Pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan antikorupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta
i
PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN
MEMBACA SISWA KELAS III B SD KANISIUS
WIROBRAJAN I YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Florentina Pradita Setyaningsih NIM: 131134196
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
(2)
ii
(3)
(4)
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan untuk:
Tuhan Yesus yang senantiasa menjadi andalan dalam setiap permasalahan untuk pengerjaan skripsi dan Bunda Maria yang memberikan doa restu lewat doa Novena
Tiga Salam Maria
Orang tua tercinta: Bapak Yohanes De Britto Budiyono dan Ibuk Cicilia Eny Setyawati, karena ketekunan dalam mendoakan dan menyemangati dalam pengerjaan skripsi
ini hingga selesai.
Adik Stevanus Gading Nindya Asmara yang selalu memotivasi untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.
Bowman Squad yang menjadi tempat menangis dan bercerita: Rhemanda dan Adinda.
Kakak yang sudah menginspirasi dan teman bercerita selama proses pengerjaan: Mas Paulus Yuli Suseno
Sahabat-sahabat yang selalu ada untuk memberikan saran, motivasi, serta semangat dan doa yang diberikan: Andreas, Frater Toni, Khalih, Ayek, Agnes, Putri, Alvin, Iyus,
Sinung, Mak Angel, Ayu, Mas Demi, Dheo, Niken, Vo, Adam.
Teman-teman Payung Antikorupsi: Bang Jojo, Iyus, Alvin, Bintang, Edo, Margono, Wulan, Hary, Dicky
PPL Squad: Nindi, Achichi, Tika, Lola, Vera, Azal, Winda, Agnes Geng Rumpi yang menjadi penghibur di kala kejenuhanku untuk
mengerjakan karya ini: Wahyek, Tikul, Angel, Kecil
Saint Mary Choir yang menjadi teman pelayanan untuk Tuhan dan teman sharing. Teman-teman PGSD Angkatan 2013 yang sudah menemani perjuangan.
(5)
v MOTTO
Ka u le ih dari isa kare a ka u di iptaka luar iasa! -Dita-
Kekhawatira u serahka lah pada sa g Maha Pe e a g, Gusti Yesus bakal paringi dalan, kabeh bakal terang
-Caecilia Eny Setyawati-
The lord is my strength and song, And He has become my salvation; He is my God, a d I will praise Hi ; M Father’s God, a d I will e alt Hi
-Exodus 15:2-
Aku i i ha a Tuha , terjadilah pada-Ku menurut kehendak-Mu. Let not your heart be troubled; believe in God, believe also in Me.
-John 14:1-
Kamu tidak perlu khawatir karena kamu berjalan perlahan-lahan, karena kamu akan memhami proses dan mampu melihat hal-hal yang lebih jelas. Dan
percayalah hal-hal luar iasa di depa u -DreamHigh-
(6)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 15 Juni 2017 Penulis
(7)
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Florentina Pradita Setyaningsih
Nomor Mahasiswa : 131134196
Demi pengembangan ilmu pengtahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN ANTIKORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA SISWA SD KELAS III B SD KANISIUS WIROBRAJAN I YOGYAKARTA beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 15 Juni 2017 Yang menyatakan
(8)
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN ANTIKORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA
SISWA KELAS III B SD KANISIUS WIROBRAJAN I YOGYAKARTA Florentina Pradita Setyaningsih
Universitas Sanata Dharma 2017
Penelitian ini dilaksanakan karena adanya ketertarikan dari peneliti untuk mengembangkan sebuah buku cerita bergambar berbasis pendidikan antikorupsi yang dapat dijadikan referensi bacaan untuk siswa. Buku yang dikembangkan ini diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan antikorupsi seperti nilai kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan nilai keadilan. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan antikorupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta.
Metode penelitian dan pengembangan ini menggunakan modifikasi langkah dari Borg dan Gall serta langkah pengembangan dari Sugiyono, yaitu; (1) potensi dan masalah; (2) pengumpulan data; (3) Desain Produk; (4) Validasi Desain; (5) Revisi Desain; (6) Uji Coba Produk; dan (7) Revisi Produk. Untuk instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner dan daftar pertanyaan wawancara. Wawancara dilakukan dengan guru kelas III SD Kanisius Wirobrajan I sebagai data untuk analisis kebutuhan, dan untuk kuesioner digunakan untuk validasi buku cerita bergambar.
Berdasarkan hasil validasi, didapat skor oleh ahli Bahasa Indonesia sejumlah 4,68 dan dari guru kelas III B memperoleh skor 4,38. Rerata skor yang
didapatkan adalah 4,53 dengan kategori “sangatbaik”. Sedangkan uji coba produk
kepada enam siswa kelas III B memperoleh hasil rerata 4,35 dengan kategori
“sangat baik”. penilaian buku cerita bergambar ini ditinjau dari aspek: (1) sampul
buku; (2) isi buku cerita; dan (3) anatomi buku.
Kata kunci: penelitian pengembangan buku cerita bergambar, pendidikan antikorupsi, pembelajaran membaca
(9)
ix ABSTRACT
The Development of Pictorial Storybook with Anticorruption Education Base for Teaching Reading to The Students of Grade III B
SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta Florentina Pradita Setyaningsih
Sanata Dharma University 2017
This research was conducted because the researchers feel interest to develop an anticorruption based a pictorial story book it was can be used as reference reading book for students. This developed book is expected to help students to understand the values contained in anticorruption education such as honesty value, caring, independence, discipline, responsibility, hard work, simple, courage, and justice value. This research is focused on the development of pictorial storybook with anticorruption education base for teaching reading to the students of grade III B SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta.
A method of research and development it uses modification step of Borg and Gall and the development step of Sugiyono, there are: (1)Potentials and problems; (2) Data collection; (3) The product design; (4) Validation of design; (5) Revision the design; (6)The product trials; and (7) Product revisions. The instrument used in this research was a questionnaire and a list of interview question. The interviews were conducted with teacher of grade III B SD Kanisius Wirobrajan I as data for needs analysis, and for the questionnaires were used for the validation of pictorial strory books.
Based on the results of validation,obtained score by Indonesian experts amounted to 4,68 and from the teacher of grade II B is 4,38. The average score obtained is 4,53 with the category “very good”. While the trial of the product with six students of grade III B get the average result of 4,35 with the category “very good”. The assessment of this picture book is viewed from: (1) Book Cover; (2) The content of the storuy book; and (3) Anatomy books.
Keywords: research and development of pictorial story book, anticorruptions education, reading learning.
(10)
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat kesehatan dan keselamatan yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir atau skripsi yang berjudul “Pengembangan Buku Cerita Bergambar
Berbasis Pendidikan Antikorupsi untuk Pembelajaran Membaca Kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta” ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, ada banyak bimbingan serta dukungan yang diberikan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, rasa syukur terima kasih, serta cinta, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, dan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: Bapak Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ibu Ketua Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., Wakil Ketua Prodi PGSD yang juga berperan sebagai dosen pembimbing skripsi II bersama dengan Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., sebagai dosen pembimbing skripsi I yang telah membimbing dari awal penelitian hingga akhir dan
(11)
xi
memotivasi penulis dengan sepenuh hati untuk menyelesaikan skripsi ini. Dan tak lupa juga kepada Dr. Yosep Yapi Taum yang sudah bersedia menjadi validator penulis.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ibu Ernawati, S.Pd., selaku kepala sekolah SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian dan Ibu Margaretha Ika yang memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian di kelas III B, Bapak/Ibu Guru dan Karyawan SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta yang telah memberikan semangat dan motivasi pada peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi. Anak-anak SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta yang telah memberikan penghiburan selama pengerjaan skripsi dan juga telah membantu dalam menguji coba hasil produk penelitian dari penulis.
Penghargaan luar biasa dan rasa terimakasih yang besar juga penulis sampaikan kepada Romo/Bapak/Ibu Dosen Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ilmunya dan mendidik selama penulis menempuh pendidikan serta seluruh Bapak/Ibu karyawan PGSD yang senantiasa membantu penulis dalam segala hal baik dalam bentuk administrasi dan teknik pelaksanaan yang menjadi kebutuhan penulis selama ini.
Dan tanpa mengurangi rasa hormat, ucapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk Bapak dan Ibu penulis, Bapak Yohanes De Britto Budiyono dan Ibu Cicilia Eny Setyawati yang selalu memberikan doa, cinta, semangat, dukungan, dan segenap kasih sayang pada penulis sehingga dapat menyelesaikan
(12)
xii
skripsi ini dan pada adik Stevanus Gading Nindya Asmara yang sudah menyemangati dan mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi ini. Juga untuk teman-teman se-payung Antikorupsi yang sudah bekerjasama dengan baik dengan penulis. Kepada pemilik beserta karyawan Mandiri Copy Center yang selama ini telah membantu penulis dalam persiapan ujian dan pihak-pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penulisan karya ini, oleh karena itu kritik dan saran dapat diberikan untuk membangun karya ilmiah ini menjadi lebih baik lagi. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi anda semua. Terimakasih.
