Saksi Dr.H.Fathoni Rodli,M.Pd

286 • Komersialisasi perguruan tinggi sangat mungkin terjadi sebelum diterapkannya UU BHP karena belum terjadi perubahan paradigma, perguruan-perguruan tinggi masih mengandalkan SPP dan iuran-iurna lain untuk operasional; • Perguruan-perguruan tinggi juga gagal quote and quote membantu mahasiswanya untuk mempunyai peningkatan finansial untuk membiayai pendidikannya. Artinya semangat enterpreunial belum sepenuhnya dikembangkan di perguruan tinggi. Hal ini berbeda dengan UU BHP yang memberikan manfaat ganda bagi pengurangan beban masyarakat dna bagi kemandirian pendidikan itu sendiri;

4. Saksi Dr.H.Fathoni Rodli,M.Pd

• Pendidikan merupakan upaya sadar dalam mengembangkan potensi anak sejak dalam kandungan sampai ke liang lahat melalui jalur pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. UU Sisdiknas merupakan amanat reformasi pendidikan dengan memperhatikan aspek yuridis, historis, filosofis, akademis, sosiologis dan futuristik. • Aspek yuridis berangkat dari UUD 1945 dan amanat MPR serta perundang- undangan, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung, termasuk konvensi yang hidup dan berkembang di Indonesia. Aspek historis merupakan landasan kesejarahan bangsa Indonesia yang pernah berkembang dan memberikan nilai kejuangan dalam kehidupan bangsa Indonesia, hal ini penting agar kita tidak menjadi bangsa yang ahistoris, melecehkan segi kepahlawanan dan para pahlawan. Aspek filosofis merupakan nilai pandangan hidup dan landasan kebenaran bagi kehidupan dan tujuan hidup masyarakat. Aspek akademis merupakan ontologi, epistemologi, dan aksiologi pendidikan termasuk pendidikan anak yang andragogi. Aspek sosiologis merupakan tatanan kemasyarakatan yang memiliki nilai-nilai budaya, tradisi yang hidup di masyarakat. Aspek futuristik merupakan kemanfataan pada masa depan agar tidak ketinggalan zaman dan masa berlaku Undang-Undang yang lebih panjang ke depan. • Berdasarkan aspek di atas telah disusun naskah akademik dan RUU Sisdiknas dan disusun Daftar Inventarisasi Masalah DIM. Pengajuan dan pengujian UU Sisdiknas merupakan salah satu bentuk keraguan, multitafsir dalam implementasinya. 287 • Pembahasan RUU Sisdiknas waktu itu termasuk penuh dinamika yang panjang dan melelahkan karena terdapat beberapa pasal yang mendapat respon dan reaksi keras dari masyarakat. Perdebatan, perundingan, lobi dan kompromi telah dilakukan dan bahkan voting dalam pengesahan UU Sisdiknas telah terjadi. • Dalam perjalanannya UU Sisdiknas, telah terjadi judicial review ke Mahkamah Konstitusi sampai enam kali yang terkait dengan pasal tentang: 1. Pencapaian anggaran 20 APBN secara bertahap, dimenangkan oleh Pemohon dengan menggantinya secara langsung; 2. Pencapaian anggaran penddikan di luar gaji dan pendidikan kedinasan, sebelumnya hanya 6,8 enam koma delapan perseratus dari APBN, dimenangkan Pemohon yakni Pemerintah wajib memenuhi anggaran pendidikan minimal 20 dua puluh perseratus dari APBN; 3. Dana pendidikan selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 dua puluh perseratus dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 dua puluh perseratus dari APBD. Pasal 49 UU Sisdiknas dimenangkan oleh Pemohon yakni Pemerintah wajib memenuhi anggaran pendidikan minimal 20 dua puluh perseratus dari APBN termasuk gaji guru; 4. badan hukum pendidikan, yakni Pasal 53 ”Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan Undang-Undang tersendiri.” Waktu itu masih RUU BHP, dimenangkan oleh Termohon yakni RUU BHP tidak bertentangan dengan UUD 1945; 5. UU BHP yang merupakan implementasi dari Pasal 53 UU Sisdiknas, yang sedang persidangan di Mahkamah Konstitusi; 6. Pendidikan Anak Usia Dini jalur formal TKRA dianggap terdapat ketidakpastian hukum karena berlakunya Pasal 9, Pasal 28, Pasal 42, dan Pasal 51 UU Sisdiknas; • Pemohon menjelaskan bahwa Pasal 28 ayat 2 UU Sisdiknas menyebutkan ”Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal danatau informal” . Dalam kesimpulan akhirnya dianggap ada dua kesimpulan yang berbeda yakni i PAUD merupakan bagian dari pendidikan nonformal dan tidak dapat dimasukkan dalam jenjang pendidikan formal, ii PAUD merupakan bagian dari pendidikan formal; 288 • Tradisi yang berkembang di masyarakat yakni pendidikan anak sejak dalam kandungan berbentuk pendidikan informal, yakni tradisi pendidikan keluarga bagi seorang ibu yang mengandung 100 hari. Tradisi tersebut dikenal dengan ” neloni ” yakni tiga bulan pertama kandungan. Kegiatan ” neloni ” antara lain kajian-kajianmengajiberdoa secara khusus untuk calon bayi yang dikandung. Ajaran agama menyatakan usia kandungan 100 hari merupakan penentuan nasib dan pemberian nyawa kepada janin. Nasib berupa rejeki, jodoh dan mati ditentukan masa itu. • Tradisi ” mitoni ” atau ” ngrujaki ” merupakan tradisi upacara kandungan ke tujuh bulan, dimana merupakan puncak keinginan bagi seorang calon ibu alias ” ngidam ”. Kegiatan ” ngrujaki ” diwarnai dengan berbagai jenis rujak dan daftar keinginan calon ibu. Untuk antisipasi ngidam maka keluarga mengarahkan dengan membaca Al Quran surat Yusuf dan surat Maryam. Artinya kalau kelak lahir laki-laki akan bekrmebang seperti Nabi Yusuf yang tabah, penyabar, mempersona, berderajad tinggi dan mulia. Jika lahir perempuan akan seperti Siti Maryam, tokoh perempuan yang mulia dan selalu dalam lindungan Tuhan. Semua itu merupakan pendidikan informal yakni pendidikan keluarga dan masyarakat. • Setelah lahir, janin diupacarakan dengan ” aqiqah ” sambil memberi nama sebagai tanda dan mendoakan penyandang nama. Pada usia 7 bulan diupacarakan ” medon lemah ” sebagai bentuk doa dan penyerahan si bayi kepada penghuni bumi baik yang gaib maupun yang kasat mata. Dalam kegiatan itu dicoba mengetahui indikator atau talenta awal melalui upacara ”mengurung” si anak bayi bersama berbagai jenis benda seperti pensil, mainan, makanan kecil dan lain-lain yang merupakan perlambang kelak akan menjadi orang dewasa sebagai apa. Contohnya si anak bayi yang memilih pensil dipercayai kelak akan menjadi intelektual atau akademisi. • Perkembangan usia anak nol sampai dengan usia menjelang masuk sekolah yang diupacarakan merupakan bentuk pendidikan informal di keluaga dan masyarakat. Namun pendidikan informal seperti itu sekarang sudah memudar dan hilang di keluarga dan masyarakat, padahal nilai edukatifnya sangat baik. Tradisi dan kebudayaan yang makin hilang seperti itu harus dikembangkan agar budaya bangsa Indonesia tetap eksis, terutama melalui pendidikan. 