10 penyelesaian ini, terdapat rahasia motif para tokoh dan akhir cerita Kernodle dalam
Dewojati, 2010:164.
c. Latar
Groote dalam Adji, tanpa tahun:10 menjelaskan bahwa unsur latar dalam naskah drama adalah mengenai kapan dan di mana peristiwa terjadi. Oleh karena
itu, latar dalam naskah drama dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar peristiwa.
Latar tempat adalah lokasi terjadinya peristiwa di dalam drama. Penjelasan mengenai latar tempat peristiwa diberikan oleh penulis dalam naskah drama melalui
teks samping dan dialog-dialog para tokoh yang sedang berlangsung dalam naskah tersebut. Latar waktu adalah latar yang menjelaskan kapan peristiwa dalam drama
terjadi, baik itu dalam adegan, babak, atau keseluruhan drama. Latar waktu terkadang dijelaskan secara eksplisit dalam drama, tetapi ada juga penulis drama
yang memberikannya secara implisit. Latar peristiwa adalah peristiwa yang melatari kejadian-kejadian dalam drama. Latar peristiwa ini dapat fiktif atau
nonfiktif, tergantung imajinasi penulis drama Groote dalam Adji, tanpa tahun:11- 12.
1.6.3 Sosiologi Sastra
Damono 1979:2 mendefinisikan sosiologi sastra sebagai pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Pendekatan ini
terbagi menjadi dua konsep. Pertama adalah karya sastra sebagai cermin proses PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11 sosial-ekonomis. Konsep ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk
membicarakan sastra. Kedua, teks sastra adalah bahan penelaahan untuk memahami mengenai gejala-gejala sosial di luar sastra.
Ian Watt dalam Damono, 1979:3 membicarakan mengenai hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Dalam konteks sosial pengarang,
yang dilihat adalah faktor-faktor sosial pengarang dalam masyarakat yang mempengaruhi bentuk dan isi karya sastra yang dihasilkannya. Kedua, konsep
mengenai sastra sebagai cermin masyarakat. Damono 1979:4 menyebutkan bahwa untuk mempergunakan istilah tersebut untuk menilai karya sastra,
pandangan sosial pengarang perlu diperhitungkan. Terakhir adalah fungsi sosial karya sastra. Mengenai fungsi sosial ini, Grebstein dalam Damono, 1979:4
menyebutkan bahwa karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap- lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban
yang telah menghasilkannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa tujuan sosiologi sastra
adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya
sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi juga gejala sosial Ratna, 2003:11.
1.6.4 Konflik Kelas
Peneliti akan menggunakan dua teori untuk menganalisis konflik kelas dalam MNdBT, yaitu teori Karl Marx dan teori Ralf Dahrendorf. Menurut Marx, konflik
12 dalam masyarakat terjadi karena adanya kepentingan ekonomi di dalam kelas-kelas
dalam masyarakat, yaitu borjuis dan proletar. Pemikiran tersebut diangkat oleh Marx untuk mengkritik pembangunan kapitalis Rahardjo, 1928:75. Berangkat
dari pemikiran Marx tersebut, Ralf Dahrendorf kemudian mengembangkan pemikiran bahwa konflik kelas terjadi karena adanya orang-orang yang memiliki
kekuasaan dan dikuasai. Meski bertentangan, kedua pemikiran mengenai konflik kelas tersebut saling melengkapi dan keberadaan keduanya ditemukan peneliti
dalam drama MNdBT.
a. Konflik Kelas Menurut Karl Marx