Penulis
(13)
xiii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR BAGAN ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
1.5 Definisi Operasional... 11
1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 12
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
(14)
xiv
2.1.1 Pendidikan Antikorupsi ... 13
2.1.1.1 Pengertian Pendidikan ... 13
2.1.1.2 Pengertian Korupsi ... 14
2.1.1.2.1 Penyebab Korupsi ... 16
2.1.1.2.2 Bentuk-bentuk Korupsi ... 21
2.1.1.3 Pengertian Pendidikan Antikorupsi... 26
2.1.1.4 Tujuan Pendidikan Antikorupsi ... 27
2.1.1.5 Nilai-nilai dalam Pendidikan Antikorupsi ... 29
2.1.2 Buku Cerita Bergambar... 33
2.1.2.1 Pengertian Buku Cerita Bergambar ... 33
2.1.2.2 Fungsi Buku Cerita Bergambar ... 34
2.1.2.3 Unsur-unsur Cerita ... 35
2.1.2.4 Kriteria Buku Cerita Bergambar yang Baik ... 39
2.1.3 Membaca ... 40
2.1.3.1 Pengertian Membaca ... 40
2.1.3.2 Tujuan Membaca ... 41
2.1.3.3 Jenis-jenis Kegiatan Membaca ... 43
2.1.4 Karakteristik Perkembangan Anak ... 46
2.1.4.1 Tahap Perkembangan Anak ... 46
2.1.4.2 Perkembangan Anak SD Kelas Bawah ... 48
2.1.5 Perkembangan Bahasa Anak ... 49
2.1.5.1 Perkembangan Bahasa Anak Kelas III SD... 53
2.2 Penelitian yang Relevan ... 54
2.3 Kerangka Berpikir ... 57
2.4 Pertanyaan Penelitian ... 60
BAB III METODE PENELITIAN ... 61
(15)
xv
3.2 Setting Penelitian ... 69
3.3.1 Tempat Penelitian... 69
3.3.2 Subjek Penelitian ... 69
3.3.3 Objek Penelitian ... 69
3.3.3 Waktu Pelaksanaan ... 69
3.3 Prosedur Pengembangan ... 70
3.3.1 Potensi dan Masalah ... 70
3.3.2 Pengumpulan Data ... 71
3.3.3 Desain Produk ... 71
3.3.4 Validasi Desain ... 71
3.3.5 Revisi Desain ... 72
3.3.6 Uji Coba Produk ... 72
3.3.7 Revisi Produk ... 72
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 72
3.4.1 Wawancara ... 73
3.4.2 Observasi ... 74
3.4.3 Kuesioner ... 74
3.5 Instrumen Penelitian ... 75
3.5.1 Wawancara ... 75
3.5.2 Observasi ... 77
3.5.3 Kuesioner ... 77
3.6 Teknik Analisis Data ... 82
3.6.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ... 82
3.6.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 83
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 86
4.1 Hasil Penelitian Pengembangan ... 86
(16)
xvi
4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 87
4.1.1.2 Pengumpulan Data ... 89
4.1.1.3 Desain Produk Awal ... 92
4.1.1.3.1 Konsep Buku ... 93
4.1.1.3.2 Tokoh ... 93
4.1.1.3.3 Format dan Ukuran Buku ... 95
4.1.1.3.4 Isi dan Tema Buku ... 95
4.1.1.3.5 Judul Buku ... 96
4.1.1.3.6 Desain Gambar ... 97
4.1.1.3.7 Teknik Pengerjaan ... 97
4.1.1.3.8 Warna ... 98
4.1.1.3.9 Tipografi ... 98
4.1.1.3.10 Teknik Cetak ... 99
4.1.1.4 Validasi Desain ... 99
4.1.1.4.1 Data Hasil Validasi Ahli Bahasa Indonesia ... 99
4.1.1.4.2 Data Hasil Validasi Guru Kelas III B ... 103
4.1.1.5 Revisi Desain ... 105
4.1.1.6 Uji Coba Produk ... 110
4.1.1.7 Revisi Produk ... 112
4.2 Pembahasan ... 113
BAB V PENUTUP ... 120
5.1 Kesimpulan ... 120
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 121
5.3 Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA ... 123
LAMPIRAN ... 127
(17)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perkembangan Bahasa pada Anak ... 53
Tabel 3.1 Pedoman pertanyaan wawancara guru kelas III ... 76
Tabel 3.2 Kisi-kisi Uji Validasi Produk (Pakar&Guru) ... 78
Tabel 3.3 Instrumen Uji Validasi Produk Untuk Ahli Dan Guru ... 79
Tabel 3.4 Kisis-kisi Uji Coba Produk (Siswa) ... 80
Tabel 3.5 Instrumen Kuesioner Uji Coba Produk Untuk Siswa ... 81
Tabel 3.6 Konversi Nilai Skala Lima Menurut Sukardjo... 83
Tabel 3.7 Pedoman Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif ... 85
Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Wawancara Guru SD Kelas III B ... 90
Tabel 4.2 Penjabaran Karakter Tokoh dalam Cerita ... 94
Tabel 4.3 Hasil Validasi oleh Dosen Ahli ... 100
Tabel 4.4 Hasil Validasi oleh Guru Kelas III B ... 103
Tabel 4.5 Komentar Dosen Ahli dan Revisi Produk ... 106
Tabel 4.6 Komentar Guru Kelas III B dan Revisi Produk ... 107
Tabel 4.7 Hasil Rekapitulasi Validator ... 108
(18)
xviii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Literatur map penelitian yang relevan... 57 Bagan 3.1 Langkah prosedur pengembangan model Borg and Gall ... 67 Bagan 3.2 Langkah prosedur pengembangan model Sugiyono ... 67 Bagan 3.3 Langkah prosedur pengembangan modifikasi model
(19)
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Judul Buku Cerita Bergambar ... 96
Gambar 4.2 Sketsa Tangan ... 97
Gambar 4.3 Sketsa Sebelum Warna ... 98
Gambar 4.4 Sketsa Setelah diwarnai dengan CorelDraw X4 ... 98
Gambar 4.5 Judul Sebelum Revisi ... 107
Gambar 4.6 Judul setelah Revisi ... 107
Gambar 4.7 Sebelum Revisi dari Guru ... 108
Gambar 4.8 Sesudah Revisi dari Guru ... 108
Gambar 4.9 Diagram Batang Hasil Rekapitulasi Validator ... 109
Gambar 4.10 Sebelum Revisi Tulisan ... 112
(20)
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara dengan Guru Kelas III B SD Kanisius
Wirobrajan I ... 128
Lampiran 2 Data Hasil Validasi Ahli Bahasa Indonesia ... 130
Lampiran 3 Data Hasil Validasi Guru Kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I ... 133
Lampiran 4 Data Hasil Uji Perseorangan Siswa kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I ... 134
Lampiran 5 Data Hasil Uji Coba Produk Terbatas pada Siswa Kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I ... 139
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian ... 151
Lampiran 7 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 152
Lampiran 8 Dokumentasi ... 153
Lampiran 9 Buku Cerita Bergambar (Terlampir & dicetak terpisah) ... 154
(21)
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Permasalahan
Pendidikan antikorupsi adalah usaha sadar untuk memberi pemahaman dan pencegahan terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal di lingkungan keluarga, serta pendidikan nonformal di masyarakat (Wijaya, 2014: 26). Korupsi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti palsu, busuk, dan suap yang secara harafiah lagi diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, dan kata-kata atau ucapan yang memfitnah (Hamzah dalam Syarbini, 2014: 5). Sedangkan definisi yang umum diketahui oleh masyarakat tentang korupsi adalah sebuah tindakan yang dilakukan secara tidak adil untuk memperkaya diri sendiri dengan merugikan pihak lain, entah itu negara ataupun orang yang dicurangi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu lembaga resmi milik pemerintah memiliki tugas untuk menyelidiki tindak pidana korupsi juga memikirkan bagaimana cara untuk menanggulangi korupsi yang seakan-akan sudah sangat merajalela di Indonesia ini. Sikap penolakan terhadap tindakan korupsi atau sikap antikorupsi merupakan langkah strategis untuk diterapkan pada mentalitas generasi penerus bangsa. Penolakan tindak korupsi ini merupakan mentalitas dalam membina kemampuan generasi mendatang untuk mampu mengidentifikasi kelemahan dari berbagai sistem nilai yang mereka warisi dan memperbaharui sistem nilai warisan dengan situasi-situasi tertentu (Mukodi dan
(22)
2 Burhanuddin, 2014 : 114). Penerapan sikap antikorupsi ini dapat dilakukan pada institusi pendidikan formal seperti sekolah. Karena sekolah adalah wahana yang tepat dan strategis untuk menanamkan nilai-nilai dari pendidikan antikorupsi. Di sekolah siswa mendapatkan berbagai penerapan pendidikan karakter yang secara tidak sadar mereka terima sehingga muncul karakter-karakter yang ingin dicapai oleh sekolah dalam diri siswanya. Saat menerima pembelajaran di dalam kelas pun guru menjadi perantara untuk dapat membantu siswa menghayati nilai-nilai suatu pelajaran tertentu seperti nilai-nilai dalam pendidikan antikorupsi.
Bagi siswa sekolah dasar (SD) istilah korupsi masih asing, namun akan lebih mudah dalam menerapkan sikap antikorupsi karena mereka yang masih mau mendengarkan dan menurut. Siswa kelas III B yang ditemui peneliti saat analisis kebutuhan, istilah korupsi diketahui mereka sebagai tindakan yang tidak baik dan merugikan orang lain. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti saat masuk ke kelas III, banyak siswa yang beranggapan bahwa yang bisa melakukan korupsi hanyalah orang-orang yang menjabat di pemerintahan saja. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I diketahui bahwa pendidikan antikorupsi penting adanya untuk diberikan pada siswa secara jelas dan gamblang yang diimplementasikan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan penanaman nilai-nilai pada pendidikan antikorupsi.
Narasumber menjelaskan bahwa sejauh ini nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang sering diterapkan kepada siswa adalah nilai kejujuran dan kedisiplinan. Nilai kejujuran diberikan dengan cara mengajak siswa menabung bersama di dalam
(23)
3 kelas yang mana pengurus dan pengawas adalah bagian dari mereka sendiri, selain itu juga adanya kantin kejujuran dapat melatih mereka untuk tetap bersikap jujur. Sedangkan nilai kedisiplinan selalu dilakukan oleh semua guru dengan cara mengajak siswa untuk masuk ke dalam kelas tepat waktu dan pengumpulan tugas tepat waktu.