289 • Dalam sejarahanya, Taman Kanak-Kanak TK didirikan saat bangsa Indonesia sudah merdeka dan ingin mengejar ketertinggalannya dengan bangsa lain. Setelah merdeka masih banyak mengandung persoalan bangsa dan sekitar tahun lima puluhan berdirilah banyak TK baik yang diselenggarakan oleh lembaga keagamaan, nasional, pesantren dan para pejuang. Antara lain Taman Siswa, Taman Pendidikan dan lain-lain. TK merupakan terjemahan Raudlatul Athfal yang artinya taman anak. Namun istilah kanak-kanak muncul karena pengaruh bahasa daerah Jawa Timur pengaruh bahasa Madura. Anak diartikan kanak-kanak sehingga RA menjadi taman kanak-kanak. Istilah ”kekanak-kanakan” mengandung arti, sikap seseorang yang masih seperti anak-anak. • Dalam upaya percepatan penyelenggaraan pendidikan, telah berkembang TK, yang merupakan taman pendidikan bagi anak usia pra sekolah yang sebagian masyarakat merasakan pentingnya penanganan pendidikan pra sekolah yang belakangan dikategorikan PAUD, yang dahulu disebut PADU. Atas usul Panja RUU Sisdiknas, istilah PADU dirasa kurang tepat karena PADU bahasa Indonesianya berarti terpadu, sinergi, terkait. Namun bahasa daerah ” PADU ” berarti berantem, konflik. Akhirnya disepakati dengan istilah PAUD. • Pembahasan pasal TK sebagai jalur pendidikan formal atau nonformal memerlukan waktu cukup panjang karena argumentasi antara yang pro TK jalur ”formal” dan TK jalur ”nonformal” seimbang, sama-sama logis dari aspek akademis. Namun dari aspek historis dan sosiologis, yang pro TK jalur ”formal” mempunyai fakta sejarah dan fakta sosial yang lebih kuat. Dicontohkan banyak TK yang berdiri dan membuat TK sebagai pendidikan yang terstruktur, terencana, memiliki rencana kegiatan mingguan, rencana kegiatan harian. TK sebelumnya hanya mengandalkan pembelajaran berbasis bukukitab yang ada. TK memiliki ”desain” yang ”resmi” dari lembaga pendidikan. • Sampai saat ini banyak penyelenggara pendidikan masih menggunakan istilah ”Taman Pendidikan” walaupun dulu dipaksa menambah kata ”Yayasan Taman Pendidikan”. Di Surabaya terkenal yang terkenal TP Khodijah yakni Taman Pendidikan Khodijah Surabaya yang alumninya banyak menjadi menteri Menteri Agama, Menteri Peranan Wanita dan Mendiknas, di Yogyakarta 290 dikenal Taman Siswa, yang lambangnya digunakan sebagai lambang Departemen Pendidikan Nasional. • Perdebatan antara yang pro dan kontra TK sebagai PAUD formal dikompromikan dengan tambahan kata ”dapat” sehingganya lengkapnya pasal tersebut adalah TK merupakan pendidikan anak usia dini yang dapat dilakukan secara formal. Artinya kepastian hukum TK sebagai PAUD formal dapat menjadi pendidikan formal, tetapi dapat pula menjadi nonformal. Para pelaksana pendidikan PAUD bisa memperlakukan TK berbentuk formal, jika memungkinkan, namun jika tidak memungkinkan bisa berbentuk nonformal. Kepastian hukum tersebut memberi konsekuensi bahwa alumni TKRA tidak menjadi persyaratan dalam penerimaan pendidikan selanjutnya yakni SDMI, namun faktanya ada tingkat kesulitan yang cukup bagi guru bagi siswa yang tidak mengikuti TK disandingkan dengan siswa yang tamat TK. Penyesuaian homogenitas yang tamat TK dengan siswa yang tidak mengikuti TK cukup mengganggu kelancaran pembelajaran. • Opsi penyelenggaraan pendidikan anak usia pra sekolah dikelola oleh Direktorat Pembinaan TK dan SD Ditjen Mandikdasmen dan juga ada Direktorat PAUD Ditjen Pendidikan Nonformal dan Informal Depdiknas. Di Departemen Agama pada Direktorat Pendidikan pada Madrasah untuk RA dan PAUD nonformal di Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren di Departemen Agama. • Opsi jalur pendidikan formal dan jalur pendidikan nonformal