183 sebagaimana dirumuskan Pasal 10, lalu kebebasan yayasan sebagai
rechts persoon
menjadi dikurangi atau dikebiri.
3. Ahli Abdul Hakim Garuda Nusantara,S.H.,LL.M
• Ada tiga pertanyaan yang relevan dengan pokok permohonan para Pemohon,
yakni pertama
, apakah ketentuan-ketentuan pengakuan dan perlindungan hak azasi manusia yang tertuang dalam UUD 1945 dapat diperluas
pemberlakuannya untuk badan-badan hukum, seperti antara lain yayasan, perkumpulan, atau bentuk-bentuk korporasi lainnya,?
kedua , apabila
jawabannya positif, apakah seluruh daftar hak asasi manusia yang termuat dalam UUD 1945 dapat diperluas berlakunya untuk badan-badan hukum atau
hanya pasal-pasal tertentu saja,? dan ketiga
, apakah pasal-pasal a quo
dalam UU BHP apabila dilaksanakan akan mempersempit akses rakyat pada fasilitas
pendidikan yang berarti mengurangi peluang rakyat untuk mewujudkan haknya atas pendidikan yang dijamin dalam UUD 1945?
• Terhadap pertanyaan yang pertama, Badan-badan hukum seperti yayasan
atau bentuk-bentuk korporasi lainnya terang bukan ciptaan Allah Yang Maha Kuasa. Ia jelas suatu badan hukum yang diciptakan oleh manusia-manusia
yang menjadi pendirinya untuk tujuan bersama. Yakni untuk melayani kebutuhan-kebutuhan manusia di bidang-bidang yang memerlukan pelayanan,
seperti pendidikan, agama, kebudayaan, dan lain sebagainya. •
Bahwa badan hukum merupakan entitas yang terpisah dari manusia-manusia yang mendirikannya, tetapi ia adalah sebuah kendaraan yang vital bagi
manusia-manusia yang menjalankannya, dan yang rakyat yang dilayaninya. Dengan kendaraan yang bernama badan hukum itu misalnya yayasan,
kegiatan-kegiatan pelayanan masyakarat bisa dilaksanakan secara lebih efektif. Ia bisa menjadi kendaraan yang efektif untuk memenuhi hak-hak
manusia yang bersifat dasar atau asasi. Misalnya hak untuk memperoleh pendidikan, hak atas pekerjaan, terutama ketika badan hukum itu melakukan
kegiatan yang membuka lapangan kerja baru, hak atas kesehatan ketika badan hukum seperti yayasan itu bergerak dalam kegiatan pelayanan
kesehatan masyarakat, hak atas bantuan hukum ketika suatu badan hukum bergerak di bidang pelayanan hukum untuk masyarakat. Dengan mencermati
184 dan menimbang badan hukum dalam perpektif efektivitas kegunaannya bagi
fasilitasi hak asasi manusia sebagaimana tersebut di atas, kearifan yang senantiasa berada dalam cahaya akal sehat dan nurani kita mengarahkan kita
kepada suatu pemahaman bahwa badan-badan hukum seperti yayasan dan bentuk bentuk korporasi atau asosiasi mempunyai hak-hak dasar yang wajib
diakui dan dilindungi oleh UUD 1945. Sebab apabila hak-hak dasar badan hukum itu tidak diakui dan dilindungi, maka eksistensi badan-badan hukum itu
akan menjadi rentan. •
Badan-badan hukum itu akan dengan mudah di kesampingkan, didiskriminasi, dan ditiadakan, dan akan menghadapi berbagai perlakuan yang tidak adil
lainnya. Akibatnya, akan terlanggar pula hak-hak asasi rakyat yang selama ini
dilayani atau dipenuhi oleh badan-badan hukum itu. Dengan demikian, pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia yang tertuang dalam UUD
1945 semestinya dapat diperluas berlakunya pada badan-badan hukum, seperti antara lain yayasan, dan perkumpulan, atau bentuk koorporasi lainnya.