Selain dengan implementasi langsung tersebut, pengenalan nilai pendidikan antikorupsi dapat diberikan melalui beragam cara dan salah satunya menggunakan buku cerita bergambar. Menurut Nurgiyantoro (2010: 152) buku bergambar adalah buku bacaan cerita yang menampilkan teks narasi secara verbal dan disertai gambar-gambar ilustrasi. Untuk anak-anak kelas bawah, bahan bacaan yang menarik minat mereka adalah buku-buku yang memiliki gambar, warna, karakter tokoh yang mudah dikenali dan memiliki alur sederhana. Buku bergambar dipergunakan untuk bacaan anak di usia awal sampai usia yang lebih besar dan bahkan, tidak jarang juga, untuk orang dewasa. Buku bergambar merupakan perpaduan antara tulisan dan gambar. Melalui gambar dapat diterjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk lebih realistis (Anitah, 2009: 8). Maka dari itu, banyak guru yang menghias kelasnya dengan beragam gambar-gambar ataupun bentuk-bentuk yang berwarna untuk menambah semangat dan motivasi siswanya untuk belajar di dalam kelas.
Seorang siswa bukan hanya mendapatkan pendidikan dan pembelajaran dalam kelas di sekolah, melainkan mendapatkan kesempatan belajar dengan lingkungan keluarga terutama dari orang tuanya, tentunya dengan waktu yang lebih banyak dari sekolah. Untuk itu, sebagai orang tua perlu mengetahui minat dan bakat dari
(24)
4 anaknya. Terutama dalam mengembangkan minat baca anak-anak di saat mereka sedang dalam masa perkembangannya. Dengan demikian, peran orang tua sangat besar dalam pengaruh penanaman kebiasaan membaca pada anak-anak. Kebiasaan dan minat adalah dua pengertian yang berbeda namun erat berkaitan. Kebiasaan adalah suatu tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga menimbulkan pembiasaan sedangkan definisi dari minat menurut Poerbakawatja (1982: 214) adalah kesediaan jiwa yang sifatnya aktif untuk menerima sesuatu dari luar.
Minat dibedakan menjadi dua macam, yaitu minat spontan dan minat terpola. Minat spontan adalah minat yang muncul atau tumbuh secara spontan (tidak terduga) dalam diri seseorang tanpa dipengaruhi oleh pihak luar (Dawson dan Bamman, 1960: 31). Sedangkan minat terpola adalah minat yang timbul sebagai akibat adanya pengaruh dan kegiatan yang terencana atau terpola terutama pada kegiatan belajar mengajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah (Dawson dan Bamman, 1960: 31).
Dewasa ini, ada banyak faktor yang mempengaruhi minat siswa untuk membaca. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri siswa maupun berasal dari luar diri siswa, seperti keadaan lingkungan yang tidak mendukung ataupun keberadaan sarana dan prasarana untuk membaca yang tidak memadai. Terbatasnya variasi buku bacaan akan mempengaruhi minat siswa untuk mau membaca ditambah pula dengan bentuk tampilan buku yang biasa saja. Umumnya, anak-anak yang berada di kelas bawah akan lebih menyukai buku bacaan bergambar dibandingkan buku bacaan yang berisi tulisan saja. Padahal,
(25)
5 masa-masa anak tersebut merupakan masa yang baik untuk memberikan pondasi pada anak untuk gemar membaca (dalam jurnal Monica, 2016: 3)
Mengutip salah satu berita yang sempat ditulis oleh Purba Gervin Nathaniel yang diterbitkan oleh Metrotvnews.compada 15 Maret 2017 lalu, diberitakan
bahwa berdasarkan studi “Most Literate Nation in the World” pada tahun 2016 di
Connecticut State University, minat baca masyarakat Indonesia berada di urutan ke-60 dari 61 negara mengenai minat membaca. Persis di bawah Thailand yang ada diurutan 59 dan di atas Bostwana yang berada diurutan terakhir. Keadaan ini tentunya menjadi hal yang begitu memprihatinkan banyak pihak. Hal ini pun ternyata menjadi salah satu pokok perhatian Bapak Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia ke-8. Terbukti dalam berita yang ditulis oleh Muhamad Nuramdani pada 19 Februari 2017 yang lalu di website news.liputan6.com, Bapak Jokowi beserta Sang Putri, Kahiyang, menyempatkan diri untuk mengunjungi Mall Senayan City, Jakarta Pusat untuk mencari buku-buku seperti buku tentang Bung Karno, Bung Hatta, dan cerita rakyat yang kemudian beliau beli untuk menjadi oleh-oleh anak-anak SD dan SMP di daerah-daerah saat beliau mengadakan kunjungan. Beliau menginginkan untuk minat baca di Indonesia menjadi meningkat.
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Hodgson dalam Tarigan 1994: 7). Tentunya dengan banyak membaca, siswa akan bertambah wawasannya dan akan banyak gagasan yang bisa ia kembangkan. Dan bahkan dengan membaca seseorang tidak
(26)
6 hanya mendapat pencerahan ide dan kata, tetapi juga muncul banyak inspirasi (Putra, 2008: 23). Membaca pun juga dapat dijadikan hal untuk memetik dan memahami makna dalam sebuah tulisan serta dapat digunakan untuk mengembangkan intelektualitas dan sebagai pembelajaran sepanjang hayat (Finochiaro dan Bonomo dalam Tarigan 1985: 8). Menurut Tarigan (1985: 8) membaca merupakan proses menerima pesan dan suatu metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain untuk memahami makna yang tersurat maupun tersirat dalam lambang-lambang tertulis. Sehingga dapat diketahui bahwa tujuan utama dari membaca adalah mendapatkan informasi dan memaknai isi dari bacaan yang dibaca. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, membaca pun menajdi salah satu dari empat kemampuan bahasan pokok dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan (Tampubolon, 1987: 8). Keterampilan yang dikembangkan selain membaca tersebut adalah mendengarkan, berbicara dan juga menulis.
Data dari hasil survei UNESCO pada tahun 2011 menunjukkan indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen yang artinya hanya ada satu orang dari seribu penduduk Indonesia yang masih mau membaca buku secara serius (jurnalasi.id, 30/04/2016). Fakta lain pun juga ditemukan peneliti saat berada di lapangan berupa hasil wawancara dengan guru kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I pada tanggal 16 November 2016, menunjukkan bahwa masih ada siswa di kelasnya yang belum bisa membaca dengan lancar. Hasil wawancara (hasil wawancara terlampir) dan observasi yang dilakukan peneliti selama proses
(27)
7 di kelas ada 6 anak dari 40 siswa di kelas yang masih belum lancar membaca. 3 diantaranya membaca dengan jeda yang cukup lama, 1 siswa membaca membaca terbata-bata (masih mengeja) dan 2 yang lainnya membaca tanpa memahami bacaannya. Selain itu masih ada siswa lain yang masih kesulitan ketika diminta untuk membaca dalam hati, sehingga mereka membaca masih dengan gumaman atau ejaan pelan.
Langkah yang diambil guru untuk memperlancar siswanya dalam membaca dan menumbuhkan minat membaca pada siswa dengan memberi kegiatan siswa untuk meminjam buku di perpustakaan minimal satu buku setiap minggunya. Kebanyakan dari siswa kelas III B ini adalah penyuka buku bacaan bergambar. Mereka yang belum lanacar membaca tetap bisa mengerti alur cerita dengan melihat gambarnya. Kegiatan yang dilakukan guru ini juga sebagai wujud dukungan pada pemerintah dengan adanya program Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
GLS merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk menumbuhkan minat baca siswa. Upaya ini menyeluruh pada warga sekolah dan dilakukan di lingkungan sekolah untuk tujuan menanamkan budaya membaca sebagai kebiasaan yang menyenangkan dan memperluas pengetahuan. Penanaman kebiasaan membaca ini dilakukan dengan kisaran waktu 15 menit sebelum pelajaran dimulai ataupun sesudah pelajaran selesai sebagai gerakan partisipatif.
Menumbuhkan minat membaca anak tentu tidak semudah mengingatkan anak untuk makan. Kebiasaan membaca tersebut perlu dimulai sejak anak-anak masih berada di usia dini. Dengan memberikan bacaan-bacaan ringan yang tepat untuk
(28)
8 anak-anak. Cerita anak memilki tema kekhasan untuk menarik minat siswa membaca. Dan untuk dapat menarik keinginan anak dalam membaca diperlukan media seperti melalui buku bacaan anak-anak yang mengandung cerita kehidupan sehari-hari, imajinatif, dan memiliki penanaman nilai yang tidak terkesan memaksa anak dan menekan anak (Kurniati, 2011: 25).
Salah satu bahan yang bisa dimunculkan dalam bacaan siswa adalah nilai-nilai dari pendidikan antikorupsi. Langkah ini dapat ditekankan kepada siswa secara tersirat melalui isi cerita. Semakin banyak bahan bacaan yang mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan antikorupsi akan semakin baik untuk anak dan menguntungkan negara untuk menanggulangi budaya korupsi. Dikarenakan semakin tingginya angka pelaku korupsi di Indonesia. Berdasarkan survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dilakukan oleh Transparency Internasional, Indonesia menduduki posisi 100 dari 180 negara di dunia.
Berdasarkan masalah tersebut, peneliti mengembangkan buku cerita berbasis pendidikan antikorupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas III SD. Buku yang dikembangkan diharapkan dapat memberikan bantuan pada guru untuk memudahkan penyampaian nilai-nilai pendidikan antikorupsi pada siswa seperti sikap jujur, bertanggung jawab dan melalui buku cerita bergambar ini siswa terbantu dalam proses penangkapan pesan moral yang ingin disampaikan penulis untuk mengajak siswa menolak korupsi. Buku yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Antikorupsi untuk Pembelajaran Membaca Siswa Kelas III B SD Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta.
(29)
9 1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, rumusan dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana proses pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan antikorupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas III SD Kanisius Wirobrajan I?
2. Bagaimana kualitas buku cerita bergambar berbasis pendidikan antikorupsi yang layak untuk pembelajaran membaca siswa kelas III SD Kanisius Wirobrajan I?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam penelitian pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan antikorupsi ini adalah:
1. Menjelaskan proses pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan antikorupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas III SD Kanisius Wirobrajan I.
