33 Dengan mengembangkan buku cerita bergambar yang memiliki
landasan pendidikan antikorupsi, diharapkan anak-anak yang membaca buku tersebut memiliki pengalaman membaca yang baru. Di mana dalam kegiatan
membaca terdapat pesan-pesan moral yang bisa diterima oleh anak-anak. Dan tujuan pengembangan buku tersebut pun dapat tercapai.
2.1.2.2 Fungsi Buku Cerita Bergambar
Banyak fungsi dari kegiatan membaca buku cerita bergambar bagi anak-anak. Mitchel dalam Nurgiyantoro, 2005: 159-160 memaparkan
beberapa fungsi dan pentingnya buku cerita bergambar bagi anak-anak adalah sebagai berikut:
1. Dapat membantu anak pada pengembangan dan perkembangan emosi serta
memberikan rangsangan anak untuk penyaluran emosi. Dengan adanya buku tersebut anak merasa terfasilitasi dan terbantu untuk memahami serta
menerima dirinya juga orang lain. Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk mengekspresikan perasaan dirinya seperti rasa takut, bahagia,
senang, maupun sedih agar emosi-emosi tersebut dapat berjalan wajar dan terkontrol.
2. Membantu anak-anak untuk belajar tentang dunia serta menyadarkan anak
tentang keberadaannya di dunia yaitu di tengah masyarakat dan alam. Karena dunia inilah yang akan menambah pengalaman hidup yang penting
bagi perkembangan dirinya. 3.
Buku cerita bergambar dapat membantu anak belajar tentang orang lain, hubungan yang terjadi serta pengembangan perasaan. Hal ini dapat terjadi
34 karena di dalam ilustrasi buku cerita bergambar serta kata-kata
digambarkan secara jelas dan konkret tentang kehidupan. 4.
Buku cerita bergambar membantu anak untuk memperoleh kesenangan. 5.
Membantu anak untuk mengapresiasi keindahan secara verbal maupun ilustrasi yang mendukungnya.
2.1.2.3 Unsur-unsur Cerita
Dalam buku Nurgiyantoro 2005 : 7, dikatakan bahwa isi cerita anak tidak harus yang baik-baik saja, seperti kisah anak rajin, suka membantu ibu,
dan lain-lain. Anak- anak dapat menerima cerita yang “tidak baik” seperti anak
malas, anak pembohong, atau binatang yang suka memakan sebangsanya. Terkait beberapa contoh isi cerita di atas merupakan kesatuan dari berbagai
elemen yang membentuknya. Elemen-elemen itu dapat dibedakan ke dalam unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian dan ikut membentuk eksistensi cerita yang
bersangkutan. Unsur fiksi yang termasuk dalam kategori ini misalnya adalah tokoh dan penokohan, alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang
membentuknya, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Berbeda dengan unsur ekstrinsik, di pihak lain, adalah unsur yang berada di luar teks fiksi yang
bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh membangun cerita yang dikisahkan, langsung atau tidak langsung Nurgiyantoro, 2005 : 221.
Berbeda dengan Rampan 2012: 73 yang menyatakan bahwa sebuah cerita sebenarnya terdiri dari pilar-pilar sebagai berikut:
35 1
Tema Tema merupakan pilar pertama yang adalah rancangan awal penulis untuk
dapat membangun sebuah cerita yang dilandasi amanat atau pesan moral yang ingin disampaikan pada pembaca. Pemberian amanat perlu dibuat
secara menarik sehingga pembaca merasa tidak sedang membaca sebuah wejangan moral, kemudian juga bersifat menghibur dan membangun
pengertian supaya pembaca dapat menarik kesimpulan pesan yang ingin disampaikan. Umumnya, tema dinyatakan secara eksplisit untuk pembaca.
2 Tokoh
Pilar kedua dalam sebuah cerita adalah tokoh. Secara umum, tokoh atau penokohan dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama yang bersifat
protagonis dan tokoh lawan yang umumnya bersifat antagonis. Tokoh- tokoh ini tentunya memiliki tokoh-tokoh lain sebagai pelengkap untuk
menjadi satu kesatuan bagian dari cerita. Setiap penulis perlu memperlihatkan kejelasan karakter dari setiap tokohnya.
