serta Pasal 28I ayat 2 UUD 1945.

106 ditentukan oleh Pasal 31 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 28C ayat 1 dan ayat

2, serta Pasal 28I ayat 2 UUD 1945.

87. Bahwa UU BHP dan pilihan kebijakan sistem BHP tidak sejalan dengan aspek filosofis pendidikan menurut UUD 1945 sebagaimana ditafsirkan Mahkamah Konstitusi yakni mengenai cita-cita untuk membangun sistem pendidikan nasional yang berkualitas dan bermakna bagi kehidupan bangsa. Cita-cita konstitusi adalah menginginkan agar sistem pendidikan nasional berlandaskan nilai-nilai luhur yang dianut bangsa Indonesia yang saling tolong menolong, berjiwa sosial dan mementingkan aspek kekeluargaan. Sistem pendidikan nasional menurut UUD 1945 juga tidak menginginkan sistem pendidikan di Indonesia berorientasi pasal yang liberal yang membuat persaingan didasarkan atas kekuatan modal. 88. Bahwa UU BHP juga menafikan aspek sosiologis yakni realitas mengenai penyelenggaraan pendidikan yang sudah ada termasuk yang diselenggarakan oleh berbagai yayasan, perkumpulan, dan sebagainya. Selama ini sudah ada penyelengaraan pendidikan di masyarakat berlangsung dengan semangat voluntarisme karena menjunjung tinggi nilai-nilai luhur pendidikan. Begitu pula dengan keberadaan yayasan dan perkumpulan yang masing-masing juga telah memiliki nilai-nilai yang jauh dari orientasi pasar. Yayasan, perkumpulan dan inisiatif penyelenggaraan pendidikan dari masyarakat lainnya harus ikut pula dengan sistem dan semangat yang dibangun oleh UU BHP yakni persaingan pasar. Jika tidak turut serta, maka keberadaan mereka akan lama-lama mati karena tingginya standar biaya pendidikan sementara mereka kesulitan untuk bersaing karena harus menjaring dana sebanyaknya-banyaknya untuk bisa maju. 89. Bahwa Sistem BHP dan UU BHP juga tidak memperhatikan aspek yuridis yakni jangan sampai menimbulkan pertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan badan hukum. Kenyataannya, nilai-nilai UU BHP banyak yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dalam UU Sisdiknas, termasuk pula tidak sejalan dengan kewajiban Pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 11 107 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. 90. Bahwa ternyata pilihan kebijakan sistem BHP dan UU BHP tidak memperhatikan aspek implementasi tanggung jawab Negara. Justru UU BHP secara tegas dan nyata bermaksud untuk mengurangi atau menghindar dari kewajiban konstitusional negara di bidang pendidikan, sehingga memberatkan masyarakat danatau peserta didik. Ketentuan- ketentuan sebagaimana diuraikan pada dalil-dalil argumentasi sebelumnya mulai dari ketentuan mengenai tata kelola, kekayaan, pendanaan, dan pembubaran memperlihatkan bahwa negara bermaksud mengurangi kewajiban konstitusionalnya dan bermaksud membebankan kewajiban tersebut kepada masyarakat danatau peserta didik. 91. Bahwa secara faktual, UU BHP juga tidak memperhastikan aspek aspirasi masyarakat dalam pembentukan Undang-Undang mengenai badan hukum pendidikan. Akhirnya, persoalan ini dapat menimbulkan kekacauan dan permasalahan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia karena banyak penyelenggara pendidikan dan kelompok masyarakat termasuk peserta didik yang menolak. Kesiapan untuk bersaing di pasar pendidikan akibat sistem BHP tidak hanya perlu ditanyakan kepada penyelenggara pendidikan saja tetapi juga kepada masyarakat yang menjadi subjek hak atas pendidikan. 