Latar Belakang Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum 4. Syafruddin Hasibuan,SH, MH, DFM

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan Hubungan Industrial yang sejalan dengan perkembangan ekonomi pada umumnya sebagai konsekuensi logis dari pembangunan mutlak diperlukan, adanya kerja sama dalam penyusunan Perjanjian Kerja Bersama sebagai suatu peganganpedoman untuk lebih menjamin kelancaran hubungan yang harmonis antara Pimpinan Perusahaan dan serikat pekerjaburuh, guna terciptanya serta terbinanya ketenangan kerja dan berusaha menuju perbaikan taraf hidup, dan peningkatan produktivitas, yang didasari azas Hubungan Industrial dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Pimpinan Perusahaan dan Serikat Pekerja menyadari pentingnya merumuskan secara jelas, seluruh permasalahan ketenagakerjaan antara Pengusaha dan Pekerja yang sekaligus merupakan pegangan dan pedoman demi terciptanya hubungan kerja sama yang serasi, selaras dan seimbang, baik hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam pelaksanaannya menuju pembangunan manusia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 1 Mengingat manfaat ketenteraman kerja dimaksud, serta penciptaan dan pembinaan hubungan kerja sama yang serasi, selaras dan seimbang antara Pimpinan Perusahaan dan Serikat Pekerja, Selama kurun waktu Perjanjian Kerja Bersama, 1 Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera,Bagian Mukadimah, 2008, halaman.1 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 kedua belah pihak tidak akan mengemukakan sesuatu tuntutan untuk merubah Perjanjian Kerja Bersama atau suatu tuntutan baru yang akan melebihi atau mengurangi nilai-nilai dari ketentuan yang telah disepakati bersama. Namun demikian bergantung pada perkembangan dan situasi ekonomi, kedua belah pihak akan tetap membuka peluang untuk mengadakan musyawarah khususnya dalam sektor upah. Pengusaha dan Pekerja bersama-sama bertanggung jawab atas kelancaran dan terlaksananya proses produksi serta kepastian peningkatan taraf hidup Pekerja dan keluarganya. Untuk itu Pimpinan Perusahaan bertanggung jawab atas terlaksananya segala kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian Kerja Bersama atau hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaannya dan sebaliknya Serikat Pekerja bertanggung jawab pula atas pelaksanaannya oleh masing-masing anggotanya dari seluruh kewajiban yang tercantum dalam Perjanjian Kerja Bersama atau hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaannya. 2 Kerangka dasar pembangunan ketenagakerjaan adalah Pasal 27 ayat2 Undang-undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Disini jelas bahwa penyediaan kesempatan kerja merupakan arahan pasal tersebut, tetapi disisi lain pasal tersebut juga mengarahkan agar lapangan kerja yang tersedia harus dapat memberikan suatu tingkatan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan, kehidupan 2 Ibid. halaman.2 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 yang layak bagi pekerja dan keluarganya. 3 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada dasarnya merupakan penjabaran dari Pasal 27 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945. 4 Undang-undang No.13.Tahun 2003 Pasal 102 ayat1 menyebutkan bahwa, “dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang- undangan ketenagakerjaan”. Dalam ayat 2 dinyatakan bahwa “Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerjaburuh dan serikat pekerjaserikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya”, serta dalam ayat 3 dinyatakan, “dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusaha hanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan kepada pekerjaburuh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan”. 5 Secara umum perjanjian dapat diartikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian dalam arti luas boleh dilakukan terhadap apa saja yang disepakati 3 Thoga M. Sitorus, makalah ini di sampaikan pada seminar sehari ”Penyakit akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja di lingkungan Perusahaan, Medan tanggal 08 Desember 2008 di Tiara Convention Center Medan 4 Ibit. halaman.1 5 Pasal 102 Undang-undang No.13 tahun 2003. Tentang Ketenagakerjaan. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dan norma yang berlaku. Perjanjian bisa dilakukan dalam usaha, pekerjaan, akibat perbuatan, penyelesaian sengketa dan lain-lain. Hubungan industrial dikenal dengan Perjanjian Kerja Perorangan baik untuk pekerjaan tertentu maupun waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu serta perjanjian kerja kollektif yang dibuat antara perwakilan pekerja Serikat PekerjaSerikat Buruh SPSB dengan pengusaha atau gabungan pengusaha. Perjanjian kerja pada masa sekarang ini masih sangat diperlukan sebagai pendamping dari peraturan perundangan yang berlaku karena secara umum peraturan perundangan ketenagakerjaan kita belum mengatur secara terperinci tentang syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Untuk pengaturan syarat-syarat kerja tersebut agar dapat dipedomani sehari-hari dalam hubungan kerja, maka perlu diatur melalui Perjanjian Kerja atau Peraturan Perusahaan maupun Perjanjian Kerja Bersama. Suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, antara lain : 1. Pihak-pihak paling sedikit ada dua orang, para pihak yang bertindak sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 2. Persetujuan antara pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka. 3. Adanya tujuan yang akan di capai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. 