2. Mendeskripsikan kualitas buku cerita bergambar berbasis pendidikan antikorupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas III SD Kanisius Wirobrajan I.
1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi mahasiswa
Dengan adanya pengembangan buku cerita bergambar ini, dapat menambah wawasan mahasiswa yang nantinya dapat mengembangkan
(30)
10 bahan-bahan bacaan untuk pembelajaran membaca siswa di kelas bawah. Selain itu sebagai calon guru, adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk mengerti pentingnya manfaat buku ajar dalam kegiatan pembelajaran terkhusus pelajaran membaca untuk siswa kelas bawah dan memberikan penanaman nilai-nilai antikorupsi terhadap siswa-siswi nantinya.
1.4.2 Bagi guru
Buku yang dibuat dalam penelitian ini dapat membantu guru dalam memberikan pengertian korupsi dan bagaimana mengajak anak untuk bersikap antikorupsi.
1.4.3 Bagi siswa
Pembelajaran membaca untuk siswa menjadi lebih mudah dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan baca siswa kelas bawah, terutama siswa kelas III dengan adanya buku cerita bergambar ini. Selain itu, siswa mendapatkan pesan moral dari cerita yang tersurat berisikan pendidikan karakter antikorupsi.
1.4.4 Bagi sekolah
Sekolah memiliki pustaka baru untuk mengembangkan pelajaran membaca siswa kelas bawah yang berbasis pendidikan antikorupsi.
1.4.5 Bagi Prodi PGSD
Penelitian dari pengembangan buku ini dapat menjadi tambahan pustaka untuk prodi PGSD Universitas Sanata Dharma berupa buku cerita
(31)
11 bergambar untuk pembelajaran membaca muatan bahasa Indonesia kelas III SD yang berbasis pendidikan antikorupsi.
1.4.6 Bagi Peneliti
Memberikan tambahan wawasan dan pengalaman bagi peneliti saat melakukan proses pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan antikorupsi ini. Peneliti berharap dengan adanya buku cerita bergambar berbasis pendidikan antikorupsi ini dapat membantu dalam pembelajaran membaca anak sekaligus memperkenalkan nilai antikorupsi pada anak.
1.5Definisi Operasional
1.5.1 Membaca adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pemahaman atau informasi dari tulisan yang sudah dibaca
1.5.2 Buku cerita bergambar adalah sebuah buku cerita dengan narasi singkat beserta gambar-gambar sebagai ilustrasi yang memberikan efek visual bagi pembacanya.
1.5.3 Pendidikan Antikorupsi adalah usaha sadar untuk memberikan pemahaman dan pencegahan terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal di lingkungan keluarga, serta pendidikan nonformal di masyarakat.
1.6 Spesifikasi Produk yang Dihasilkan Spesifikasi produk yang dihasilkan adalah
1.6.1 Buku cerita bergambar yang dihasilkan mengandung kegiatan yang berhubungan dengan sekolah dan siswa.
(32)
12 1.6.2 Isi buku disesuaikan dengan perkembangan anak dengan bahasa
sederhana.
1.6.3 Bersifat kontekstual atau kejadian-kejadian yang ada pada buku cerita berasal dari cerita kehidupan sehari-hari.
1.6.4 Buku cerita mengandung isi yang akan dicapai untuk penanaman nilai-nilai pendidikan antikorupsi.
1.6.5 Buku cerita bergambar mengandung komponen kata pengantar, panduan penggunaan buku, isi cerita, dan refleksi.
1.6.6 Buku cerita bergambar dicetak dengan menggunakan kertas ivory 190 pada bagian sampul depan-belakang buku, sedangkan isi buku dicetak dengan kertas HVS 100 berukuran A5 (14,8 cm x 21 cm).
1.6.7 Buku menggunakan gambar sketsa tangan yang kemudian diaplikasikan menggunakan CorelDraw X4.
1.6.8 Produk buku cerita bergambar yang dihasilkan memiliki halaman 32 lembar yang sudah termasuk sampul bagian depan dan belakang.
(33)
13 BAB II
LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pendidikan Antikorupsi 2.1.1.1 Pengertian m, Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang mutlak didapatkan oleh seorang anak dari dalam keluarga, masyarakat lingkungannya, maupun dalam komunitas formal seperti sekolah. Definisi dari pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan dengan proses, cara, ataupun perbuatan mendidik. Sedangkan di dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003, pendidikan didefinisikan sebagai sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Abidin, 2012: 38).
Tokoh kenamaan John Dewey menegaskan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental (pokok) secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia (Syarbini, 2014: 3). Apabila disimpulkan dari beberapa definisi mengenai pendidikan tersebut, pendidikan adalah sebuah usaha untuk menjadikan seseorang menjadi lebih
(34)
14 baik dan untuk dididik mengembangkan potensi dalam dirinya yang dapat berguna untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain.
2.1.1.2 Pengertian Korupsi
Kejujuran dan integritas merupakan pilar utama karakter manusia Indonesia yang menjadi barang langka yang penting dan mendesak. Banyak bencana birokrasi seperti korupsi; bencana kemanusiaan seperti pembunuhan dan pelanggaran HAM, serta bencana korporasi seperti kerjasama yang tidak baik bermula dari sikap ketidakjujuran yang akhirnya merajalela di Indonesia akibat tidak kuatnya dasar pendidikan karakter seseorang. Pelaku-pelaku kejahatan ini lebih mengutamakan keuntungan pribadinya dan tidak memperhatikan keadaan sekitarnya.
Tindakan ketidakjujuran banyak dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan tinggi. Seperti berita yang ada di penghujung tahun 2016 yaitu pada 31 Desember 2016 yang memberitakan bahwa seorang Bupati di salah satu daerah Jawa Tengah tertangkap tangan oleh lembaga pemberantasan korupsi atau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat sedang melakukan operasi tangkap tangan kegiatan jual-beli jabatan. KPK merupakan lembaga negara yang bekerja untuk menegakkan keadilan dari tindakan orang-orang yang melakukan sesuatu untuk keuntungan diri sendiri atau kelompoknya, yang saat ini lebih dikenal dengan tindakan korupsi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) korupsi berarti palsu, busuk, dan suap. Namun, secara harafiah kata korupsi ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
(35)
15 penyimpangan dari kesucian, dan kata-kata atau ucapan yang memfitnah (Hamzah dalam Syarbini, 2014: 5). Sedangkan di dalam kamus hukum oleh Prof. Raden Subekti (Suradi, 2014: 62), korupsi diartikan sebagai tindak pidana memperkaya diri sendiri secara langsung atau tidak langsung dengan merugikan pihak lain.
Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 31 tahun 1999 pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa korupsi diartikan dengan tindakan memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain, dan memperkaya korporasi dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dan dijelaskan lebih lanjut pada ayat 3 bahwa setiap perbuatan yang terdiri dari penyalahgunaan kewenangan, penyalahgunaan kesempatan, dan penyalahgunaan sarana yang ada karena jabatan dan kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara juga termasuk tindakan korupsi (dikutip dari https://ww.kpk.go.id/korupsi ). Sedangkan oleh Wijaya (2014: 4), korupsi dilihat dari nilai politik dirumuskan sebagai tindakan yang menyebabkan negara menjadi bangkrut dengan pengaruh luar biasa seperti hancurnya perekonomian, pelayanan kesehatan yang tidak memadai, dan bahkan rusaknya sistem pendidikan yang membudaya dalam kehidupan bangsa.
Perbuatan-perbuatan yang merugikan seperti ini perlu mendapatkan perhatian lebih dari negara. Karena di Indonesia sendiri, korupsi tergolong ekstra ordinary crime yang telah merusak bukan hanya keuangan Negara dan potensi ekonomi Negara, tetapi juga telah menghancurkan pilar-pilar sosio
(36)
16 budaya, moral, politik, dan tatanan hukum dan keamanan sosial (Syarbini, 2014: 27). Pernyataan ini didukung dengan adanya hasil survei TII (Transparency International Indonesia) tahun 2016 mengenai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang dikatakan membaik namun lamban, ini terbukti dengan adanya fakta bahwa Indonesia naik satu poin sebesar 37 dari angka tertinggi 100 yang menetapkan Indonesia berada diurutan ke-90 dari 176 negara yang diukur dunia (dikutip dari www.bbc.com/indonesia yang ditulis oleh Pilar Anugerah) jauh di bawah negara-negara tetangga serumpun Asia seperti Malaysia (49 poin), Brunei (58 poin) dan Singapura (85 poin) dan di atas Filipina (35 poin), Thailand (35 poin), Vietnam (33 poin), Myanmar (28 poin), dan Kamboja (21 poin).
Dari beberapa definisi tentang korupsi di atas, dapat disimpulkan bahwa arti dari korupsi sangat luas, tergantung dari bidang dan perspektif pendefinisian. Namun, secara garis besar korupsi memiliki makna yang semuanya mengarah kepada keburukan, tidak baik, ataupun kecurangan yang berakibat merusak. Dan dapat disimpulkan bahwa definisi korupsi adalah tindakan memperkaya diri, keluarganya ataupun kelompoknya secara tersembunyi dengan merugikan pihak lain.
