Saksi Prof. Dr. Johanes Gunawan,S.H.

283 4. Aspek manfaat. Pengaturan mengenai badan hukum pendidikan dalam Undang-Undang dimaksud merupakan implementasi tanggung jawab negara dan tidak dimaksudkan untuk mengurangi atau menghindar dari kewajiban konstitusional negara di bidang pendidikan, sehingga tidak memberatkan masyarakat danatau peserta didik; 5. Aspek aspirasi. Pemerintah telah memperhatikan aspirasi masyarakat pendidikan di dalam pembentukan Undang-Undang mengenai badan hukum pendidikan, agar tidak menimbulkan kekacauan dan permasalahan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Bila dicermati secara seksama, UU BHP telah memenuhi kelima aspek di atas, sehingga tidak dapat dikatakan bertentangan dengan UUD 1945. Berdasarkan penjelasan di atas, Pemerintah berpendapat bahwa UU Sisdiknas dan UU BHP tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, Pemerintah memohon agar permohonan para Pemohon ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima. [2 .1 6 ] Menimbang bahwa untuk mendukung keterangannya, Pemerintah mengajukan empat orang saksi yaitu 1 Prof. Dr. Johanes Gunawan, S.H., 2 Dr. Suharyadi, S.E, 3 Nurdin Rivai, S.E, dan 4 Dr.H.Fathoni Rodli,M.Pd dan empat ahli masing-masing 1 Prof. Dr. Djoko Hartanto , 2 Prof. Dr. Arifin .P.Soeria Atmadja, 3 Dr. Anggani Sudono, M.A. dan Dra. Nurdiana Dini, M.Si. yang didengar keteranganya pada persidangan, pada pokoknya sebagai berikut:

1. Saksi Prof. Dr. Johanes Gunawan,S.H.

• Latar belakang badan hukum pendidikan bagi perguruan tinggi adalah didasarkan pada i hakikat perguruan tinggi, dan ii karena ada perintah Undang-Undang in casu UU Sisdiknas. • UU Sisdiknas memerintahkan agar perguruan tinggi memiliki otonomi, sedangkan bagi pendidikan dasar dan menengah menggunakan manajemen berbasis sekolah, atau madrasah. Supaya otonomi, maka baik perguruan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah harus diberi status sebagai badan hukum yang terpisah dari penyelenggaranya. 284 • Pembentuk Undang-Undang sungguh-sungguh memperhatikan putusan Mahkamah Konsttusi yang pada pokoknya yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain sejenis yang sudah ada yang menyelenggarakan pendidikan tidak boleh dibubarkan atau tetap diakui dengan tidak perlu mengubah bentuknya dalam waktu yang tidak ditentukan tetapi harus menyesuaikan tata kelolanya sesuai tata kelola BHP dalam waktu paling lama enam tahun sejak UU BHP diundangkan; • Bahwa prinsip tata kelola yang dimaksud oleh UU BHP adalah tugas dan wewenang dari organ-organ BHP yakni organ representasi pemangku kepentingan, organ pengelola pendidikan, organ audit non akadmeik, dan organ representasi pendidik, ditambahkan pada tugas dan wewenang organ-organ dari yayasan, yaitu pembina, pengurus dan pengawas; • Berkaitan dengan jabatan-jabatan organik dalam pendidikan tinggi seperti rektor, dekan dan lain-lain diserahkan kepada pengurus yang disahkan oleh pembina. • Bahwa pendidikan dasar dan menengah yang memenuhi standar nasional pendidikan yang harus menjadi BHPP dan BHPPD. • Pendanaan dalam BHP terdiri atas lima komponen, yakni, biaya investasi, biaya operasional, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan. • Biaya operasional untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh BHP, Pemerintah bersama-sama dengan BHPP menanggung minimal 50 lima puluh perseratus untuk pemenuhan standar nasional pendidikan sedangkan biaya operasional yang diizinkan untuk dibebankan kepada mahasiswa di perguruan tinggi setelah perguruan tinggi yang bersangkutan berstatus BHPP maka mahasiswa tersebut hanya boleh dibebani maksimal 13 sepertiga dari biaya operaisonal. • Perguruan tinggi yang berstatus BHPP wajib menjaring mahasiswa yang kurang mampu sebanyak 20 dua puluh perseratus dari seluruh mahasiswa baru. • UUD 1945 hanya mewajibkan pemerintah menanggung biaya pendidikan dasar sedangkan untuk pendidikan tinggi UUD 1945 tidak mengaturnya, namun demikian, UU BHP justru melebihi dari kewajiban Pasal 31 ayat 2 UUD 1945, yakni biaya investasi 100 seratus persen dan 13 sepertiga biaya operasional. 285 • Bahwa dengan UU BHP tidak ada pemindahan status PNS menjadi pegawai BHP yang ada adalah PNS yang ada di satuan pendidikan dimaksud akan menjadi PNS DPK di BHP yang bersangkutan. • Bahwa benar pendidikan adalah public goods tetapi tidak benar kalau dikatakan dengan berstatus sebagai badan hukum perdata sifat dari public goods menjadi berubah seperti jalan tol adalah public goods tetapi badan pengelolanya adalah badan hukum perdata; • Bahwa tidak benar dengan BHP maka terjadi komersialisasi pendidikan karena dalam komersialisasi dikandung pengertian ketika mendapat sisa hasil usaha, maka sisa hasil usaha dibagikan kepada pemegang saham, sedangkan BHP tidak didesain atas dasar saham.

2. Saksi Dr. Suharyadi, S.E.