6 4. Ada prestasi yang harus dilaksanakan oleh para pihak dalam suatu perjanjian, mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apa bila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi suatu prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak dan sebaliknya. 5. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada. 6. Syarat-syarat tertentu dalam suatu perjanjian harus ada, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut harus telah memenuhi syarat-syarat tertentu. 6 R.Subekti, R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,Cet.34, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, Pasal 1320. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 Sejarah perburuhan diseluruh dunia mencatat bahwa sejak jaman dahulu kedudukan hukum kaum pekerjaburuh selalu dibawah posisi majikan pengusaha, hal ini terjadi karena pada saat itu berlaku prinsip bahwa pekerjaburuh hanya akan dapat bekerja jika diberikan pekerjaan oleh majikannya. Berkembangnya pembangunan terutama pembangunan ekonomi yang melahirkan perusahaan-perusahaan baik perusahaan perkebunan, industri, perdagangan dan lain sebagainya, kondisi hubungan antara pengusaha dan pekerja seperti itu telah dimulai dari jaman perbudakan, dimana pekerja adalah budak dari pengusaha yang tidak memiliki hak apapun termasuk hak atas kehidupannya. Budak hanya mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan yang diperintahkan tuannya, sedangkan pemilik budak tidak memiliki kewajiban apapun terhadap budaknya. Seiring dengan perjalanan waktu, perbudakan sebagai bentuk hubungan ketenagakerjaan antara buruh dan majikan terus berubah, mulai dari bentuk kerja paksa rodi, poenale sanksi, yang tetap memposisikan pekerjaburuh sebagai pihak yang lebih rendah kedudukannya dibanding para pengusahamajikan, sampai pada akhirnya muncul usaha-usaha untuk menyetarakan kedudukan antara majikan dan buruh. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 Hukum perburuhan di Indonesia mengenal istilah “panca krida hukum perburuhan”, yaitu : 1. Membebaskan bangsa Indonesia dari perbudakan dan perhambaan. 2. Pembebasan manusia Indonesia dari rodi atau kerja paksa. 3. Pembebasan pekerja buruh Indonesia dari poenale sanksi. 4. Pembebasan pekerja buruh Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan. 5. Memberikan posisi yang seimbang antara pekerja buruh dengan pengusaha. 7 Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tiga poin panca krida yaitu membebaskan bangsa Indonesia dari perbudakan dan perhambaan, pembebasan manusia Indonesia dari poenale telah dapat dilaksanakan. Sedangkan pembebasan pekerja buruh Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan masih menjadi tugas bagi penyelenggara yang membidangi masalah hukum perburuhan maupun masalah ketenagakerjaan. Demikian juga untuk memberikan posisi yang seimbang antara pekerjaburuh dengan pengusaha, masih merupakan cita-cita yang belum terwujud sampai saat ini. Langkah lain yang ditempuh adalah menerbitkan peraturan perundang- undangan yang mengatur secara khusus mengenai hak-hak pekerjaburuh seperti Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerjaserikat buruh dan peraturan perundang- undang lainnya termasuk meratifikasi konvensi ILO No.87 tahun 1948 tentang kebebasan berserikat dan Perlindungan Hak untuk berorganisasi yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada bulan Juni tahun 1998, maupun Konvensi ILO 7 Djimialdji FX, dan Wiwoho Soejono, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila, Cetakan Pertama, Bina Aksara, Jakarta, 1982, hal.27 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 No.98 tahun 1949 tentang dasar-dasar dari pada Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama. Disamping upaya tersebut di atas, perlindungan terhadap kaum buruh juga dilakukan dengan menerbitkan perundang-undangan yang mengatur mengenai hal-hal yang timbul dari akibat adanya perselisihan perburuhan. Perselisihan perburuhan itu sendiri adalah hal yang wajar dan dapat dipahami, karena telah menjadi kodrat manusia itu sendiri. Oleh karena itu yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mencegah atau memperkecil terjadinya perselisihan tersebut atau mendamaikan kembali mereka yang berselisih. Dalam bidang perburuhan timbulnya perselisihan antara pengusaha dengan pekerjaburuh biasanya bermula dari adanya perasaan-perasaan kurang puas. Pengusaha membuat kebijaksanaan-kebiksanaan yang menurutnya sudah baik dan dapat diterima oleh para pekerja buruh. Namun karena para pekerjaburuh mempunyai pandangan dan pertimbangan yang berbeda, maka akibatnya kebijaksanaan yang diberikan oleh pengusaha itu menjadi tidak sama dengan apa yang diinginkan oleh para perkerjaburuh. Buruh yang merasa puas akan bekerja semakin baik sedangkan bagi sebagian pekerjaburuh akan merasa tidak puas dan menunjukkan semangat kerja yang menurun sehingga terjadi perselisihan-perselisihan. Yang menjadi pokok permasalahan ketidak puasan itu pada umumnya berkisar pada masalah-masalah : 8 8 Gunawi Kartasapoetra, Pokok-pokok Hukum Perburuhan, Cet, I, Armico, Bandung, 1982, halaman. 