27
Robert Simbolon | 110406048
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
r. Jumlah Kendaraan Bermotor
Tabel 2. 19. Tabel Jumlah Kendaraan Bermotor
2.2.3. Data Kualitatif
a. Kerja Tahun Merdang Merdem
Masyarakat Karo adalah masyarakat pedesaan yang sejak dahulu mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Tanaman padi adalah salah satu tanaman
penting, yang selain mengandung makna ekonomi juga memiliki keterkaitan terhadap unsur religi dan sosial. Selain sebagai bahan pangan pokok, kekuatan ekonomi juga
merupakan lambang prestise bagi masyarakat. Ukuran dan volume lumbung padi berpengaruh terhadap tolak ukur keberadaan seseorang. Maka agar hasil yang diperoleh
cukup memuaskan, semua proses penanaman dari awal hingga akhir harus diberikan penghargaan dan disyukuri dengan harapan mencapai hasil yang baik.
Pada masa lalu proses penanaman padi dilakukan setahun sekali. Proses awal hingga akhir membutuhkan upacara agar berhasil dengan baik. Hal ini sesuai dengan magis
animistis pada masyarakat yang menganut ajaran Pemena. Upacara-upacara tersebutlah yang mendasari terselenggaranya kerja tahun pada masyarakat Karo.
Kerja tahun dapat diartikan sebagai pesta yang diselenggarakan masyarakat setahun sekali. Kata “kerja” bermakna pesta dalam bahasa Karo. Kerja tahun ini berdasarkan pada
kegiatan pertanian tanaman padi. Terdapat perbedaan pelaksanaan pada beberapa daerah, di mana masing-masing lebih memfokuskan pada fase tertentu dari pertumbuhan padi
Universitas Sumatera Utara
28
Robert Simbolon | 110406048
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
untuk merayakannya. Ada yang merayakan di masa awal penanaman, pertengahan pertumbuhan, ataupun masa panen.
Gambar 2. 2. Pesta Kerja Tahun
Sumber : Karonews.com
Semua acara di atas dilakukan sesuai kepercayaan “pemena” dengan tata cara dan perlengkapan tertentu yang berbeda di setiap fase dan daerah. Selain hal di atas, kerja
tahun juga memiliki fungsi lain yaitu mempererat ikatan kekerabatan. Sejalan dengan perkembangan waktu, terjadi perubahan di tengah-tengah
masyarakat. Perekonomian masyarakat yang bersifat pertanian subsistensi bergeser kepada tanaman yang berorientasi pada kebutuhan pasar. Tanaman padi sudah mulai jarang
ditanam, digantikan dengan tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan. Selain itu terjadi sikap yang lebih rasional atas konsep-konsep yang bersifat supranatural. Hal ini
dipengaruhi oleh penyebaran agama, pendidikan serta perkembangan teknologi di tengah kehidupan masyarakat. Kontak dengan masyarakat lain, seperti pendatang yang bermukim
ke daerah-daerah komunitas Karo, maupun transformasi masyarakat Karo menuju luar daerahnya turut mempengaruhi hal tersebut, namun tradisi kerja tahun tetap berjalan. Pesta
Kerja Tahun ini dirayakan sampai enam hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda.
Hari pertama, cikor-kor, merupakan kegiatan dimana penduduk pergi ke ladang untuk
mencari kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah, untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.
Universitas Sumatera Utara
29
Robert Simbolon | 110406048
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Hari kedua, cikurung, merupakan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah.
Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, yang biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.
Hari ketiga, ndurung, merupakan kegiatan mencari nurung, sebutan untuk ikan dari
sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan tersebut
Hari keempat, mantem atau motong, merupakan hari menjelang hari perayaan puncak,
dimana penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk.
Hari kelima, matana, Matana artinya hari puncak perayaan, dimana semua penduduk
saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan mantem dihidangkan. Pada
saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai
dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana muda-
mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional.
Hari keenam, nimpa, ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo,
dengan bahan dasar tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya dihidangan sebagai tambahan setelah makan.
Hari ketujuh, rebu, merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari
sebelumnya dan seperti halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal
melekat dalam hati masing-masing penduduk kampung. b.
Guru Tabib dalam Masyarakat Karo Guru adalah terminologi umum bagi orang Karo untuk menyebut seseorang yang
berperan sebagai tabib dukun. Guru ini sangat berperan dalam ritual-ritual keagamaan atau upacara-upacara tradisional bagi orang Karo.
Universitas Sumatera Utara
30
Robert Simbolon | 110406048
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Bagi orang Karo, guru adalah sebutan untuk orang-orang tertentu yang dianggap memiliki keahlian melakukan berbagai praktek dan kepercayaan tradisional, seperti:
meramal, membuat upacara ritual, berhubungan dengan roh atau mahluk gaib, perawatan serta penyembuhan kesehatan dan lain-lain. Guru dianggap memiliki pengetahuan yang
mendetail mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan. Menurut keyakinan orang Karo hanya orang-orang pilihan saja yang dapat menjadi
seorang guru. Peran sebagai guru dianggap telah ditentukan dari sejak lahirnya seseorang dengan memiliki tanda-tanda kelahiran tertentu. Bahkan peran sebagai guru telah dianggap
dimiliki seseorang sejak dia berada dalam kandungan Ibunya berdasarkan kata Dibata si mada tenuang atau kehendak dari Tuhan sang pencipta. Dalam hal ini, peran sebagai guru
sudah merupakan suratan takdir dari Yang Maha Kuasa. Pendapat umum termasuk para guru mengatakan bahwa seseorang jika proses kelahirannya tidak istimewa, tidak lain dari
pada yang lain ataupun tidak memiliki ciri fisik tertetu, tidak akan dapat menjadi guru jenis apa pun juga.
c. Pola Hidup Masyarakat di Desa Eksisting
Secara budaya tradisional, masyarakat di beberapa esa terkait sebenarnya sudah banyak meninggalkan budaya-budaya tradisional karo, kecuali pesta Kerja Tahun yang
masih tetap bertahan, hal ini semakin diperkuat oleh status desa dimana desa terkait merupakan desa Swakarya dan Swasembada desa yang sedang meninggalkan adat istiadat
dan sudah meninggalkan adat istiadat. Untuk pola hidup sehari-hari, masyarakat di desa eksisting sama halnya dengan
masyarakat yang bekerja sebagai petani kebun, sangat sensitif dan intuitif terhadap perubahan musim tanam. Sifat seperti ini bahkan turun temurun terhadap anak-anak
mereka, dimana mereka juga sejak kecil diajarkan untuk bercocok tanam di kebun dan membantu orang tua seusai sekolah. Anak laki-laki dan perempuan umumnya sama-sama
membantu orang tua dalam bercocok tanam. Selain bercocok tanam, masyarakat di desa eksisting juga memiliki ternak seperti
sapi, kerbau, kambing, babi, ayam dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
31
Robert Simbolon | 110406048
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Setelah selesai kegiatan berkebun, umumnya para bapak-bapak akan berkumpul untuk istirahat dan bercengkrama dengan petani lainnya di balai masyarakat. Setelah itu
pulang ke rumah untuk istirahat, santai dengan keluarga, makan malam dan lainnya. Untuk memanen, biasanya masyarakat memanen pada pagi atau siang hari. Hasil
panen terkadang untuk konsumsi keluarga dan juga di jual. Untuk pendistribusian panen umumnya langsung ke pengumpul sayur yang akan didistribusikan ke kota Medan,
biasanya dilakukan pada pukul 03.00 pagi.
2.2.4. Tinjauan Lokasi