Tujuan Memajukan Satuan Pendidikan.

262 Sesuai Pasal 24 UU Sisdiknas, perguruan tinggi juga dapat memperoleh sumber dana dari masayarkat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik. Kewenangan ini diberikan kepada perguruan tinggi, karena Pemerintah dan pemerintah daerah tidak dapat menyediakan seluruh biaya yang diperlukan dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. Pemberian otonomi pada perguruan tinggi dimaksudkan agar perguruan tinggi memiliki kemandirian untuk mengelola sendiri lembaganya dalam penggunaan dana, penyelenggaraan pendidikan, pengadaan tenaga kependidikan dan pembangunan sarana dan prasarana. Itulah sebabnya perguruan tinggi harus berbadan hukum pendidikan agar otonominya dapat terwujud dalam menjalankan tri darmanya pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat sebagai bentuk pelayanan pendidikan kepada peserta didik mahasiswa. Jelas bahwa substansi BHP perguruan tinggi harus ada perbedaan dengan substansi BHP satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dengan pengaturan seperti itu maka UU BHP memperhatikan keunikan, serta keragaman pengelolaan dan pelayanan setiap jenjang dan jenis pendidikan. UU BHP itu harus diolah sebaik-baiknya dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, termasuk sejarah, kultur dan kepentingan penyelenggara danatau satuan pendidikan.

C. Tujuan Memajukan Satuan Pendidikan.

Pelayanan pendidikan yang prima oleh satuan pendidikan yang berbadan hukum pendidikan ditujukan untuk memajukan satuan pendidikan agar mampu meningkatkan mutu pendidikan, dengan menyediakan pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dan kesejahteraan yang pantas, membangun sarana dan prasarana yang lengkap sehingga proses belajar mengajar berjalan lancar dan lulusannya memiliki kompetensi yang handal. Dengan ”BHP Satuan Pendidikan” pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maka sebagaimana diatur dalam Pasal 51 UU Sisdiknas, manajemen berbasis sekolah dapat dilakukan dengan baik. Manajemen berbasis sekolahmadrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolahmadrasah guru 263 dibantu oleh komite sekolahmadrasah bekerja sama dalam mengelola kegiatan pelayanan pendidikan. Pemberian otonomi pada perguruan tinggi ditujukan untuk memberikan kemandirian dan otoritas perguruan tinggi dalam mengelola lembaga pendidikan terutama dalam penentuan kebijakan, dan pengelolaan dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat sesuai Pasal 47 UU Sisdiknas yaitu berdasarkan pada prinsip keadilan, kecukupan dan berkelanjutan. Dalam upaya memajukan satuan pendidikan, maka UU Sisdiknas mengatur dalam satu nafas yaitu pentingnya pengelolaan dana secara mandiri dengan prinsip nirlaba. Artinya pendanaan pendidikan menjadi salah satu substansi yang penting dalam memajukan satuan pendidikan agar mampu memberikan pelayanan yang prima kepada peserta didik dalam rangka meningkatkan mutu kelulusan. Prinsip inilah yang selama ini dikenal sebagai idealisme pengelolaan pendidikan. Pengelolaan dana pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Apalagi menurut Pasal 49 UU Sisdiknas dana yang bersumber dari Pemerintah diberikan dalam bentuk hibah. Demikian juga sumber pendanaan pendidikan harus ditetapkan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan dan berkelanjutan. Pendidikan yang bermutu harus dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan yang professional, dan harus diberikan gaji atau penghasilan yang professional pula dengan sarana dan prasarana yang memadai. Hal itu berlaku di seluruh dunia yang pendidikannya sudah maju. Pendidik dan tenaga kependidikan sebagai suatu profesi harus memenuhi persyaratan antara lain lulusan LPTK atau satuan pendidikan lain yang terakreditasi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat 1 UU Sisdiknas kepada pendidik dan tenaga kependidikan lulusan terbaik sudah sepatutnya diberikan jaminan kesejahteraan paling kurang diatas kebutuhan hidup minimal KHM. Oleh karena itu pendanaan pendidikan harus menjadi perhatian serius namun tanpa mengabaikan idealisme pendidikan. Bahkan idealisme sebagai penyelenggara pendidikan atau sebagai pendidik dan tenaga kependidikan dapat terjamin, jika mereka memiliki kemampuan mandiri sebagai manusia atau sebagai lembaga, karena harus ditopang kuat oleh kesejahteraan yang cukup. Sebaliknya, apabila kebutuhan dasar atau kebutuhan minimal sebagai 264 lembaga atau sebagai individu dan kelompok tidak terjamin, justru akan menjadi ancaman bagi berkembangnya idealism pendidikan. Dalam hal seperti inilah badan hukum pendidikan diperlukan dan eksistensinya dimasukan dalam UU Sisdiknas, yang lebih lanjut diatur secara tersendiri dalam UU BHP. Pasal 47 UU Sisdiknas mengatur secara jelas mengenai sumber pendanaan pendidikan, yaitu Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada. Bahkan menurut Pasal 12 ayat 2 huruf b UU Sisdiknas, setiap peserta didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 46 ayat 1 UU Sisdiknas menjelaskan mengenai sumber pendanaan pendidikan dari Pemerintah meliputi APBN dan APBD, dan sumber pendanaan pendidikan dari masyarakat mencakup antara lain sumbangan pendidikan, hibah, wakaf, zakat, pembayaran nadzar, pinjaman, sumbangan perusahaan, keringanan dan penghapusan pajak untuk pendidikan, dan lain-lain penerimaan yang sah. Undang-Undang Zakat dan Undang-Undang tentang Wakaf juga sudah terbentuk, sehingga kedua undang-undang itu hendaknya menjadi perhatian dan rujukan dalam RUU BHP.

D. Risalah Pembahasan RUU Sisdiknas Terkait Pasal 53 UU Sisdiknas.