Ahli Fajrul Falaakh,S.H.,M.A.,M.Sc.

180 orang-orang Islam? Kemudian juga tentang badan wakaf, bagaimana yang tadinya seseorang mau mewakafkan tanah untuk tujuan tertentu kemudian dialihkan juga. mohon dipikirkan secara matang dengan hati nurani, tidak berarti menentang tetapi secara nurani berbicara bahwa pendidikan ini adalah untuk kemajuan bangsa. Kenapa Pemerintah ini tidak memikirkan terlebih dahulu bukan soal badan hukumnya tetapi pemerataan pendidikan yang selama ini kita inginkan seperti itu. Oleh karena itu, karena sudah dibahas oleh yang terdahulu, Saksi hanya menitipkan nurani ini kepada Mahkamah agar mengkaji kembali manfaat dan mudaratnya keberadaan Undang-Undang BHP mumpung jangka waktu enam tahun untuk menyesuaikan sampai dengan tahun 2015;

2. Ahli Fajrul Falaakh,S.H.,M.A.,M.Sc.

• Bahwa meskipun UU BHP mengatur badan hukum tetapi konsiderannya sama sekali tidak menyebut apapun tentang badan hukum. Pada dasarnya mengenai badan hukum yayasan yang diatur dalam UU Yayasan. Yayasan dapat bergerak di bidang sosial, seperti pendidikan dan yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha, tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung, melainkan harus melalui badan usaha yang didirikan sebuah legal entity yang terpisah atau melakukan penyertaan paling banyak 25 dua puluh lima persen. Kemungkinan-kemungkinan itu dapat dimasuki oleh yayasan sebagai bagian dari kegiatannya termasuk pendidikan tetapi masih harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang lain lagi. • Yayasan juga dilarang membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus dan pengawas karena pembina, pengurus, dan pengawas harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah atau honor tetap. Pembina, pengurus dan pengawas juga dilarang merangkap sebagai direksi atau pengurus dan dewan komisaris atau pengawas dari badan usaha dimaksud yang didirikan oleh yayasan itu. Kekayaan yayasan juga dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung maupun tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan. • Bahwa betapa undang-undang yayasan sudah memberikan penegasan bahwa yayasan adalah badan hukum nirlaba. Ada relevansinya dengan 181 tuntutan dari UU BHP bahwa badan hukum pendidikan juga seharusnya nirlaba. Kalau sudah sama-sama nirlaba, apalagi yang mau diatur oleh UU BHP mengenai misalnya sebuah badan hukum yang dikategorikan yayasan, dalam hal yayasan itu bergerak di bidang pendidikan. Tanpa menjelaskan apa pun tentang apa itu badan hukum, UU BHP langsung saja menyebut BHP adalah penyelenggara pendidikan formal. Jadi, badan hukumnya tidak diterangkan, juga langsung mengatur tentang jenis dan bentuk Badan Hukum Pendidikan. Jenis BHP menurut UU BHP adalah BHP Penyelenggara dan BHP satuan pendidikan. Bentuknya menurut UU BHP adalah BHP Pemerintah, BHP Pemerintah Daerah dan BHP Masyarakat. • Yayasan termasuk kategori BHP masyarakat BHPM maka menurut sudut pandangan ini jenis BHPMP maupun BHPMSP berlaku juga kepada yayasan penyelenggara pendidikan karena yayasan penyelenggara pendidikan diakui sebagai badan hukum pendidikan yang kategorinya dari masyarakat. Pasal 8 UU BHP secara deklaratur menegaskan bahwa yayasan yang telah diakui, yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan atau pendidikan tinggi diakui sebagai BHP penyelenggara. UU BHP secara deklaratif menyatakan demikian karena itu masih konsisten dengan normanya yang menyatakan bahwa yayasan yang diakui sebagai