Pembungkaman Perlawanan Masyarakat Kelas Bawah

60

3.4.3 Pembungkaman Perlawanan Masyarakat Kelas Bawah

Dalam Bab II, telah dijelaskan bahwa drama ini diangkat dengan mengambil latar waktu dan peristiwa pada akhir Orde Baru dengan rezim otoriternya. Pada masa itu, situasi politik dan ekonomi di Indonesia mengalami kekacauan. Pemerintahan otoriter pada masa itu membuat kata “demokrasi” di Indonesia hanya menjadi hiasan. Meski demikian, dalam drama MNdBT, ada beberapa pihak dari masyarakat kelas bawah yang melakukan perlawanan, seperti yang diungkapkan Ibu dalam kutipan 45. 45 IBU: Satu kali, dia berdiri di hadapanku, marah. Matanya berkilat-kilat seperti mengeluarkan percikan-percikan api. Bibirnya bergetar, berkata: “Anti demokrasi dimulai dari rumah-rumah.” Aku tertegun, terdiam lama, mencoba memahami ucapannya. Selanjutnya, aku jadi sangat ketakutan. Aku seperti melihat bahaya mengintainya. Aku seperti melihat kobaran api berkejaran menghampirinya… Sarumpaet, 1997:12 Pada masa itu, siapa yang dianggap melawan negara akan dibungkam. Situasi tersebut terutama terjadi kelas bawah yang merupakan masyarakat subordinat. Ketika mereka ditekan, mereka tidak dapat melawan. Jika mereka dilawan, mereka akan dibungkam seperti yang diungkapkan oleh Tokoh dalam kutipan 26. 26 TOKOH: Satu saat, dia mengeluarkan sebuah surat keputusan, yang membuat orang-orang yang senasib denganku betul- betul merana. Jangankan protes. Mengeluh kami. Hanya mengeluh. 61 Sebuah senapan sudah melotot di depan hidung kami. Sarumpaet, 1997:64 Dalam kutipan tersebut, situasi yang tercermin adalah masyarakat kelas bawah yang mengungkapkan ketidakpuasan atas suatu surat keputusan yang disampaikan oleh Lelaki III dia kepada mereka. Akan tetapi, ungkapan tersebut dibalas dengan senapn yang melotot. Hal tersebut menyiratkan mengenai pembungkaman dalam bentuk pembunuhan atas pihak-pihak yang melawan. Penggunaan kekuasaan untuk membungkam masyarakat kelas bawah dirasakan oleh banyak pihak masyarakat kelas bawah, seperti yang dialami oleh Ibu dan para buruh. Tekanan tersebut diungkapkan oleh Ibu dalam kutipan 1. 1 IBU: Gadis-gadis kecilku, tumbuh sendiri-sendiri… Terempas dari pelukan, mereka tumbuh pesat, melesat di tengah zamannya.Di tengah putaran zaman, di mana keserakahan adalah raja, di mana keserakahan disembah dan dipersembahkan. Tidak pernah betul-betul memahami teduh atau keriaan.Tidak pernah betul-betul memahami kehangatan darah yang mengalir di tubuh Ibunya. Dunia merenggut anak-anak ini, jadi seperti ini… Sarumpaet, 1997:8-9 Para buruh, ketika hendak melawan atasan yang semena-mena pun turut dibungkam. Hal ini terjadi ketika teman-teman Kuneng berusaha menolong Kuneng yang sedang dilecehkan, seperti pada kutipan 38. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 38 Para buruh itu surut, mengelompok, menatap Kepala Petugas dedngan tatapan benci, dan tak seorang pun membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Kepala Petugas. Kepala Petugas menatap Itut yang berdiri di baris terdepan, lalu menunjukkan pertanyannya kepada Itut. Sarumpaet, 1997:25

3.4.4 Kekerasan Verbal dan Nonverbal Atas Para Buruh