Kekerasan Verbal dan Nonverbal Atas Para Buruh

62 38 Para buruh itu surut, mengelompok, menatap Kepala Petugas dedngan tatapan benci, dan tak seorang pun membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Kepala Petugas. Kepala Petugas menatap Itut yang berdiri di baris terdepan, lalu menunjukkan pertanyannya kepada Itut. Sarumpaet, 1997:25

3.4.4 Kekerasan Verbal dan Nonverbal Atas Para Buruh

Dalam drama ini, masyarakat kelas bawah, secara khusus kaum buruh, mengalami kekerasan verbal dan nonverbal sebagai bentuk kekuasaan atau represi kelas atas superordinat terhadap kelas bawah subordinat. Contoh yang paling nyata atas kekerasan nonverbal adalah yang dialami Kuneng ketika Corong menyiksanya dengan pentungan. 46 Corong seperti mendapat gagasan, ia mengancam Kuneng dengan pentungan di tangannya. CORONG: Ayo Berteriaklah KUNENG: Jangan Jangan lakukan ini CORONG: Diam kamu Kamu memang perlu diberi pelajaran.Bagaimana kalau begini? […] Corong mengejar Kuneng mengitari gundukan tanah, sampai Kuneng akhirnya terjatuh. Sarumpaet, 1997:23 63 Kekerasan nonverbal ini juga terjadi ketika Corong melakukan pelecehan seksual atas Kuneng. Kuneng yang sebelumnya sudah tertekan, menjadi tambah ketakutan atas tindakan Corong. Tindakan tersebut terlihat kutipan 10. 10 Corong makin bernafsu. Ia bicara sambil menggunakan tangannya, jahil. CORONG: Masa? Lalu bagaimana dengan muka pucatmu ini? Keringat dingin yang membasahi lehermu yang bagus ini… Sarumpaet, 1997:20 Dalam kutipan 10, Kuneng, sebagai seorang buruh perempuan, menjadi pihak subordinat yang ditekan oleh atasannya Corong. Ia menjadi objek pelecehan seksual. Dalam adegan tersebut, pelecehan seksual ini tidak hanya terjadi melalui perkataan, tetapi juga tindakan. Corong sendiri melakukannya karena merasa memiliki kekuasaan yang lebih daripada Kuneng, dan Kuneng tidak dapat banyak melawannya. Kekerasan verbal juga lahir sebagai bentuk konflik antara Kepala Petugas dengan para buruh. Hal ini terlihat dalam kutipan 47. 47 KEPALA PETUGAS: Kamu memang kurang ajar. Dengar perempuan Barangkali kamu kira kamu pintar ya? Atau pemberani? Baik. Tapi sekarang ini, kamu tidak punya pilihan selain menjawab pertanyaanku dengan baik dan sopan. Dan ingat. Ini yang terakhir saya bertanya. Siapa yang bertanggungjawab atas pengeroyokan tadi? Mengira ucapannya sudah cukup jitu dan akan menundukkan, Kepala Petugas menatap para buruh, pongah, dan dia jadi sangat terkejutpanik ketika Itut kembali menjawabnya dengan jawaban yang menjengkelkannya. Sarumpaet, 1997:26-27 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 Dalam kutipan 47, Kepala Petugas mengidentifikasikan buruh sebagai “perempuan”. Ia tidak memanggilnya dengan nama, tetapi dengan gender. Akan tetapi, panggilan tersebut dapat disebut sebagai kekerasan verbal karena ia mengungkapkannya dengan kemarahan dan penghinaan terhadap Itut. Dalam kutipan tersebut, ia terlihat sangat ingin menekan Itut dengan merendahkannya: menganggapnya tidak berpendidikan atau tidak dapat melawannya.

3.5 Rangkuman