BHP tidak perlu mengubah bentuknya selama waktu yang ditentukan dalam akta pendiriannya. Nanti ini menjadi relevan, karena dalam waktu enam tahun harus mengubah; • Pasal 9 UU BHP juga mengatakan bahwa yayasan penyelenggara pendidikan atau badan hukum pendidikan masyarakat sebagai penyelenggara dapat menyelenggarakan lebih dari satu satuan pendidikan, tetapi dari sini mulai memasuki wilayah ketidaksingkronan internal incoherence di dalam UU BHP. Penjelasan dari Pasal 9 UU BHP justru mengatakan bahwa penambahan satuan pendidikan oleh BHP penyelenggara harus berbentuk BHP masyarakat. Kalau yayasan penyelenggara pendidikan sudah diakui mengapa dilarang menambah satuan pendidikan di bawah yayasannya? dan mengapa satuan pendidikan yang diatur dalam Pasal 10 wajib berbentuk BHPN? Sebetulnya maunya bicara apa sih ini? Inilah inkonsistensi atau kontradiksi internal di dalam Undang-Undang badan hukum pendidikan. 182 • Pasal 10 UU BHP menyatakan satuan pendidikan yang didirikan setelah Undang-Undang a quo berlaku wajib berbentuk BHP. Secara diplomatis bahasa dari UU BHP dalam penjelasannya menyatakan tidak perlu berbentuk yayasan. Dengan ketentuan Pasal 10 UU BHP, penyelenggara pendidikan yang baru pada dasarnya dilarang berbentuk yayasan, artinya menutup peluang-peluang bagi inisiatif masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan melalui atau dengan menggunakan badan hukum yayasan, Mengapa dilarang? Padahal Pasal 4 ayat 1 UU BHP dari awal menegaskan pengelolaan dan secara mandiri oleh BHP didasarkan pada prinsip nirlaba. Kenapa inisiatif nirlaba dilarang? Lalu harus inisiatif yang bukan nirlaba? Apa sih maunya sesungguhnya UU BHP?. Berarti dengan ketentuan ini pada alternatif pertama UU BHP meniadakan UU Yayasan karena UU Yayasan membuka peluang bagi yayasan untuk bergerak di bidang sosial seperti misalnya pendidikan. Dengan kata lain, UU BHP tidak sinkron dengan UU Yayasan. Jadi betul dugaan ahli bahwa tidak dicantumkannya UU Yayasan dalam konsideran UU BHP telah berimplikasi kepada bagaimana pengaturan mengenai badan hukum di dalam UU BHP. Konsekuensi kedua dari ketentuan Pasal 10 UU BHP berarti yayasan penyelenggara pendidikan lama dilarang mendirikan satuan pendidikan baru. Larangan pada Pasal 10 UU BHP justru kontradiktif dengan pengakuan terhadap yayasan penyelenggara pendidikan yang dikategorikan sebagai badan hukum pendidikan dari masyarakat itu dan dengan demikian juga kontradiktif dengan dibolehkannya yayasan menyelenggarakan lebih dari satu satuan pendidikan sebagaimana sebelumnya diatur dalam Pasal 9 UU BHP. Sinkronisasi internal dalam UU BHP bermasalah. UU BHP juga tidak sinkron dengan UU Yayasan, ini berarti mengakibatkan ketidakpastian, kebingungan, dan pada akhirnya sulit dilaksanakan. Dalam bahasa sehari-hari karena atau diakibatkan oleh egosektoral, yayasan kira-kira lebih banyak urusannya Departemen Hukum dan HAM sementara UU BHP diklaim sebagai urusan sektoral Departemen Pendidikan Nasional. Padahal kedua-duanya sama-sama undang-undang yang semestinya satu sama lain menjadi sinkron. Ketidakpastian dan kekacauan internal atau internal incoherence nampak nyata pada pengakuan terhadap eksistensi yayasan penyelenggara pendidikan sebagai badan hukum pendidikan dari masyarakat dengan hak-haknya sebagai badan hukum tetapi 183 sebagaimana dirumuskan Pasal 10, lalu kebebasan yayasan sebagai rechts persoon menjadi dikurangi atau dikebiri.

3. Ahli Abdul Hakim Garuda Nusantara,S.H.,LL.M