• Bahwa sistem pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia yang diperluas
berlakunya bagi badan-badan hukum itu diakui pula oleh komite hak-hak sipil dan politik PBB yang dalam kasus Singer melawan Kanada, mengakui prinsip
derivative entitlement . Dalam kasus itu Pemerintah Kanada mengajukan
keberatan kepada Komite atas adanya komunikasi yang diajukan oleh Alan Singer berkenaan dengan dakwaan bahwa Pemerintah Kanada telah
melanggar Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Keberatan ini ditolak oleh komite. Dalam kasus Thompson News Paper
Limited melawan Kanada, pengadilan memutuskan bahwa ketentuan dalam piagam hak-hak dan kebebasan berlaku untuk korporasi atau badan hukum
karena baik hak-hak badan hukum maupun manusia dalam kasus tersebut dilanggar. Dua kasus tersebut di atas menunjukkan dianutnya teori-teori
derivative entitlement yaitu bahwa pelanggaran hak anggota atau pengurus
suatu badan hukum, berarti pula secara tidak lansung melanggar pula hak badan hukum tersebut atau bisa sebaliknya, pelanggaran badan hukum
membawa akibat pelanggaran hak-hak manusia yang menjadi anggotanya atau yang dilayaninya.
185 •
Namun demikian, penting pula untuk memahami bahwa hak-hak badan hukum sebagai entitas yang terpisah dan otonom memperoleh perlindungan
langsung Konstitusi yang terpisah dari hak-hak para individu yang mengelolanya. Tidak seperti hak asasi manusia yang bersifat melekat, atau
inheren, hak-hak dasar badan hukum itu diberikan oleh Undang-Undang. Di situ kemampuan hukum untuk mendefinisikan dan membatasi lingkup hak-hak
badan hukum adalah suatu konsekuensi yang pasti dari fakta bahwa badan itu adalah sebuah kreasi sementara manusia bukan. Karena itu, Undang-Undang
menganugerahi hak-hak kepada badan-badan hukum yang sesuai dengan efektivitas tugas-tugasnya yang mana Undang-Undang mengakui badan-
badan hukum itu mampu menjalankannya. •
Analisa teoritik ini tidak akan melemahkan klaim badan-badan hukum atas hak-hak dasarnya dan perlindungan konstitusional atas hak-hak dasar
tersebut. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa mengakui pula hak-hak badan hukum yang terpisah dari hak-hak para pengelolanya atau para pemegang
sahamnya. Dalam kasus Agro Taxim melawan Yunani, Agro Taxim adalah sebuah perseroan terbatas yang merupakan pemegang saham utama
perusahaan lain, Pemerintah Yunani mengambil alih tanah milik Bruvery, Agro Taxim kemudian mengadukan kasus pengambilan alih tanah oleh Pemerintah
Yunani itu, di pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa. Pengadilan menolak pengaduan itu karena menurut pengadilan, yang menjadi korban pelanggaran
hak asasi manusia adalah Fricks Bruvery bukan Agro Taxim sebagai pemegang saham. Sudah menjadi yurisprudensi yang bersifat tetap yang
berlaku di berlaku di berbagai yurisdiksi hukum. Di Amerika, Kanada, dan Eropa, serta Insyaallah nanti di Indonesia bahwa pengakuan dan perlindungan
hak asasi manusia yang tertuang dalam konstitusi dan atau Undang-Undang Hak Asasi Manusia dapat diperluas kepada badan-badan hukum.
• Bilamana Majelis Hakim Konstitusi dan kita semua dapat menerima teori
perluasan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia kepada badan- badan hukum itu masih tersisa pertanyaan, apakah seluruh hak asasi manusia
yang tertuang dalam daftar hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 atau sebagian? Saya berpendapat, hanya hak-hak asasi tertentu
yang tertuang dalam daftar hak asasi manusia UUD 1945 yang pengakuan dan perlindungannya dapat diperluas kepada badan-badan hukum, yaitu
186 Pasal 28A,
“Setiap orang berhak untuk hidup, serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Walaupun hak hidup itu bersifat tidak melekat, sebagaimana manusia, itu tidak berarti hak hidup badan hukum yang
diberikan oleh Undang-Undang dapat dihilangkan atau dihapus secara sewenang-wenang. Pengakhiran hak hidup badan hukum ditentukan oleh
alasan-alasan yang tertuang di dalam Undang-Undang yang mengaturnya, tidak boleh. Pengakhiran hak hidup itu dilakukan secara terselubung dan
sewenang-wenang. Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, “Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Pasal ini penting
dan vital untuk melindungi badan-badan hukum dari berbagai bentuk kesewenangan dan diskriminasi yang bisa saja dilakukan oleh otoritas
publik. Pasal 28D ayat 1 UUD 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.”