2.1.1.2.1 Penyebab Korupsi
Banyak hal yang menjadi penyebab untuk seseorang atau kelompok melakukan tindakan korupsi yang entah itu berasal dari dalam diri pelaku atau dari luar pelaku. Beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya korupsi yaitu seperti adanya kelemahan peraturan perundang-undangan
(37)
17 tentang korupsi yang mencakup peraturan yang monopolistik yang menguntungkan pihak penguasa. Kualitas peraturan yang kurang memadai dan kurangnya pensosialisasian sanksi yang terlalu ringan, tidak konsisten dan tebang pilih, juga lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan menjadi lingkaran politik saat ini. Seperti yang pernah dikatakan Yamamah dalam Wijaya (2014: 13) bahwa ketika perilaku matrealistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik masih
‘mendewakan’ materi, maka dapat ‘memaksa’ terjadinya permainan uang dan
korupsi. Dengan kondisi seperti itu, pastinya seseorang akan ‘terpaksa’ untuk korupsi. Berbeda pandangan yang dikemukakan oleh Arifin (2002: 32) bahwa korupsi disebabkan oleh faktor-faktor berupa: (1) aspek perilaku individu, (2) aspek organisasi, (3) aspek masyarakat tempat individu dan organisasai itu berada. Sedangkan ICW (Indonesia Corruption Watch) sebagai organisasi non pemerintah yang mempunyai tujuan untuk mengawasi dan melaporkan pada masyarakat tentang aksi korupsi yang terjadi Indonesia. Ada beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk berbuat korupsi menurut ICW (dikutip dari www.kompasiana.com/faktorkorupsi ) dan faktor-faktor itu ialah:
1. Faktor Politik
Dunia politik adalah dunia yang rentan untuk dilakukannya tindak pidana korupsi. Ini dapat terlihat dari instabilitias (ketidakstabilan) politik dari kepentingan pribadi politisi ataupun mengenai rebutan kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan.
(38)
18 Perilaku korup seperti menyuap, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi. Menurut Susanto korupsi pada level pemerintahan adalah dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang-barang publik untuk kepentingan pribadi, tergolong korupsi yang disebabkan oleh konstitusi dalam politik.
Robert Klitgaard menjelaskan proses korupsi dengan formulasi: M+D-A=C.
Simbol M adalah monopoly, D adalah discretionary (kewenangan), A adalah accountability (pertanggungjawaban). Penjelasan atas simbol tersebut dapat dikatakan bahwa korupsi adalah hasil dari adanya monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar tanpa pertanggung-jawaban.
2. Faktor Hukum
Faktor ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi dari aspek perundang-undangan dan sisi lainnya adalah lemahya penegakan hukum. Bibit Slamet Riyanto (Riyanto 2009: 62) mengatakan ada lima jenis potensi masalah penyebab korupsi, yaitu:
Sistem yang biasa diatur dalam perundang-undangan atau semacam standar profesi
Integritas moral dari pejabat atau petugas Tingkat kesejahteraan yang masih rendah
Tingkat pengawasan yang masih kurang baik internal atau eksternal Budaya taat aturan
(39)
19 3. Faktor Ekonomi
Kondisi ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi dan ini terlihat dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi, banyak pendapat menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar masalah korupsi, namun pernyataan tersebut tidak benar sepenuhnya, sebab banyak korupsi yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin yang tidak tergolong orang miskin. Dengan demikian korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan, tapi justru sebaliknya, kemiskinan disebabkan oleh korupsi (Pope, 2003: 23)
4. Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi yang luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana korupsi terjadi, biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi.
Aspek-aspek terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pemimpin (b) tidak adanya kultur organisasi yang benar, (c) sistem akuntabilitas dalam instansi kurang memadai, dan (d) manajemen cenderung menutupi didalam organisasinya.
Sebuah organisasi dapat berfungsi dengan baik apabila anggotanya bersedia mengintegrasikan diri dibawah sebuah pola tingkah laku (yang
(40)
20 normatif), sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan bersama hanya mungkin apabila anggota-anggota bersedia mematuhi dan mengikuti aturan yang ditentukan.
Di banyak negara berkembang muncul pandangan bahwa korupsi adalah akibat dari perilaku-perilaku yang membudaya. Anggapan ini lama-lama akan berubah jika uang pelicin yang diminta semakin besar, atau konsumen tahu bahwa kelangkaan yang melandasi uang semir sengaja diciptakan atau justru prosedur dan proses yang lebih baik bisa diciptakan. 2.1.1.2.2 Bentuk-bentuk Korupsi
Bentuk-bentuk tindakan korupsi berdasarkan tingkatnya dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Pengkhianatan kepercayaan (betrayal of trust)
Merupakan bentuk korupsi yang paling sederhana dan mudah terjadi di kalangan masyarakat luas. Semua orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan maupun amanat yang diterima bisa disebut sebagai koruptor. Misalnya saja DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau menggunakan aspirasi rakyat untuk kepentingan pribadi pun juga merupakan tindakan pengkhianatan kepercayaan.
2. Penyalahgunaan kepercayaan (abuse of power)
Tindakan korupsi ini merupakan korupsi tingkat menengah dengan segala bentuk tindakan penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan, baik di tingkat negara maupun lembaga struktural lain, termasuk lembaga pendidikan tanpa memperoleh keuntungan materi. Misalnya saja
(41)
21 memasukkan anak ke dalam struktural jabatannya untuk memperluas dinasti yang menjabat seperti yang terjadi di Kepulauan Seribu dan Klaten yang dipimpin oleh suatu Dinasti (garis keluarga).
3. Penyalahgunaan kekuasaan agar bisa memperoleh keuntungan materi (material benefit)
Tindakan penyalahgunaan kekuasaan ini memperoleh keuntungan materi, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Korupsi yang terjadi merupakan korupsi yang paling membahayakan karena kekuasaan dan keuntungan materi serta sering terjadi di Indonesia. Contohnya adalah Hakim MK (Mahkamah Konstitusi) yang ditangkap oleh KPK karena terlibat operasi tangkap tangan dari kasus suap importir daging. Hakim ini menerima suap untuk perusahaan yang ingin usahanya lancar di Indonesia.
Sifat egoisme mernjadi penyebab utama timbulnya korupsi. ICW merumuskan penyebab timbulnya korupsi dengan persamaan:
C = N + K
Yang mana C adalah Corruption yang berarti korupsi atau tindakan kriminal; N adalah niat yang dikaitkan dengan faktor moral, budaya, individu, dan keinginan; dan K adalah kesempatan yang dikaitkan dengan faktor sistem, struktur sosial, politik, ekonomi, struktur pengawasan, hukum, ataupun kelembagaan.
Dari perpaduan faktor tersebut yang menjadi penyebab adanya tindak pidana korupsi. Artinya apabila ada niat untuk melakukan korupsi tetapi tidak ada kesempatan, perbuatan korupsi tidak akan terjadi. Sebaliknya,
(42)
22 jika kesempatan untuk melakukan korupsi terbuka lebar dan niat untuk melakukan korupsi tidak ada, korups tidak akan terjadi. Sehingga dengan demikian korupsi merupakan perpaduan masalah moral dan sister dari keegoisan manusia itu sendiri untuk mengubah dan menjadikan sistem sebagai kepentingan pribadi.
Berbeda dengan rumusan yang dibuat oleh ICW, menurut Yogi Suwarno (dalam Mukodi dan Burhanuddin, 2014: 49) suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai korupsi apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan.
2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta, atau masyarakat umumnya.
3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus.
4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dengan keadaan dimana orang-orang berkuasa tahu bawahannya menganggapnya tidak perlu.
5. Melibatkan lebih dari satu orang pihak.
6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama dalam bentuk uang atau yang lain.
7. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya. 8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk
(43)
23 9. Menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif (berlawanan) pada
mereka yang melakukan korupsi.
Sedangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bentuk-bentuk yang tergolong korupsi (dalam www.kpk.go.id/bentuk-bentuk-korupsi.html) adalah sebagai berikut:
1. Kerugian uang negara
Tindakan ini menggunakan uang milik negara untuk menyokong kegiatan yang dilakukan oleh pelaku yang menyebabkan negara merugi.
2. Suap menyuap
Penyuapan merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan sejumlah pemberian kepada seseorang dengan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan tanggungjawabnya. Sesuatu yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi bisa berupa barang berharga, rujukan hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji tindakan, suara atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan publik. 3. Penggelapan
Merupakan bentuk korupsi yang melibatkan pencurian uang, properti atau barang berharga dari seseorang yang telah memberikan amanat untuk menjaga dan mengurus hal-hal itu.
4. Pemerasan
Ini berarti menggunakan ancaman kekerasan atau pembujukan secara keras untuk diajak kerjasama. Misalnya seorang pejabat menjadi
(44)
24 korban pemerasan oleh orang yang dulunya menolongnya untuk mengambil keuntungannya.
5. Perbuatan curang (nepotisme)
Nepotisme berarti memilih keluarga atau teman dekat berdasarkan pertimbagan hubungan kekeluargaan, bukan karena kemampuannya. Kata nepotisme berasal dari bahasa Latin yaitu nepos yang berarti "keponakan" atau "cucu" (www.wikipedia.com/nepotisme). Dalam UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; menyebutkan bahwa, nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara (Pasal 1 Angka 5). Contoh dari perbuatan nepotisme misalnya seorang pejabat negara yang mengangkat anggota keluarganya menduduki jabatan tertentu tanpa memperhatikan aturan hukum yang berlaku (dikutip dari www.pengertianahli.com/nepotisme).
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
Yang dimaksudkan adalah apabila seseorang ditugaskan untuk menjalankan suatu jabatan, kemudian baik secara langsung atau tidak langsung ikut serta dalam pemborongan.
7. Gratifikasi
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
(45)
25 fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencegah tindakan-tindakan korupsi seperti di atas adalah memberikan penanaman nilai-nilai antikorupsi yang dapat diimplementasikan dalam dunia pendidikan seperti pendidikan antikorupsi. Pendidikan antikorupsi diharapkan dapat mencetak generasi penerus bangsa bisa sehingga mereka membedakan kegiatan korupsi selain itu juga digunakan sebagai tindakan mencegah, mengurangi, dan memberantas korupsi sebagai upaya untuk mendorong generasi muda. Tindakan mencegah ini dapat digunakan sebagai langkah mengembangkan sikap menolak tegas untuk tidak bersedia menerima dan memaafkan perbuatan korupsi dalam kondisi apapun.
2.1.1.3 Pengertian Pendidikan Antikorupsi
Sikap antikorupsi adalah sikap tidak setuju, tidak suka, dan tidak senang terhadap tindakan korupsi. Antikorupsi merupakan sikap yang dapat mencegah dan menghilangkan perkembangan korupsi. Artian mencegah disini adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan tindak korupsi serta menyelamatkan uang dan aset negara atau yang bukan hak milik pelaku korupsi itu.