3 Latar
Menjadi pilar ketiga, latar termasuk bagian yang penting dalam sebuah cerita. Peristiwa-peristiwa dalam cerita dapat dibangun dengan menarik
bila penempatan latar waktu dan tempat dilakukan dengan tepat, hal ini dikarenakan latar berhubungan dengan tokoh dan karakter. Latar
menunjukkan bahwa cerita tertentu dapat menghidupkan tokoh-tokoh dan menghidupkan alur yang lebih spesifik dan unik.
36 4
Alur Ibarat manusia, pilar keempat atau alur ini, merupakan bagian dari nyawa.
Pengarang dituntut untuk dapat membuat alur cerita yang menarik sehingga kronologi dalam cerita dapat membuat pembaca seolah-olah ikut
menjadi bagian dalam penceritaan. Alur dapat dibina secara lurus atau secara kronologis. Peristiwa-peristiwa dibuat berkaian langsung satu sama
lain hingga cerita berakhir. Dapat dibangun secara episodik, dimana cerita diikat oleh episode-episode tertentu, dan pada setiap episodenya
ditemukan gawatan, klimaks dan leraian. Alur juga dapat dibangun dengan sorot balik atau maju. Sorot balik adalah paparan informasi atau peristiwa
yang terjadi di masa lampau, dikisahkan kembali dalam situasi masa kini, sementara alur maju merupakan wujud ancang-ancang untuk menerima
peristiwa-peristiwa tertentu yang nanti akan terjadi. 5
Gaya Pilar yang terakhir adalah gaya. Hal ini menentukan keberhasilan sebuah
cerita. Karena secara eksplisit dikatakan keberhasilan sebuah cerita bukan pada apa yang dikatakan melainkan bagaimana mengatakannya. Kalimat-
kalimat yang enak dibaca, ungkapan-ungkapan yang baru dan hidup, suspence yang menyimpan kerahasiaan, pemecahan persoalan yang rumit
namun penuh tantangan, pengalaman-pengalaman baru yang bernuansa kemanusiaan, dan sebagainya merupakan muatan gaya yang membuat
pembaca terpesona. Disamping sebagai tanda seorang pengarang, gaya tertentu mampu menyedot perhatian pembaca untuk terus membaca.
37 Bersama elemen lainnya, seperti penggunaan sudut pandang yang tepat,
pembukaan dan penutup yang memberi kesan tertentu, gaya adalah salah satu kunci yang menentukan berhasil atau gagalnya sebuah cerita.
Penyusunan kerangka buku cerita bergambar dalam penelitian ini tentunya didasari oleh teori kelima pilar cerita di atas. Kelima pilar tersebut
seperti tema yang diangkat yaitu mengenai nilai pendidikan antikorupsi yang berisi nilai kejujuran, tanggung jawab, keberanian, dan juga kedisiplinan.
Selanjutnya mengenai tokoh, pengembangan buku cerita bergambar ini mengambil beberapa tokoh seperti tokoh utama bernama Judika, Ibu Judika,
Bu Ijak sebagai guru, dan teman Judika yang bernama Bogi. Latar yang digunakan dalam cerita adalah kelas, lapangan sepak bola, rumah Judika, dan
kamar Judika. Selain itu, alur yang digunakan dalam pembuatan buku cerita menggunakan alur maju, sehingga pemunculan masalah hingga penyelesaian
masalah terdapat pada isi cerita. Sedangkan untuk gaya penulisan, buku cerita ini dilengkapi gambar yang dipadu tulisan dan warna yang diharapkan
memberi kesan buku terlihat lebih menarik. Hal ini dilakukan supaya menumbuhkan minat baca anak ketika melihat tampilan buku sehingga
membantu anak dalam belajar membaca dan juga wujud penanaman nilai-nilai antikorupsi yang dapat diimplementasikan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.2.4 Kriteria Buku Cerita Bergambar yang baik