Pasal 28D ayat 4 UUD 1945, “Setiap orang berhak
status kewarganegaraan.” Seperti halnya manusia, badan-badan hukum untuk
kehidupan yang memerlukan selain jaminan kepastian hukum yang adil, juga pengakuan atas kewarganegaraannya. Hukum menyatakan badan hukum
yang didirikan di Indonesia mempunyai kewarganegaraan Indonesia. Hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 28E ayat 3 dan Pasal 28F UUD 1945 berlaku pula untuk badan-badan hukum. Hal itu diperlukan terutama agar badan-badan hukum itu dapat
menyatakan dan menyebarluaskan visi dan misinya kepada masyarakat luas. Pasal 28H ayat 2 UUD 1945,
“Setiap orang berhak mendapat kemudahan, dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang
sama guna mencapai persamaan dan keadilan.” Pasal ini penting dan vital
bagi badan-badan hukum yang kecil dan lemah dari segi sarana dan prasarana. Khususnya badan-badan hukum yang melayani hajat hidup orang
banyak agar memperoleh perhatian khusus atau affirmative action
dari pemerintah. Pasal 28H ayat 4 UUD 1945,
“Setiap orang mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-
wenang oleh siapapun.” Pasal ini sangat vital bagi badan-badan hukum.
Terutama bagi perlindungan hukum bagi atas hak miliknya dari kemungkinan
diambil alih secara sewenang-wenang. Pasal 28I ayat 2 UUD 1945, “Setiap
187 orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apapun dan berhak mendapat perlindungan dan perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
• Bahwa permohonan Pemohon bahwa Pasal 1 angka 5 UU BHP, sepanjang
anak kalimat, “...dan diakui sebagai Badan Hukum Pendidikan,”
Pasal 8 ayat 3, dan Pasal 10 serta Pasal 67 ayat 2, ayat 4, Pasal 62 ayat 1,
sepanjang menyangkut Pasal 67 ayat 2 tentang Sanksi Administratif serta Bab IV tentang Tata Kelola. Pasal 14 sampai dengan Pasal 36 UU BHP,
mengharuskan yayasan, perkumpulan, dan badan Hukum lain sejenis yang menyelenggarakan pendidikan formal harus menjadi Badan Hukum
Pendidikan Penyelenggara yang selanjutnya disebut BHP Penyelenggara dan mendapat pengakuan sebagai Badan Hukum Pendidikan. Dalam hal mana
yang belum menyesuaikan tata Kelola tetap dapat menyelenggarakan pendidikan [v
ide Pasal 67 ayat 1 UU BHP] akan tetapi wajib menyesuaikan
tata Kelolanya dalam jangka waktu enam tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan [
vide Pasal 67 ayat 1 UU BHP] yang bagi yayasan yang tidak
memenuhinya akan terkena sanksi sebagaimana diatur di dalam Pasal 62 ayat 1 UU BHP. Lebih jauh para Pemohon mengatakan bahwa
diharuskannya yayasan menyesuaikan tata kelola sebagaimana yang diatur dalam UU BHP maka yayasan akan kehilangan eksistensinya dan rohnya,
dan kemudian sekaligus juga kehilangan raganya karena penyesuaian tata kelolanya diharuskan dengan melakukan perubahan anggaran dasar yayasan
[ vide
Pasal 67 ayat 4 UU BHP] dan yayasan tidak boleh lagi menyelenggarakan pendidikan karena satuan pendidikan yang didirikan
setelah UU BHP berlaku wajib berbentuk Badan Hukum Pendidikan vide
Pasal 10 UU BHP. Yayasan tidak hanya kehilangan roh, tetapi akan kehilangan pula raganya itu berarti hilangnya hak konstitusional yakni hak
insan dan badan hukum lainnya untuk menyelenggarakan pendidikan. •
Apa yang didalilkan oleh para Pemohon, sesungguhnya menggambarkan bagaimana Pasal-Pasal
a quo dalam UU BHP itu secara perlahan-lahan dan
terselubung mendelegetimasi dan melegalisasi peran yayasan-yayasan dan badan badan hukum lainnya yang sudah membuktikan darma baktinya dalam