Sikap antikorupsi dapat diintegrasikan dalam dunia pendidikan karena pendidikan antikorupsi adalah usaha sadar untuk memberikan pemahaman dan pencegahan terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal di lingkungan keluarga, serta
(46)
26 pendidikan nonformal di masyarakat (Wijaya, 2014: 26). Pendidikan antikorupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan mnegurangi korupsi berupa keseluruhan upaya untuk mendorong generasi mendatang untuk mengembangkan sikap menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi (Sumiarti, 2007: 8)
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan antikorupsi merupakan salah satu usaha sadar untuk memberikan pemahaman bahaya korupsi dan usaha untuk menanamkan dan menguatkan nilai-nilai dalam membentuk sikap antikorupsi. Dan pada dasarnya pendidikan antikorupsi memberikan pengajaran dan penanaman kejujuran pada siswa yang merupakan landasan dari antikorupsi.
2.1.1.4 Tujuan Pendidikan Antikorupsi
Menurut Dharma (dalam Wijaya, 2004: 26) tujuan umum dari pendidikan antikorupsi adalah: (1) pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk korupsi serta aspek-aspeknya; (2) pengubahan persepsi dan sikap terhadap korupsi; serta (3) pembentukan keterampilan dan kecakapan batu yang dituduhkan untuk melawan korupsi.
Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan antikorupsi di sekolah adalah untuk:
1. Menanamkan nilai dan sikap hidup antikorupsi kepada warga sekolah. 2. Menumbuhkan kebiasaan perilaku antikorupsi kepada warga sekolah.
3. Mengembangkan kreativitas warga sekolah dalam memasyarakatkan dan membudayakan perilaku antikorupsi
(47)
27 Ada lima tujuan pendidikan antikorupsi menurut Wijaya (2014:25) yaitu:
1. Membangun kehidupan sekolah sebagai bagian dari masyarakat melalui penciptaan lingkungan belajar yang berbudaya integritas (antikorupsi), yaitu jujur, disiplin, adil, tanggung jawab, bekerja keras, sederhana, mandiri, berani, peduli dan bermartabat.
2. Mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta didik melalui ranah afektif sebagai manusia yang memiliki kepekaan hati dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai budaya sebagai wujud rasa cinta tanah air serta didukung wawasan kebangsaan yang kuat.
3. Menumbuhkan sikap, perilaku, kebiasaan yang terpuji sejalan dengan nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
4. Menanamkan jiwa kepemimpinan yang profesional dan bertanggung jawab sebagai generasi penerus bangsa.
5. Menyelenggarakan manajemen sekolah secara terbuka, transparan, profesional, serta bertanggung jawab.
Yang menjadi sasaran pendidikan antikorupsi adalah siswa sebagai generasi penerus bangsa. Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan antikorupsi adalah baik adanya untuk dapat menanamkan nilai-nilai karakter pendidikan antikorupsi dan kebiasaan-kebiasaan baik seperti jujur, disiplin, adil, tanggung jawab, bekerja keras, sederhana, mandiri, berani, peduli dan bermartabat serta mengembangkan nurani siswa untuk memiliki kepekaan hati dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai budaya sebagai wujud rasa
(48)
28 cinta tanah air serta didukung wawasan kebangsaan yang kuat sehingga akan mampu bersikap antikorupsi.
2.1.1.5 Nilai-nilai dalam Pendidikan Antikorupsi
Pendidikan antikorupsi sebenarnya dipengaruhi oleh nilai-nilai antikorupsi yang tertanam dalam diri seseorang itu. Menurut Nanang dan Romie (dalam Mukodi dan Burhanuddin, 2014 : 79) terdapat 9 (sembilan) nilai anti korupsi, yaitu 1) kejujuran, 2) kepedulian, 3) kemandirian, 4) kedisiplinan, 5) tanggung jawab, 6) kerja keras, 7) kesederhanaan, 8) keberanian, dan 9) keadilan yang bisa tumbuh dalam diri seseorang. Berikut adalah penjelasannya mengenai setiap nilainya:
1. Kejujuran
Kejujuran atau jujur diartikan sebagai sebuah tindakan lurus hati, tidak berbohong, berkata apa adanya, tidak curang dengan mengikuti aturan yang berlaku, tulus, ikhlas (dalam KBBI). Nilai kejujuran ibarat sebuah mata uang yang berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan di sekolah. Prinsip kejujuran harus dipegang teguh oleh peserta didik. Nilai kejujuran di sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk tidak melakukan kecurangan akademik seperti tidak menyontek saat ujian, tidak memalsukan nilai, dan sebagainya.
2. Kepedulian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline v1.3, peduli diartikan sebagai sikap mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan. Nilai kepedulian dapat diwujudkan oleh peserta didik dalam beragam
(49)
29 bentuk, diantaranya berusaha ikut memantau jalannya proses pembelajaran, memantau sistem pengelolaan sumber daya di sekolah atau madrasah, memantau kondisi infrastruktur lingkungan sekolah.
3. Kemandirian
Menurut Nanang dan Romie dalam (Mukodi dan Burhanuddin, 2014 : 85) kondisi mandiri bagi peserta didik diartikan sebagai proses mendewasakan diri atau membentuk karakter kuat dalam diri seseorang yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Nilai kemandirian dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk mengerjakan tugas secara mandiri, mengerjakan ujian secara mandiri, dan menyelenggarakan kegiatan kesiswaan dengan swadaya. 4. Kedisiplinan
Disiplin (dalam KBBI) diartikan sebagai ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan. Sikap disiplin diperlukan dalam berkehidupan di sekolah atau madrasah maupun masyarakat. Manfaat dari hidup yang disiplin adalah peserta didik dapat mencapai tujuan hidupnya dengan efektif dan efisien. Disiplin pada akhirnya juga dapat menambah rasa kepercayaan kepada orang lain. Dalam berbagai situasi guru dituntut untuk dapat mengembangkan sikap disiplin peserta didik.
5. Tanggung jawab
Menurut Nanang dan Romie (dalam Mukodi dan Burhanuddin, 2014 : 88) tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja.
(50)
30 Penerapan nilai tanggung jawab antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk belajar dengan sungguh-sungguh, mengerjakan tugas dengan baik dan tepat waktu, lulus tepat waktu dengan nilai yang baik, menjaga amanah dan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Orang yang berani bertanggung jawab tentunya akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain.
6. Kerja keras
Kerja keras didasarkan atas kemauan yang tinggi. Kemauan juga diasosiasikan sebagai tekad, ketekunan, pendirian pantang mundur, hingga keberanian. Kerja keras dapat diwujudkan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari seperti melakukan sesuatu dengan menghargai proses bukan hasil semata, tidak melakukan jalan pintas, belajar dan mengerjakan tugas-tugas akademik dengan sungguh-sungguh.
7. Kesederhanaan
Prinsip hidup sederhana merupakan indikator bagian penting dalam menjalin hubungan antara sesama peserta didik. Hidup yang sederhana akan menjauhkan seseorang pada bentuk kecemburuan sosial yang tak jarang dapat berujung pada sebuah tindakan untuk melawan hukum. Prinsip hidup sederhana juga menghindari seseorang dari keinginan yang berlebihan. Nilai kesederhanaan dapat diterapkan oleh peserta didik dalam bentuk diantaranya hidup sesuai dengan kemampuan, hidup sesuai dengan kebutuhan, ataupun tidak suka pamer kekayaan.
(51)
31 8. Keberanian
Berani menyampaikan pendapat adalah modal awal untuk mencegah terjadinya korupsi. Nilai keberanian dapat dikembangkan peserta didik diantaranya melalui berani mengatakan dan membela kebenaran, berani bertanggung jawab terhadap segala bentuk kesalahan, berani menyampaikan pendapat, dan sebagainya.
9. Keadilan
Keadilan diartikan dengan memberikan hak seimbang dengan kewajiban, atau memberi sesuatu dengan kebutuhannya. Nilai keadilan dapat dikembangkan oleh peserta didik diantaranya melalui bentuk memberikan saran perbaikan dan semangat pada temannnya yang tidak berprestasi, tidak memilih teman dalam bergaul berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan.
Terkait dengan 9 nilai pendidikan anti korupsi di atas, peneliti memunculkan beberapa nilai anti korupsi dalam pengembangan produk buku cerita bergambar miliknya. Nilai pendidikan anti korupsi yang dimunculkan peneliti yaitu nilai kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian. Pemunculan nilai-nilai pendidikan antikorupsi dimaksudkan agar anak dapat mengambil amanat setelah membaca cerita tersebut.
2.1.2 Buku Cerita Bergambar
2.1.2.1 Pengertian Buku Cerita Bergambar
Variasi dari literasi yang digunakan sebagai bahan bacaan anak-anak haruslah bermacam-macam. Salah satunya adalah buku cerita bergambar yang
(52)
32 dapat menarik minat siswa kelas bawah untuk membaca. Pada siswa usia kelas bawah, gambar memiliki peranan yang penting dalam proses pembelajaran. Karena masih berada di tahapan imajinatif, buku-buku yang memiliki gambar menarik perhatian lebih dari siswa-siswa tersebut.
Buku cerita bergambar adalah buku bacaan cerita yang menampilkan teks narasi secara verbal dan disertai gambar-gambar ilustrasi (Nurgiyantoro, 2005: 152). Mitchel (dalam Nurgiyantoro, 2005: 153) mengatakan bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang menyampaikan cerita dengan gambar dan teks yang keduanya saling menjalin. Sedangkan Lukens (dalam Nurgiyantoro, 2005: 153) berpendapat bahwa ilustrasi cerita dan gambar adalah media yang berbeda tetapi dalam buku cerita keduanya secara bersama membentuk suatu perpaduan. Dengan demikian, pembaca dapat mengerti alur cerita yang diberikan dari teks narasi dan gambar tersebut. Akan lebih baik apabila buku cerita bergambar memiliki tampilan serta isi yang menarik siswa dan juga bahasa yang digunakan pun bahasa yang mudah dimengerti anak sehingga anak menjadi suka untuk membacanya. Apabila buku tersebut dibuat secara asal-asalan, kegiatan membaca buku tersebut dapat menjadi hal yang membosankan ketika anak membaca (Priyono, 2006: 3).