bagi PAUD berarti fleksibilitas, menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Fleksibilitas bukan berarti ”terdapat ketidakpastian hukum.” Bhineka Tunggal Ika, berbeda tetapi tetap satu merupakan ruh dari felsibilitas tersebut. Pendidikan bukan kaku, bukan beton namun penuh dengan kiat. Pembelajaran juga merupakan art , pengajaran adalah seni. Teaching is art . • Undang-Undang Guru dan Dosen lahir sesudah UU Sisdiknas. Pendidikan yang diatur dalam UU Guru dan Dosen adalah pendidikan jalur formal sehingga TK yang secara sosiologis sebagai pendidikan formal, mempeorleh hak dan kewajiban yang sama dengan guru formal di SDMI,SMPMTs,SMA,SMKMA. • Jumlah guru TK dan RA sebanyak 246.385 orang, TK negeri 32.087 orang, TK swasta sebanyak 140.940 orang. Guru RA sebanyak 73.360 orang dan 291 yang memperoleh tunjangan profesi guru formal sebanyak 2.821 orang di Departemen Agama dan guru TK sebanyak sekitar 6.000 orang. Tunjangan profesi sebesar Rp.1.500.000,- satu juta lima ratus ribu rupiah. • Bagi penyelenggara TK, kesejahteraan seperti itu memberi semangat bagi pendidik TK dan membantu beban penyelenggara dalam mensejahterakan gurunya walaupun belum semua guru TK memperolehnya. Di beberapa TK para penerima tunjangan profesi ini tidak sepenuhnya untuk dirinya sendiri tetapi dibagikan secara proporsional ke guru yang belum mendapat tunjangan demi rasa saling memiliki terhadap TK dan kecintaan pada anak-anak TK. • Para penyelenggara TK merasakan bahwa menyelenggarakan TK secara formal mendapatkan respon dan kepercayaan pada masyarakat pada era enam puluhan sehingga banyak penyelenggara TK diminta mendirikan SDMI dan setelah lulus SDMI mendirikan SMPMTs dan mendirikan SMAMA. Banyak penyelenggara TK swasta di era 60-an saat ini telah memiliki sekolah atau atap yakni mulai TK, kelas I sampai dengan kelas XII, yang saat ini ditiru oleh sekolahmadrasah negeri. Pengalaman mendirikan TK merupakan inspirasi pendidikan formal tingkat lanjutan. Bahkan konvensi atau aturan yang tak tertulis menyatakan jika lembaga pendidikan berhasil dalam pengelolaan TK hampir dapat dipastikan akan berhasil mengelola jenjang pendidikan selanjutnya. • Pada perkembangannya, pendidikan TK telah menjadi wahana penelusuran talenta siswa yang dalam setiap perkembangan aspek fisik dan psikologis dideteksi sehingga potensi anak TK dapat diprediksi dan diarahkan kepada jenis pendidikan dan profesi yang tepat bagi anak. Fakta akademis menunjukkan bahwa para pemenang olimpiade tingkat internasional dan para ilmuwan muda Indonesia di luar negeri yang relatif muda bahkan menjadi doktor dan profesor di usia 25 tahun sudah terdekteksi potensinya di masa TK. • Di beberapa TK memang menyediakan layanan khusus bagi siswa yang memiliki potensi genius dengan percepatan pembelajaran termasuk di sekolah. Model penyelenggaraan TK bagi siswa genius sudah dikembangkan di beberapa daerah. • Ada beberapa orang tua yang merasa keberatan bagi proses pembelajaran di TK, terkadang kepala dan guru TK terjebak pada pendekatan yang bersifat 292 pembelajaran terlalu formal sehingga sebagian memberi mata pelajaran pada usia TK sehingga menyita masa bermainnya, termasuk upacara wisuda bagi TK merupakan kegiatan yang berlebihan karena itu pengawas pendidikan TK perlu mengarahkan dan menertibkan kegiatan pendidikan yang sesuai dengan usianya.

5. Ahli Prof. Dr. Djoko Hartanto