Kelas Bawah Identifikasi Kelas Atas dan Kelas Bawah

47 menyongsong kemajuan itu; Pada saat orang-orang dengan riang menikmati hasil pembangunan itu, kamu menganggapnya merusak? Kenapa? TOKOH: Karena dia membuat kami merasa tidak aman. Dia membuat kami kebingungan. Dia memasuki kehidupan kami, ibarat pisau yang langsung menghujam ke ulu hati, dan kami tidak mampu berbuat apa-apa untuk menolaknya. Sarumpaet, 1997:81-82 Dalam kutipan 33, ditunjukkan tokoh Hakim yang memihak kepada Lelaki III yang memiliki kekuasaan. Ia menyebutkan monopoli kekuasaan yang dilakukan Lelaki III. Segala bentuk keputusan yang berjalan di negeri ini dicetuskan oleh Lelaki III. Akan tetapi, dalam kutipan 34 dan 35, disebutkan oleh Tokoh bahwa tidak semua keputusan-keputusan yang dicetuskan oleh Lelaki III itu baik. Alasannya, banyak bagian minoritas yang ditekan. Dan dalam kutipan 34, Tokoh menyebutkan bahwa dalam monopoli kekuasaan yang disebut membangun bangsa itu, ketika ada pihak yang menentangnya, mereka akan disebut “mengganggu stabilitas bangsa” dan “dengan mudah dikecam berkhianat pada bangsa”. Hal-hal tersebut menunjukkan betapa berkuasanya Lelaki III dalam banyak hal.

3.2.2 Kelas Bawah

Kelas bawah dalam drama ini adalah Tokoh, Ibu, Kuneng, Nining, dan Itut. Sebagai kelas bawah, adalah tokoh-tokoh yang tidak hanya sebagai proletar yang tidak memegang alat produksi, tetapi juga sebagai kelas subordinat, yang menjadi pihak yang dikuasai. Tokoh, yang tidak bisa beristirahat dengan tenang karena adanya ketidakadilan tersebut, sering mempertanyakannya kepada hakim. Dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 setiap penyuaraannya, Tokoh selalu memposisikan dirinya sebagai kelas bawah, seperti pada kutipan berikut. 36 TOKOH: Menyadari apa… Siapa yang peduli ketidakadilan selain korban ketidakadilan itu? Lapar membungkam mereka. Lapar membuat mereka tidak mampu mengatatakan ‘tidak’. Membuat mereka tidak mampu berpaling, melangkah meninggalkan majikannya, dan ini membuat para majikan tidak pernah memperoleh pengalaman ditinggalkan. Kesadaran seperti apa yang bisa diharapkan dari mereka? Sarumpaet, 1997:32-33 Kemarahan Tokoh selalu terkait dengan hal-hal yang dialami oleh masyarakat kecil, yang biasanya selalu terkait dengan ketidakadilan. Ibu, seorang roh di Alam Kematian, adalah orang yang meratapi kehilangan anak-anaknya. Ia adalah korban tidak langsung dari tindakan sewenang-wenang para penguasa dan pemilik modal. Adapun Kuneng, Nining, dan Itut adalah tiga orang buruh wanita yang berjuang menghadapi tekanan dari atasan dan situasi hidup yang tidak menentu. Kuneng adalah buruh yang dalam drama ini mengalami pelecehan seksual dan eksploitasi. Hal tersebut tercermin dalam kutipan 37. 37 CORONG: Ait, galak kamu ya. Kenapa? Karena ku tidak setaraf dengan langganan-langgananmu itu? Kamu ini cantik, tapi bodoh. Kamu tidak tahu siapa yang harus dirangkul, siapa yang harus dijauhi. Kita ini sama Neng. Sama-sama tidak punya pilihan.Sama-sama melahap sisa-sisa terakhir dari perusahaan sialan ini. Dan aku hormat sama kamu. Kamu tidak sadar kan, kalau semua orang mencibir sama kamu? Aku tidak. Menyediakan masa depan yang lebih baik untuk 49 anak, itu luhur. Dan kamu tidak perlu menggadaikan kehormatanmu untuk itu, kalau kamu tahu siapa orang yang bisa menolongmu. Kau lihat pentungan ini? Sarumpaet, 1997:21 Sebagai golongan subordinat yang dikuasai, mereka tidak dapat melawan orang-orang yang lebih berkuasa daipada mereka. Hal ini terlihat dalam kutipan 38. Dalam kutipan tersebut, para buruh surut di hadapan Kepala Petugas, meski mereka sangat ingin melawannya. 38 Para buruh itu surut, mengelompok, menatap Kepala Petugas dedngan tatapan benci, dan tak seorang pun membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Kepala Petugas. Kepala Petugas menatap Itut yang berdiri di baris terdepan, lalu menunjukkan pertanyannya kepada Itut. Sarumpaet, 1997:25

3.3 Analisis Sebab-Sebab Konflik Kelas: Perspektif Marx