246-247 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 a. Pengupahan b. Jaminan Sosial Tenaga Kerja. c. Perilaku Pengusaha yang kadang-kadang dirasakan kurang menghargai pekerjaburuh. d. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan apa yang diharapkan pengusaha. e. Adanya masalah pribadi. Memasuki era globalisasi khususnya di sektor ketenagakerjaan akan menghadapi tantangan yang cukup besar, persaingan antar dunia usaha akan semakin ketat dan penggunaan teknologi maju akan semakin mendapat perhatian sehingga pemilihan pekerja akan semakin selektif. Hanya pekerja yang memiliki kualitas diri baik, intelektual maupun derajat kesehatan yang tinggi yang pada akhirnya dapat meraih keberhasilan. Selain itu pemanfaatan pasar kerja internasional menuntut pula berbagai persyaratan serta kualifikasi dan hubungan antar manusia, serta keberhasilan pembinaan terhadap pekerja selama ini, akan meningkatkan kesadaran hukum mereka yang menyangkut hak dan kewajiban dalam hubungan industrial dan hal ini membuka peluang terjadinya perselisihan industrial baik yang menyangkut hak dan kepentingan termasuk kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja. 9 Pengawasan ketenagakerjaan harus mampu untuk memberikan jaminan terhadap terwujudnya ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha melalui penegakan hukum secara bijak dan adil. 9 Ibid, halaman.2 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 Perjanjian Kerja Bersama dimaksudkan untuk mengatur syarat-syarat kerja yang merupakan hasil perundingan dan kesepakatan antara Pengusaha dengan Serikat PekerjaSerikat Buruh di Perusahaan, yang akan digunakan sebagai pedoman oleh kedua belah pihak dalam pelaksanaan hubungan kerja dan sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan Perjanjian Kerja Bersama 10 adanya perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan pekerjaburuh, dan proses penyelesaian perselisihan yang digunakan oleh perusahaan ini, terutama penyelesaian di tingkat perusahaan. Tuntutan pekerjaburuh untuk memperjuangkan perbaikan kesejahteraan, seperti kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik, dapat dipandang sebagai tuntutan yang dapat difahami. Namun, dalam hal ini, kebijakan dan peraturan perundangan pemerintah yang mempengaruhi kehidupan ekonomi pekerjaburuh juga ikut memberikan kontribusi terhadap timbulnya sejumlah aksi-aksi pemogokan dan demonstrasi pekerjaburuh. Di lain pihak, pemulihan ekonomi akibat krisis ekonomi yang berjalan lambat, ditambah dengan adanya gejala resesi global yang cenderung menurunkan laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang terkait dengan tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan suatu dilemma tersendiri bagi pengusaha dalam menghadapi tuntutan para pekerjaburuhnya. Hal yang penting diperhatikan adalah bahwa semua peraturan di waktu yang akan datang yang disusun oleh pemerintah mempertimbangkan dengan hati-hati dalam 10 Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, Medan, 2008. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 menciptakan keseimbangan antara hak-hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha agar protes-protes dan unjuk rasa pekerja dapat dihindari. Lebih lanjut, melihat adanya berbagai opini dan pemahaman mengenai peraturan yang saat ini berlaku dan yang sedang diajukan, maka pemerintah perlu memberikan pengarahan, dan sosialisasi mengenal peraturan atau undang-undang ketenaga kerjaan yang berlaku pada saat ini. Dengan gerakan serikat pekerjaserikat buruh yang kuat berarti pemerintah tidak perlu lagi memainkan peran utama dalam perselisihan hubungan industri, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator yang adil. Efektivitas dan profesionalisme suatu Serikat PekerjaSerikat Buruh SPSB tergantung pada tingkat kemampuan mereka dalam mengorganisasikan dan merekrut anggotanya, tingkat pemahaman mereka atas peran mereka, fungsi dan peraturan yang ada, maupun seberapa baik mereka dapat mengkomunikasikan kebutuhan para pekerja, kemampuan bernegosiasi dan menyelesaikan perselisihan. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan pada tingkat kabupaten dan kota memiliki peran mempengaruhi efektivitas dari Serikat PekerjaSerikat Buruh SPSB. Serikat PekerjaSerikat Buruh SPSB di tingkat kabupaten dan kota umumnya siap membela dan mendukung Serikat Pekerja SP tingkat Propinsi dan para pekerjaburuh dalam berbagai situasi yang membutuhkan penyelesaian perselisihan. Serikat PekerjaSerikat Buruh SPSB juga merupakan sarana yang efektif untuk meminimalkan gejolak dalam skala yang lebih besar, karena mereka cenderung memprioritaskan negosiasi di tingkat perusahaan dan hanya menggunakan pemogokan sebagai pilihan terakhir. Akan tetapi, umumnya peran serikat Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009 pekerjaserikat buruh di tingkat perusahaan dianggap lebih penting ketimbang Serikat PekerjaSerikat Buruh SPSB di tingkat kabupatenkota karena mereka memiliki hubungan langsung, baik dengan pekerjaburuh maupun pengusaha, serta memiliki pemahaman yang jauh lebih baik atas tantangan-tantangan yang dihadapi keduanya. 11

B. Perumusan Masalah