Latar Belakang Permasalahan PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Pendidikan antikorupsi adalah usaha sadar untuk memberi pemahaman dan pencegahan terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal di lingkungan keluarga, serta pendidikan nonformal di masyarakat Wijaya, 2014: 26. Korupsi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI memiliki arti palsu, busuk, dan suap yang secara harafiah lagi diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, dan kata-kata atau ucapan yang memfitnah Hamzah dalam Syarbini, 2014: 5. Sedangkan definisi yang umum diketahui oleh masyarakat tentang korupsi adalah sebuah tindakan yang dilakukan secara tidak adil untuk memperkaya diri sendiri dengan merugikan pihak lain, entah itu negara ataupun orang yang dicurangi. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK sebagai salah satu lembaga resmi milik pemerintah memiliki tugas untuk menyelidiki tindak pidana korupsi juga memikirkan bagaimana cara untuk menanggulangi korupsi yang seakan-akan sudah sangat merajalela di Indonesia ini. Sikap penolakan terhadap tindakan korupsi atau sikap antikorupsi merupakan langkah strategis untuk diterapkan pada mentalitas generasi penerus bangsa. Penolakan tindak korupsi ini merupakan mentalitas dalam membina kemampuan generasi mendatang untuk mampu mengidentifikasi kelemahan dari berbagai sistem nilai yang mereka warisi dan memperbaharui sistem nilai warisan dengan situasi-situasi tertentu Mukodi dan 2 Burhanuddin, 2014 : 114. Penerapan sikap antikorupsi ini dapat dilakukan pada institusi pendidikan formal seperti sekolah. Karena sekolah adalah wahana yang tepat dan strategis untuk menanamkan nilai-nilai dari pendidikan antikorupsi. Di sekolah siswa mendapatkan berbagai penerapan pendidikan karakter yang secara tidak sadar mereka terima sehingga muncul karakter-karakter yang ingin dicapai oleh sekolah dalam diri siswanya. Saat menerima pembelajaran di dalam kelas pun guru menjadi perantara untuk dapat membantu siswa menghayati nilai-nilai suatu pelajaran tertentu seperti nilai-nilai dalam pendidikan antikorupsi. Bagi siswa sekolah dasar SD istilah korupsi masih asing, namun akan lebih mudah dalam menerapkan sikap antikorupsi karena mereka yang masih mau mendengarkan dan menurut. Siswa kelas III B yang ditemui peneliti saat analisis kebutuhan, istilah korupsi diketahui mereka sebagai tindakan yang tidak baik dan merugikan orang lain. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti saat masuk ke kelas III, banyak siswa yang beranggapan bahwa yang bisa melakukan korupsi hanyalah orang-orang yang menjabat di pemerintahan saja. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I diketahui bahwa pendidikan antikorupsi penting adanya untuk diberikan pada siswa secara jelas dan gamblang yang diimplementasikan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan PKn dengan penanaman nilai-nilai pada pendidikan antikorupsi. Narasumber menjelaskan bahwa sejauh ini nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang sering diterapkan kepada siswa adalah nilai kejujuran dan kedisiplinan. Nilai kejujuran diberikan dengan cara mengajak siswa menabung bersama di dalam 3 kelas yang mana pengurus dan pengawas adalah bagian dari mereka sendiri, selain itu juga adanya kantin kejujuran dapat melatih mereka untuk tetap bersikap jujur. Sedangkan nilai kedisiplinan selalu dilakukan oleh semua guru dengan cara mengajak siswa untuk masuk ke dalam kelas tepat waktu dan pengumpulan tugas tepat waktu. Selain dengan implementasi langsung tersebut, pengenalan nilai pendidikan antikorupsi dapat diberikan melalui beragam cara dan salah satunya menggunakan buku cerita bergambar. Menurut Nurgiyantoro 2010: 152 buku bergambar adalah buku bacaan cerita yang menampilkan teks narasi secara verbal dan disertai gambar-gambar ilustrasi. Untuk anak-anak kelas bawah, bahan bacaan yang menarik minat mereka adalah buku-buku yang memiliki gambar, warna, karakter tokoh yang mudah dikenali dan memiliki alur sederhana. Buku bergambar dipergunakan untuk bacaan anak di usia awal sampai usia yang lebih besar dan bahkan, tidak jarang juga, untuk orang dewasa. Buku bergambar merupakan perpaduan antara tulisan dan gambar. Melalui gambar dapat diterjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk lebih realistis Anitah, 2009: 8. Maka dari itu, banyak guru yang menghias kelasnya dengan beragam gambar- gambar ataupun bentuk-bentuk yang berwarna untuk menambah semangat dan motivasi siswanya untuk belajar di dalam kelas. Seorang siswa bukan hanya mendapatkan pendidikan dan pembelajaran dalam kelas di sekolah, melainkan mendapatkan kesempatan belajar dengan lingkungan keluarga terutama dari orang tuanya, tentunya dengan waktu yang lebih banyak dari sekolah. Untuk itu, sebagai orang tua perlu mengetahui minat dan bakat dari 4 anaknya. Terutama dalam mengembangkan minat baca anak-anak di saat mereka sedang dalam masa perkembangannya. Dengan demikian, peran orang tua sangat besar dalam pengaruh penanaman kebiasaan membaca pada anak-anak. Kebiasaan dan minat adalah dua pengertian yang berbeda namun erat berkaitan. Kebiasaan adalah suatu tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga menimbulkan pembiasaan sedangkan definisi dari minat menurut Poerbakawatja 1982: 214 adalah kesediaan jiwa yang sifatnya aktif untuk menerima sesuatu dari luar. Minat dibedakan menjadi dua macam, yaitu minat spontan dan minat terpola. Minat spontan adalah minat yang muncul atau tumbuh secara spontan tidak terduga dalam diri seseorang tanpa dipengaruhi oleh pihak luar Dawson dan Bamman, 1960: 31. Sedangkan minat terpola adalah minat yang timbul sebagai akibat adanya pengaruh dan kegiatan yang terencana atau terpola terutama pada kegiatan belajar mengajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah Dawson dan Bamman, 1960: 31. Dewasa ini, ada banyak faktor yang mempengaruhi minat siswa untuk membaca. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri siswa maupun berasal dari luar diri siswa, seperti keadaan lingkungan yang tidak mendukung ataupun keberadaan sarana dan prasarana untuk membaca yang tidak memadai. Terbatasnya variasi buku bacaan akan mempengaruhi minat siswa untuk mau membaca ditambah pula dengan bentuk tampilan buku yang biasa saja. Umumnya, anak-anak yang berada di kelas bawah akan lebih menyukai buku bacaan bergambar dibandingkan buku bacaan yang berisi tulisan saja. Padahal, 5 masa-masa anak tersebut merupakan masa yang baik untuk memberikan pondasi pada anak untuk gemar membaca dalam jurnal Monica, 2016: 3 Mengutip salah satu berita yang sempat ditulis oleh Purba Gervin Nathaniel yang diterbitkan oleh Metrotvnews.compada 15 Maret 2017 lalu, diberitakan bahwa berdasarkan studi “Most Literate Nation in the World” pada tahun 2016 di Connecticut State University, minat baca masyarakat Indonesia berada di urutan ke-60 dari 61 negara mengenai minat membaca. Persis di bawah Thailand yang ada diurutan 59 dan di atas Bostwana yang berada diurutan terakhir. Keadaan ini tentunya menjadi hal yang begitu memprihatinkan banyak pihak. Hal ini pun ternyata menjadi salah satu pokok perhatian Bapak Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia ke-8. Terbukti dalam berita yang ditulis oleh Muhamad Nuramdani pada 19 Februari 2017 yang lalu di website news.liputan6.com, Bapak Jokowi beserta Sang Putri, Kahiyang, menyempatkan diri untuk mengunjungi Mall Senayan City, Jakarta Pusat untuk mencari buku-buku seperti buku tentang Bung Karno, Bung Hatta, dan cerita rakyat yang kemudian beliau beli untuk menjadi oleh-oleh anak-anak SD dan SMP di daerah-daerah saat beliau mengadakan kunjungan. Beliau menginginkan untuk minat baca di Indonesia menjadi meningkat. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis Hodgson dalam Tarigan 1994: 7. Tentunya dengan banyak membaca, siswa akan bertambah wawasannya dan akan banyak gagasan yang bisa ia kembangkan. Dan bahkan dengan membaca seseorang tidak 6 hanya mendapat pencerahan ide dan kata, tetapi juga muncul banyak inspirasi Putra, 2008: 23. Membaca pun juga dapat dijadikan hal untuk memetik dan memahami makna dalam sebuah tulisan serta dapat digunakan untuk mengembangkan intelektualitas dan sebagai pembelajaran sepanjang hayat Finochiaro dan Bonomo dalam Tarigan 1985: 8. Menurut Tarigan 1985: 8 membaca merupakan proses menerima pesan dan suatu metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain untuk memahami makna yang tersurat maupun tersirat dalam lambang-lambang tertulis. Sehingga dapat diketahui bahwa tujuan utama dari membaca adalah mendapatkan informasi dan memaknai isi dari bacaan yang dibaca. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, membaca pun menajdi salah satu dari empat kemampuan bahasan pokok dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan Tampubolon, 1987: 8. Keterampilan yang dikembangkan selain membaca tersebut adalah mendengarkan, berbicara dan juga menulis. Data dari hasil survei UNESCO pada tahun 2011 menunjukkan indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen yang artinya hanya ada satu orang dari seribu penduduk Indonesia yang masih mau membaca buku secara serius jurnalasi.id, 30042016. Fakta lain pun juga ditemukan peneliti saat berada di lapangan berupa hasil wawancara dengan guru kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I pada tanggal 16 November 2016, menunjukkan bahwa masih ada siswa di kelasnya yang belum bisa membaca dengan lancar. Hasil wawancara hasil wawancara terlampir dan observasi yang dilakukan peneliti selama proses 7 di kelas ada 6 anak dari 40 siswa di kelas yang masih belum lancar membaca. 3 diantaranya membaca dengan jeda yang cukup lama, 1 siswa membaca membaca terbata-bata masih mengeja dan 2 yang lainnya membaca tanpa memahami bacaannya. Selain itu masih ada siswa lain yang masih kesulitan ketika diminta untuk membaca dalam hati, sehingga mereka membaca masih dengan gumaman atau ejaan pelan. Langkah yang diambil guru untuk memperlancar siswanya dalam membaca dan menumbuhkan minat membaca pada siswa dengan memberi kegiatan siswa untuk meminjam buku di perpustakaan minimal satu buku setiap minggunya. Kebanyakan dari siswa kelas III B ini adalah penyuka buku bacaan bergambar. Mereka yang belum lanacar membaca tetap bisa mengerti alur cerita dengan melihat gambarnya. Kegiatan yang dilakukan guru ini juga sebagai wujud dukungan pada pemerintah dengan adanya program Gerakan Literasi Sekolah GLS. GLS merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk menumbuhkan minat baca siswa. Upaya ini menyeluruh pada warga sekolah dan dilakukan di lingkungan sekolah untuk tujuan menanamkan budaya membaca sebagai kebiasaan yang menyenangkan dan memperluas pengetahuan. Penanaman kebiasaan membaca ini dilakukan dengan kisaran waktu 15 menit sebelum pelajaran dimulai ataupun sesudah pelajaran selesai sebagai gerakan partisipatif. Menumbuhkan minat membaca anak tentu tidak semudah mengingatkan anak untuk makan. Kebiasaan membaca tersebut perlu dimulai sejak anak-anak masih berada di usia dini. Dengan memberikan bacaan-bacaan ringan yang tepat untuk 8 anak-anak. Cerita anak memilki tema kekhasan untuk menarik minat siswa membaca. Dan untuk dapat menarik keinginan anak dalam membaca diperlukan media seperti melalui buku bacaan anak-anak yang mengandung cerita kehidupan sehari-hari, imajinatif, dan memiliki penanaman nilai yang tidak terkesan memaksa anak dan menekan anak Kurniati, 2011: 25. Salah satu bahan yang bisa dimunculkan dalam bacaan siswa adalah nilai-nilai dari pendidikan antikorupsi. Langkah ini dapat ditekankan kepada siswa secara tersirat melalui isi cerita. Semakin banyak bahan bacaan yang mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan antikorupsi akan semakin baik untuk anak dan menguntungkan negara untuk menanggulangi budaya korupsi. Dikarenakan semakin tingginya angka pelaku korupsi di Indonesia. Berdasarkan survei Indeks Persepsi Korupsi IPK yang dilakukan oleh Transparency Internasional, Indonesia menduduki posisi 100 dari 180 negara di dunia. Berdasarkan masalah tersebut, peneliti mengembangkan buku cerita berbasis pendidikan antikorupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas III SD. Buku yang dikembangkan diharapkan dapat memberikan bantuan pada guru untuk memudahkan penyampaian nilai-nilai pendidikan antikorupsi pada siswa seperti sikap jujur, bertanggung jawab dan melalui buku cerita bergambar ini siswa terbantu dalam proses penangkapan pesan moral yang ingin disampaikan penulis untuk mengajak siswa menolak korupsi. Buku yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Antikorupsi untuk Pembelajaran Membaca Siswa Kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta. 9

1.2 Rumusan Masalah