92. Bahwa dari uraian dalil-dalil di atas, amanat Mahkamah Konstitusi melalui pertimbangan putusannya tidak dijalankan oleh UU BHP. UU BHP justru mereduksi fungsi negara; UU BHP tidak sejalan dengan aspek filosofis, sosiologi dan yuridis pendidikan; UU BHP juga mereduksi tanggung jawab negara dan tidak memperhatikan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, sistem BHP yang dilahirkan darti Pasal 53 ayat 1 UU Sisdiknas dan pengaturan tentang BHP melalui UU BHP tidak memenuhi amanat konstitusi sebagaimana yang ditafsirkan MK melalui pertimbangan putusannya. 3. Pasal 53 ayat 1 UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU BHP Bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945, Pasal 1 ayat 3, Pasal 108 28C ayat 1, Pasal 28D ayat 1, Pasal 28E ayat 1 serta Pasal 28 I ayat 2, Pasal 31 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 UUD 1945 93. Sesuai dengan uraian dalil-dalil di atas para Pemohon berkesimpulan sebagai berikut: a. menurut UUD 1945, pendidikan merupakan public goods atau barang publik. b. oleh karena pendidikan sebagai barang publik maka Pemerintah merupakan aktor utama dalam penyelenggaraan pendidikan dan Pemerintah tidak boleh mengurangi fungsi dan tanggung jawabnya. c. dengan membuat kebijakan politik melalui aturan perundang-undangan yang telah membuat sistem pendidikan menjadi private goods , sulit diakses, berorientasi pasar, diskriminatif dan berbiaya tinggi akibat sistem BHP, serta mereduksi tanggung jawab negara dalam penyelenggaraan pendidikan maka aturan perundang-undangan yang menjadi landasan terbentuknya BHP bertentangan dengan UUD 1945. 94. Bahwa yang melandasi pilihan kebijakan BHP sebagai landasan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional adalah Pasal 53 ayat 1 UU Sisdiknas dan yang menjadi landasan hukum pelaksanaan BHP adalah UU BHP. 95. Pasal 53 ayat 1 UU Sisdiknas adalah pilihan kebijakan dan UU BHP merupakan pengaturan hasil pilihan kebijakan tersebut. Ternyata nyata dan jelas pilihan kebijakan untuk menjadikan sistem BHP sebagai landasan penyelenggaran sistem pendidikan nasional telah mencipkatan paradigma baru, yakni penyelenggaraan pendidikan yang bersifat korporatif dengan mekanisme pasar. 96. Sementara itu, Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945, Pasal 31 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5, Pasal 28C ayat 1, Pasal 28E ayat 1 telah memberikan paradigma pendidikan sesuai konstitusi yang ternyata tidak sejalan dengan paradigma pendidikan baru yang diciptakan oleh sistem BHP dan UU BHP. Selain itu, sistem BHP dan UU BHP telah menciptakan ketidakpastian hukum, ketidaksamaan di depan hukum dan diskriminatif sebagaimana dalil-dalil yang telah diuraikan di atas yang 109 karenanya bertentangan dengan cita-cita negara hukum dengan kepastian hukumnya dalam Pasal 1 ayat 3, persamaan di bidang hukum dan kepastian hukum yang adil seperti dalam Pasal 28D ayat 1 dan larangan diskriminasi sesuai Pasal 28I ayat 2 UUD 1945; 97. Dengan menyatakan Pasal 53 ayat 1 UU Sisdiknas dan keseluruhan UU BHP bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan mengikat, bukan berarti terjadi kekosongan hukum. Selama ini, semenjak Indonesia merdeka, bangsa ini telah menjalankan suatu sistem pendidikan nasional dengan paradigma yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia. Sistem yang telah ada dapat dijalankan meskipun tetap membutuhkan suatu evaluasi kritis, perbaikan dan optimalisasi dengan syarat tidak bertentangan dengan paradigma pendidikan menurut UUD 1945. 