Berdasarkan uraian teori-teori mengenai buku cerita bergambar di atas dapat diketahui bahwa sesungguhnya buku cerita bergambar adalah sebuah media yang dibuat dengan adanya perpaduan antara teks narasi dan ilustrasi yang dapat memberikan penjelasan alur cerita pada pembaca walaupun tanpa membaca teks narasi.
(53)
33 Dengan mengembangkan buku cerita bergambar yang memiliki landasan pendidikan antikorupsi, diharapkan anak-anak yang membaca buku tersebut memiliki pengalaman membaca yang baru. Di mana dalam kegiatan membaca terdapat pesan-pesan moral yang bisa diterima oleh anak-anak. Dan tujuan pengembangan buku tersebut pun dapat tercapai.
2.1.2.2 Fungsi Buku Cerita Bergambar
Banyak fungsi dari kegiatan membaca buku cerita bergambar bagi anak-anak. Mitchel (dalam Nurgiyantoro, 2005: 159-160) memaparkan beberapa fungsi dan pentingnya buku cerita bergambar bagi anak-anak adalah sebagai berikut:
1. Dapat membantu anak pada pengembangan dan perkembangan emosi serta memberikan rangsangan anak untuk penyaluran emosi. Dengan adanya buku tersebut anak merasa terfasilitasi dan terbantu untuk memahami serta menerima dirinya juga orang lain. Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk mengekspresikan perasaan dirinya seperti rasa takut, bahagia, senang, maupun sedih agar emosi-emosi tersebut dapat berjalan wajar dan terkontrol.
2. Membantu anak-anak untuk belajar tentang dunia serta menyadarkan anak tentang keberadaannya di dunia yaitu di tengah masyarakat dan alam. Karena dunia inilah yang akan menambah pengalaman hidup yang penting bagi perkembangan dirinya.
3. Buku cerita bergambar dapat membantu anak belajar tentang orang lain, hubungan yang terjadi serta pengembangan perasaan. Hal ini dapat terjadi
(54)
34 karena di dalam ilustrasi buku cerita bergambar serta kata-kata digambarkan secara jelas dan konkret tentang kehidupan.
4. Buku cerita bergambar membantu anak untuk memperoleh kesenangan. 5. Membantu anak untuk mengapresiasi keindahan secara verbal maupun
ilustrasi yang mendukungnya. 2.1.2.3 Unsur-unsur Cerita
Dalam buku Nurgiyantoro (2005 : 7), dikatakan bahwa isi cerita anak tidak harus yang baik-baik saja, seperti kisah anak rajin, suka membantu ibu, dan lain-lain. Anak-anak dapat menerima cerita yang “tidak baik” seperti anak malas, anak pembohong, atau binatang yang suka memakan sebangsanya. Terkait beberapa contoh isi cerita di atas merupakan kesatuan dari berbagai elemen yang membentuknya. Elemen-elemen itu dapat dibedakan ke dalam unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian dan ikut membentuk eksistensi cerita yang bersangkutan. Unsur fiksi yang termasuk dalam kategori ini misalnya adalah tokoh dan penokohan, alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang membentuknya, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Berbeda dengan unsur ekstrinsik, di pihak lain, adalah unsur yang berada di luar teks fiksi yang bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh membangun cerita yang dikisahkan, langsung atau tidak langsung (Nurgiyantoro, 2005 : 221).
Berbeda dengan Rampan (2012: 73) yang menyatakan bahwa sebuah cerita sebenarnya terdiri dari pilar-pilar sebagai berikut:
(55)
35 1) Tema
Tema merupakan pilar pertama yang adalah rancangan awal penulis untuk dapat membangun sebuah cerita yang dilandasi amanat atau pesan moral yang ingin disampaikan pada pembaca. Pemberian amanat perlu dibuat secara menarik sehingga pembaca merasa tidak sedang membaca sebuah wejangan moral, kemudian juga bersifat menghibur dan membangun pengertian supaya pembaca dapat menarik kesimpulan pesan yang ingin disampaikan. Umumnya, tema dinyatakan secara eksplisit untuk pembaca. 2) Tokoh
Pilar kedua dalam sebuah cerita adalah tokoh. Secara umum, tokoh atau penokohan dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama yang bersifat protagonis dan tokoh lawan yang umumnya bersifat antagonis. Tokoh-tokoh ini tentunya memiliki Tokoh-tokoh-Tokoh-tokoh lain sebagai pelengkap untuk menjadi satu kesatuan bagian dari cerita. Setiap penulis perlu memperlihatkan kejelasan karakter dari setiap tokohnya.
3) Latar
Menjadi pilar ketiga, latar termasuk bagian yang penting dalam sebuah cerita. Peristiwa-peristiwa dalam cerita dapat dibangun dengan menarik bila penempatan latar waktu dan tempat dilakukan dengan tepat, hal ini dikarenakan latar berhubungan dengan tokoh dan karakter. Latar menunjukkan bahwa cerita tertentu dapat menghidupkan tokoh-tokoh dan menghidupkan alur yang lebih spesifik dan unik.
(56)
36 4) Alur
Ibarat manusia, pilar keempat atau alur ini, merupakan bagian dari nyawa. Pengarang dituntut untuk dapat membuat alur cerita yang menarik sehingga kronologi dalam cerita dapat membuat pembaca seolah-olah ikut menjadi bagian dalam penceritaan. Alur dapat dibina secara lurus atau secara kronologis. Peristiwa-peristiwa dibuat berkaian langsung satu sama lain hingga cerita berakhir. Dapat dibangun secara episodik, dimana cerita diikat oleh episode-episode tertentu, dan pada setiap episodenya ditemukan gawatan, klimaks dan leraian. Alur juga dapat dibangun dengan sorot balik atau maju. Sorot balik adalah paparan informasi atau peristiwa yang terjadi di masa lampau, dikisahkan kembali dalam situasi masa kini, sementara alur maju merupakan wujud ancang-ancang untuk menerima peristiwa-peristiwa tertentu yang nanti akan terjadi.
5) Gaya
Pilar yang terakhir adalah gaya. Hal ini menentukan keberhasilan sebuah cerita. Karena secara eksplisit dikatakan keberhasilan sebuah cerita bukan pada apa yang dikatakan melainkan bagaimana mengatakannya. Kalimat-kalimat yang enak dibaca, ungkapan-ungkapan yang baru dan hidup, suspence yang menyimpan kerahasiaan, pemecahan persoalan yang rumit namun penuh tantangan, pengalaman-pengalaman baru yang bernuansa kemanusiaan, dan sebagainya merupakan muatan gaya yang membuat pembaca terpesona. Disamping sebagai tanda seorang pengarang, gaya tertentu mampu menyedot perhatian pembaca untuk terus membaca.
(57)
37 Bersama elemen lainnya, seperti penggunaan sudut pandang yang tepat, pembukaan dan penutup yang memberi kesan tertentu, gaya adalah salah satu kunci yang menentukan berhasil atau gagalnya sebuah cerita.
Penyusunan kerangka buku cerita bergambar dalam penelitian ini tentunya didasari oleh teori kelima pilar cerita di atas. Kelima pilar tersebut seperti tema yang diangkat yaitu mengenai nilai pendidikan antikorupsi yang berisi nilai kejujuran, tanggung jawab, keberanian, dan juga kedisiplinan. Selanjutnya mengenai tokoh, pengembangan buku cerita bergambar ini mengambil beberapa tokoh seperti tokoh utama bernama Judika, Ibu Judika, Bu Ijak sebagai guru, dan teman Judika yang bernama Bogi. Latar yang digunakan dalam cerita adalah kelas, lapangan sepak bola, rumah Judika, dan kamar Judika. Selain itu, alur yang digunakan dalam pembuatan buku cerita menggunakan alur maju, sehingga pemunculan masalah hingga penyelesaian masalah terdapat pada isi cerita. Sedangkan untuk gaya penulisan, buku cerita ini dilengkapi gambar yang dipadu tulisan dan warna yang diharapkan memberi kesan buku terlihat lebih menarik. Hal ini dilakukan supaya menumbuhkan minat baca anak ketika melihat tampilan buku sehingga membantu anak dalam belajar membaca dan juga wujud penanaman nilai-nilai antikorupsi yang dapat diimplementasikan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.2.4 Kriteria Buku Cerita Bergambar yang baik
Perlu diketahui bahwa buku bacaan yang baik adalah buku bacaan yang: (1) dapat memberikan nilai positif pada pembacanya; (2) disampaikan dalam bahasa yang sederhana, enak dibaca dan penulisnya seakan ingin
(58)
38 berbagi dengan pembaca, bukan menggurui; (3) gaya penulisan tidak meledak-ledak; (4) menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku, tidak menggunakan istilah asing yang sebenarnya ada padanannya dalam bahasa Indonesia (Christantiowati dalam Santosa, 2008: 9).
Pendapat serupa juga dikatakan oleh Effendi, Bangsa, dan Yudani (dalam Santosa, 2008: 89) bahwa buku cerita yang baik adalah buku yang memiliki: (a) tampilan visual buku dirancang menggunakan tampilan full color; (b) tampilan visual buku lebih dominan gambar dibandingkan dengan teks; (c) jenis huruf pada buku cerita memiliki tingkat keterbacaan yang baik bagi anak-anak; (d) judul buku cerita mewakili keseluruhan isi cerita dan menarik minat anak untuk membaca lebih lanjut; dan (e) tampilan warna mampu memberikan kesan dan mudah ditangkap oleh indra penglihatan anak.