menyediakan pelayanan di lapangan pendidikan kepada rakyat. Ini jelas bahwa tanpa disadari pasal
a quo dalam UU BHP apabila dijalankan akan
188 melahirkan suatu proses yang mempersempit akses rakyat pada fasilitas
pelayanan pendidikan. Ini terang merupakan pelanggaran hak atas rakyat untuk pendidikan. Berkenaan dengan
hak setiap orang atas pendidikan, Pasal 31 ayat 1 UUD 1945, mengatur sebagai berikut,
“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”
Lalu Pasal 28C ayat 1 UUD 1945 menegaskan,
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan tehnologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan manusia.”
Senafas dan semangat dan substansi yang
terkandung di dalam Pasal 31 ayat 1 dan Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 tersebut, Pasal 13 ayat 1 Konvenan
Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya menyatakan sebagai berikut,
“Negara-negara peserta konvensi ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan.”
• Negara-negara peserta bersepakat bahwa pendidikan harus diarahkan pada
perkembangan sepenuhnya dari kepribadian manusia dan kesadaran akan harga dirinya dan memperkuat rasa hormat terhadap hak hak asasi manusia
dan kebebasan kebebasan hakiki. Mereka selanjutnya bersepakat bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk ambil bagian secara
efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi, serta persahabatan di antara semua bangsa dan semua kelompok
rasial, etnis, atau agama, dan memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa- Bangsa demi memelihara perdamaian.
• Sebagaimana dapat dibaca dalam kutipan tersebut di atas, bahwa pendidikan
harus memungkinkan semua orang untuk berperan serta secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas. Termasuk dalam pengertian itu adalah peran
serta seluas-luasnya bagi pihak swasta atau masyarakat untuk turut serta dalam penyelenggaraan pendidikan. Berkenaan dengan hak masyarakat
untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan, Pasal 2 Protokol Nomor 1 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa
kebebasan mendirikan dan memimpin lembaga pendidikan merupakan hak setiap orang, baik individu maupun lembaga dari sekolah taman kanak-kanak,
sekolah dasar, sampai pendidikan tinggi, serta lembaga-lembaga pendidikan orang dewasa lainnya. Negara tentu saja mempunyai wewenang dan tugas
189 untuk menetapkan standar-standar minimum pendidikan seperti izin
mendirikan sekolah, kurikulum pengakuan sertifikat, akreditasi, sertifikasi, tetapi standard-standard minimum itu tidak bisa dikembangkan oleh negara
justru untuk mempersulit prakarsa rakyat untuk menyelenggarakan pendidikan. Apalagi apabila kebijakan negara justru akan membunuh
yayasan-yayasan atau badan hukum lain yang sudah membuktikan darma baktinya dalam menyediakan pelayanan pendidikan kepada rakyat.
• Uraian di atas menunjukkan bahwa Pasal 1 butir 5 sepanjang anak kalimat,
“...dan diakui sebagai badan hukum pendidikan.” Pasal 8 ayat 3, Pasal 10,
Pasal 67 ayat 2, ayat 4, dan Pasal 62 ayat 1 sepanjang menyangkut Pasal 57 ayat 2 tentang Sanksi Administratif serta ketentuan Bab IV tentang
Tata Kelola Pasal 14 sampai dengan Pasal 36 UU BHP tidak sesuai atau bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1, Pasal 28A, Pasal 28C ayat 1 dan
2, Pasal 28D ayat 1, Pasal 28F, Pasal 28E ayat 3, Pasal 28I ayat 2