-aturan
yang dibuat, ditentukan, dan dihakimi oleh manusia. Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik Nurgiyantoro, 2010
: 322.
7. Bentuk Penyampaian Pesan Moral dalam Karya Sastra
Nurgiyantoro 2010: 335 mengemukakan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi munngkin bersifat langsung, atau sebaliknya tak
langsung. Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung, boleh dikatakan, identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan, expository.
Artinya, moral yang ingin disampaikan atau diajarkan kepada pembaca itu dilakukan secara langsung dan eksplisit.
Bentuk penyampaian moral tidak langsung yaitu pesan hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain Nurgiyantoro, 2010: 339.
Nurgiyantoro menambahkan, yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-peristiwa, konflik, sikap, dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa dan konflik itu.
8. Bentuk Nilai Moral yang Kuat
Kekuatan moral adalah kekuatan kepribadian seseorang yang mantap dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesanggupannya untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai benar Suseno, 1989 : 141. Menurut Suseno, sikap atau keutamaan yang mendasari kepribadian yang
memiliki nilai moral yang kuat, yaitu sebagai berikut. a. Kejujuran
Bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua sikap, yaitu bersikap terbuka dan bersikap fair. Bersikap terbuka adalah kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri terbuka
berarti: orang boleh tahu, siapa kita ini.Yang kedua, bersikap wajar atau fair, yaitu bersikap jujur terhadap orang lain maupun terhadap diri kita sendiri. Dalam artian, kita harus berani
melihat diri seadanya, membuang tindakan yang bersifat kepalsuan, ketidakadilan, dan kebohongan Suseno, 1989: 142-143.
b. Nilai-nilai otentik O
tentik berarti “aseli”, yaitu kita menjadi diri kita sendiri. Manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan
kepribadiannya yang sebenarnya Suseno, 1989: 143. c. Kesediaan untuk bertanggung jawab
Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional dalam kesediaan untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas
yang membebani kita. Kita terikat untuk menyelesaikannya, demi tugas itu sendiri. Sikap itu tidak memberikan ruang pada pamrih kita Suseno, 1989: 145.
d. Kemandirian moral Kemandirian moral berarti bahwa tidak pernah ikut-ikutan saja dengan pelbagai