Berdasar uraian-uraian teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria buku cerita yang baik bagi anak adalah buku yang menggunakan bahasa sederhana dan mudah dimengerti oleh pembaca. Selain itu buku yang baik perlu memperhatikan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dengan menggunakan ilustrasi buku full color dan lebih dominan dibandingkan teksnya. Judul buku cerita juga perlu diperhatikan karena harus mewakili isi cerita dan dapat memberikan nilai positif bagi pembaca terutama dalam penelitian dan pengembangan buku cerita bergambar ini adalah nilai pendidikan antikorupsi.
(59)
39 2.1.3 Membaca
2.1.3.1Pengertian Membaca
“Buku adalah jendela dunia” ini merupakan salah satu ungkapan yang
umum didengar. Buku adalah salah satu bahan untuk dibaca. Kegiatan membaca bagi anak-anak merupakan sebuah jembatan untuk menuju proses memahami dan mengerti, karena dengan membaca anak menjadi tahu banyak hal yang menjadi salah satu ciri anak cerdas. Definisi membaca menurut Hodgson (dalam Tarigan, 1994: 7) adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampailan penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Dalam hal ini membaca diartikan sebagai pemberiann respon terhadap ungkapan penulis bahwa pembaca mampu memahami materi dengan baik.
Frank Smith (dalam Zuchdi, 2008: 21) mendefinisikan membaca sebagai proses komunikasi yang berupa pemerolehan informasi dari penulis oleh pembaca. Hal ini juga sejalan dengan Emerald V Dechant (dalam Zuchdi, 2008: 21) yang mengungkapkan bahwa membaca adalah proses pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh penulis bacaan itu. Selain itu dapat diartikan pula bahwa membaca adalah salah satu metode yang digunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain, yaitu untuk mengkomunikasikan isi yang terkandung dalam suatu tulisan (Tarigan, 2008: 7).
Berdasarkan pengertian membaca yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
(60)
40 mendapatkan suatu informasi ataupun pemahaman tentang isi suatu tulisan yang telah dibaca.
2.1.3.2Tujuan Membaca
Dalam membaca, tentu ada tujuan yang tersurat maupun tersirat di dalamnya. Dijelaskan dalam Tarigan (2008: 9) tujuan pokok membaca yaitu untuk mencari dan memperoleh informasi, mencangkup isi, dan memahami makna dari bacaan. Adapun beberapa tujuan seseorang dengan membaca, yaitu:
a. Membaca untuk memperoleh rincian atau fakta. Misalnya untuk mengetahui sebuah berita, hal-hal apa saja yang terjadi di dalam berita tersebut. Seperti kejadian sehari-hari.
b. Membaca untuk memperoleh ide-ide utama. Dalam kegiatan ini, pembaca ingin mengetahui mengapa bacaan yang dibacanya menjadi topik yang baik dan menarik, masalah apa yang ada pada bacaan tersebut, hal-hal apa saja yang bisa dipelajari dari bacaan tersebut, dan hal apa saja yang bisa dilakukan untuk mencapai sesuatu.
c. Membaca untuk mengetahui suatu susunan atau urutan cerita. Misalnya sebuah cerita, seorang pembaca membacanya supaya tahu alur yang ada pada cerita dan bisa mengetahui hal-hal yang terjadi pada cerita tersebut.
d. Membaca untuk menyimpulkan. Kegiatan membaca ini adalah mengambil inti dari bacaan yang telah dibaca.
(61)
41 e. Membaca untuk dapat mengelompokkan atau mengklasifikasi sesuatu. Ini dapat dicontohkan kegiatan membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa saja yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita tersebut benar atau tidak. Pembaca akan mengelompokkannya.
f. Membaca untuk dapat menilai atau mengevaluasi. Tujuan membaca ini menginginkan apakah dalam bacaannya tersebut ada sesuatu hal yang salah yang dapat diperbaiki.
g. Membaca untuk dapat membandingkan atau mempertentangkan. Dalam tujuan ini, kegiatan yang dilakukan pembaca adalah membandingkan dua bacaan yang memiliki kisah yang hampir sama.
Beberapa tujuan di atas adalah hal-hal yang dilakukan seseorang ketika membaca suatu bacaan (Anderson dalam Tarigan, 1984: 9). Selain itu, ada beberapa tujuan lain lagi yang dilakukan oleh pembaca menurut Prasetyono (2008: 58), yaitu:
a. Tujuan membaca untuk mendapatkan informasi. Biasanya informasi yang dicari pembaca adalah berupa fakta dan kejadian yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan membaca agar citra dirinya meningkat, ini biasanya dilakukan bukan karena kebiasaan membaca melainkan untuk sekedar pamer dan dilakukan dihadapan orang lain. b. Tujuan membaca untuk melepaskan diri kenyataan, misalnya untuk
berkhayal yang menjauhkannya dari kejenuhan atau kesedihan yang dirasakan pembacanya.
(62)
42 c. Membaca untuk tujuan rekreatif atau untuk mendapatkan hiburan atau
kesenangan.
d. Membaca untuk mengisi waktu luang.
e. Pembaca yang memiliki tujuan membaca untuk mencari pengalaman hidup orang lain atau untuk mencari nilai kehidupan lainnya.
Sejak dini, akan lebih baik bila mulai membiasakan untuk membaca pada anak-anak. Namun, bukan dengan memaksa untuk membaca. Menurut Alex Rider (Kurniati dan Antarsari, 2011: 22), membaca buku bukanlah hal yang harus dibenturkan ke kepala anak, jangan memaksa anak untuk membaca, karena dengan memaksa akan menjadikan anak menjadi tidak suka untuk membaca dan jangan biarkan mereka untuk membenci membaca. Erikson menyarankan untuk orang tua berupaya agar kegiatan membaca menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak, misalnya saja dimulai dengan membaca buku bersama-sama. Apabila anak senang, anak akan melanjutkan kebiasaan membaca tersebut tanpa harus diingatkan oleh orang tua.
2.1.3.3Jenis-jenis Kegiatan Membaca
Ada berbagai macam bentuk membaca. Apabila ditinjau dari segi terdengar tidaknya suara pembaca, proses membaca dibagi menjadi membaca nyaring dan membaca dalam hati.
Membaca nyaring (reading out loud) adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang menjadi alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan pengarang. Dalam hal ini, pendengar
(63)
benar-43 benar harus menyimak bahan yang dibacakan agar bisa mengerti dan memahami bacaan yang dibacakan dalam ingatannya. Mengingat hal itu, bahan bacaan yang dipilih haruslah mengandung isi dan bahasa yang mudah dipahami (Broughton dalam Tarigan, 1984: 23). Selain itu, membaca menyaring menjadi sebuah pendekatan yang dapat memuaskan serta memenuhi ragam tujuan untuk mengembangkan keterampilan dalam bahasa. Dalam mengajarkannya guru perlu memahami proses komunikasi dua arah (Tarigan, 1984: 23).
Di dalam buku Tarigan (1984: 25) diungkapkan keterampilan membaca nyaring yang seharusnya dapat dicapai oleh siswa kelas III yaitu bisa membaca dengan penuh perasaan dan ekspresi serta siswa mampu mengerti dan memahami bahan bacaan. Membaca nyaring pun memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
a. Memotivasi siswa untuk mau membaca.
b. Membuat siswa dapat membaca dan gemar membaca.
c. Memberi pengalaman dalam membaca yang menyenangkan. d. Membangun komunikasi guru dan siswa.
e. Guru/ pustakawan/ kepala sekolah dapat menjadi teladan siswa untuk membaca
Berbeda dengan membaca nyaring, kegiatan membaca dalam hati (silent reading) mempergunakan ingatan visual yang melibatkan pengaktifan mata dan ingatan. Tujuan dari kegiatan membaca di dalam hati ialah untuk memperoleh informasi (Tarigan, 1984: 29). Membaca dalam hati sudah seharusnya dilatihkan kepada anak sejak di kelas bawah ketika sudah mulai
(1)
(2)
146 Surat Izin Penelitian
(3)
147 Surat Keterangan Penelitian
(4)
148 Dokumentasi
(5)
149 Biodata Penulis
(Curriculum Vitae)
Florentina Pradita Setyaningsih merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Yohanes De Britto Budiyono dan Ibu Caecilia Eny Setyawati. Adiknya Stevanus Gading Nindya Asmara menjadi sahabatnya selama pengerjaan skripsi penulis. Lahir di Bantul, 7 Mei 1995. Menempuh pendidikan dasar di SD Pangudi Luhur Sugiyapranata Klaten dari 2001 hingga tamat 2007. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten hingga tamat 2010. Selanjutnya meneruskan pendidikan di SMK Kristen 4 Klaten dan berhasil selesai tahun 2013.
Penulis tercatat sebagai mahasiswa aktif di Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sanata Dharma sejak bulan Agustus 2013. Selama mengenyam pendidikan di USD, penulis terlibat aktif dalam keorganisasian Prodi dan Kepanitiaan di Prodi. Terbukti selama 3 periode menjadi pengurus di organisasi Himpunan Mahasiswa Program Studi PGSD. Tahun 2013-2014 sebagai anggota Koordinator kesenian, 2014-2015 dan 2015-2016 sebagai Koordinator Kesenian. Selain itu penulis juga terlibat aktif dalam kegiatan di luar prodi seperti Kepanitiaan Parade Gamelan Anak yang menjadi salah satu acara tahunan Dies Natalis USD. Tahun 2013 sebagai anggota Divisi Acara, 2014 sebagai
(6)
150 Anak. Kepanitiaan acara prodi seperti Malam Kreativitas PGSD pun pernah diikuti seperti 2013 sebagai anggota Divisi Acara dan 2015 sebagai Sekretaris Umum. Kegiatan Seminar Internasional pernah diikuti dan menjadi Koordinator Fasilitator PPKM 2 2015. Masa kependidikan di USD diakhiri penulis tahun 2017 dengan menulis sebuah skripsi berjudul, “Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Antikorupsi untuk Pembelajaran Membaca Kelas III B SD