98. Bahwa oleh karena paradigma pendidikan menurut sistem BHP dan UU BHP tidak sejalan dengan paradigma pendidikan menurut UUD 1945 ketentuan hukum yang mengatur pilihan kebijakan BHP tersebut harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 99. Dengan demikian, Pasal 53 ayat 1 UU Sisdiksnas dan keseluruhan UU BHP bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945, Pasal 31 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5, Pasal 28C ayat 1, Pasal 28D ayat 1, Pasal 28E ayat 1, Pasal 28I ayat 2, Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, para Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memutus sebagai berikut: 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian Undang- Undang para Pemohon ; 2. Menyatakan Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945, Pasal 1 ayat 3, 110 Pasal 28C ayat 1, Pasal 28D ayat 1, Pasal 28E ayat 1 serta Pasal 28I ayat 2, Pasal 31 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5, UUD 1945; 3. Menyatakan Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya ex aeque et bono . [2 .9 ] Menimbang bahwa untuk mendukung dalil-dalilnya, Pemohon Perkara Nomor 21PUU-VII2009 mengajukan bukti surat atau tertulis yang diberi tanda Bukti P-1 sampai dengan Bukti P-16 sebagai berikut: 1. Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2. Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan; 3. Bukti P-3 : Fotokopi Akta Yayasan Sarjanawiyata Taman Siswa Nomor 53 bertanggal 24 Maret 2008 yang dikeluarkan Iin Sunny Atmadja, Bantul, D.I. Yogyakarta; 4. Bukti P-4a : Fotokopi Surat Keputusan Badan Pembina Yayasan Sarjana Wiyata Taman Siswa tentang Pengesahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; 5. Bukti P-4b : Fotokopi Akta Perubahan Kegiatan Dasar Sentra Advokasi Untuk Pendidikan Rakyat; 6. Bukti P-5 : Fotokopi Akta Pusat Belajar Masyarakat, Notaris Endang Murdiatiningsih; 7. Bukti P-6 : Fotokopi Akta Sarekat Rakyat Miskin Kota; 8. Bukti P-7 : Fotokopi BHP: Skenario Liberalisasi Pendidikan Negeri ini Kajian Lanjutan Mengenai Esensi BHP dan Kontradiksi Penerapannya dengan Dunia Pendidikan Indonesia; 111 9. Bukti P-8 : Fotokopi Kajian Terhadap UU BHP sebagai Undang-Undang yang bertentangan dengan Konstitusi; 10. Bukti P-9 : Fotokopi Makalah “Pendidikan yang Membumi dalam Konteks Mencerdaskan Kehidupan Bangsa ” oleh Prof. Dr. Winarno Surakhmad; 11. Bukti P-10 : Fotokopi tulisan “Tirani Kapital dalam Pendidikan-Menolak UU BHP ”, tulisan Darmaningtyas; 12. Bukti P-11 : Fotokopi tulisan “UU BHP Membawa Bangsa ke Kehancuran Total” , tulisan Darmaningtyas; 12. Bukti P-12 : Fotokopi tulisan “Pendidikan Sebagai barang Publik: Telaah Pendidikan dalam Berbagai Perspektif Teori Sosial Pendidikan”, tulisan M. Zainudin; 13. Bukti P-13 : Kumpualn Artikel; 14. Bukti P-14 : The Pure Theory of Public Expenditure, Paul A. Samuelson; 15. Bukti P-15 : A Theory of Public Goods, Randall G Holcombe ; 16. Bukti P-16 : Pendidikan Tinggi sebagai Sarana Publik, Amich Alhumami; Bahwa di samping mengajukan bukti-bukti surat atau tulisan, Pemohon Perkara Nomor 21PUU-VII2009 juga mengajukan seorang saksi dan empat orang ahli yang memberikan keterangan di bawah sumpah pada persidangan tanggal 3 September 2009, pada pokoknya sebagai berikut:

1. Saksi Dimas Ari Nurdianto