24 berujung pada klimkas. Klimaks ini terjadi ketika, setelah Lelaki III pergi,
kemarahan Tokoh semakin tidak terkendali. Ia merasa putus asa dan berteriak- teriak, dan akhirnya mengusir Hakim.
Penyelesaian drama ini ada pada bagian Penutup, ketika Ibu menghibur dan menenangkan Tokoh. Pada awalnya, Tokoh merasa belum siap untuk beristirahat.
Ia masih ingin memperjuangkan teman-temannya. Meski demikian, Ibu menyuruhnya untuk berhenti karena ia sudah meninggal; sudah waktunya untuk
berisitrahat. Tokoh pun akhirnya bertemu dengan Suara dari Langit dan dapat menerima kematiannya. Ia akhirnya beristirahat dengan tenang.
2.3 Tokoh dan Penokohan
Dalam penelitian ini, hanya sebagian tokoh-tokoh drama MNdBT yang akan dianalisis. Tokoh-tokoh tersebut dipilih dengan melihat kaitannya dengan konflik
kelas dalam drama. Dalam drama MNdBT, terdapat beberapa tokoh yang memiliki peran atau pengaruh besar dalam cerita: Tokoh, Hakim, Ibu, Corong, Kepala
Petugas, Kuneng, Itut, Nining, Lelaki III. Bagian ini akan membahas mengenai kesepuluh tokoh tersebut. Kesepuluh tokoh tersebut akan dibagi berdasarkan
perannya sebagai tokoh protagonis, antagonis, deutragonis, tritagonis, danatau foil.
2.3.1 Tokoh Protagonis
a. Tokoh
Tokoh merupakan tokoh protagonis dalam drama MNdBT. Ia adalah roh yang bergentayangan di Alam Kematian. Dalam drama ini tidak disebutkan nama, jenis
25 kelamin, dan latar belakangnya selama ia hidup. Pada awal cerita, Tokoh
digambarkan sebagai sosok yang memiliki rasa pahit kepada orang-orang di sekitarnya dalam drama ini adalah Hakim, yang menjadi “teman” berdebatnya di
Alam Kematian. Ia merasa gelisah, sedih, dan sinis karena tidak dapat beristirahat dengan tenang.
6 Tokoh menatap Hakim, galau
TOKOH: Tentu kamu telah mati dengan tenang.
Diberangkatkan dengan upacara yang berbunga-bunga. Kehidupan yang serba baik membuatmu kehilangan
kepekaan. Kehilangan dorongan-dorongan. Tokoh akhirnya menjauh.
Sarumpaet, 1997:7
Dalam kutipan 6 tersirat bahwa Tokoh tidak dapat beristirahat dengan tenang karena suatu alasan. Dengan sinis, ia menyindir Hakim yang dapat mati
tenang dengan upcara, dan kehidupan yang baik. Ia merasa bahwa Hakim telah kehilangan kepekaan terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya.
Ia memiliki rasa empati yang besarkepada masyrakat kecil yang sering tidak mendapat hak-haknya dan diperlakukan tidak adil. Ia sangat membenci para
penguasa dan para pelaku yang melakukan ketidakadilan. Ia bahkan tidak segan- segan melabrak langsung orang-orang yang melakukannya. Terkait dengan kutipan
6, hal tersebutlah yang membuatnya bergentayangan di Alam Kematian. Mengenai rasa empatinya terhadap masyarakat kecil, hal tersebut tercermin dalam
kutipan 7. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26 7
TOKOH: Itu anak-anak Ibu yang sekarang punya kekuasaan
memperjualbelikan adab. Memperjualbelikan hati nurani, hukum, bahkan Tuhannya… Memperjualbelikan apa saja
yang pernah ibu ajarkan pada mereka. Punya kemampuan bertindak keji pada anak-anaknya, pada saudara
kandungnya, bahkan pada Ibu kandungnya sendiri. Punya kekayaan menghalalkan segala bentuk kekejian. Menindas,
menganiaya, memperkosa, termasuk membunuh… Sarumpaet, 1997:105
Tokoh juga orang yang sangat menjunjung kebebasan bicara. Ia tidak senang dikekang. Dalam drama ini, ialah yang menyuarakan pendapatnya mengenai
kebobrokan penguasa dan penderitaan yang dialami masyarakat kecil. Ia seperti merepresentasikan sosok Marsinah yang dalam kehidupan nyata membela teman-
temannya sesama buruh. Hal tersebut terlihat dalam kutipan 8. 8
TOKOH: Kenapa? Alam kita sekarang ini alam bebas. Bebas
bicara. Bebas mempertanyakan segala kejanggalan yang di masa hidup kita mustahil kita pertanyakan.
Sarumpaet, 1997:68
b. Kuneng