110
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Khusus untuk Zoning Dasar hunian non-mixed used mengadopsi zona dasar kamar tidur dari Siwaluh Jabu, dimana zona dasar dari Siwaluh Jabu ini begitu kental akan
kekerabatan dan kebersamaannya, sangat efektif bila diterapkan pada hunian relokasi masyarakat sinabung dimana mereka pada saat ini kondisinya begitu terpuruk dan perlu
bersatu untuk membangun kehidupan mereka kembali. Dari Zona yang kami pelajari didapatkan bahwasannya banyak area-area berbagi
yang ditemukan di Siwaluh Jabu, dan inilah yang perancang terapkan kembali di zoning hunian. Selain itu, yang paling kontras adalah penempatan dapur didepan dan digunakan
bersama-sama, ini juga diterapkan pada hunian yang baru, sehingga ketika sedang dalam aktivitas memasak dapat saling bersama-sama menggunakan dapur dan juga dapat berbagi
satu sama lain.
Gambar 5. 36. Transformasi Space
5.3.3. Konsep Eksplorasi Modul Ruang
Untuk luas lahan tiap hunian ditemukan sekitar 120 M2 = 10 x 12m. Luasan ini didapatkan dengan menambah 200 dari luas inti bangunan, area tritisan atap, dan sekitar
45 daerah terbuka sehingga cahaya matahari dan udara dapat mengalir dengan baik. Selain itu sisi dari patok-patok lahan diberikan sirkulasi sebesar 1-2 meter sehingga
antarlahan tetangga dengan lahan lain tidak menempel satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
111
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Dari luas inti bangunan seluas 40 M2, luas lahan 120 m2, masyarakat dapat memperluas bangunan mereka dengan penambajan sebesar ~75 dari luas lahan mereka
yang lama.
Gambar 5. 37. Kiri Lahan Hunian dan Jarak sirkulasi, Kanan Penambahan Ruang
Eksplorasi Modul Inti rumah, Lahan Rumah, dan Area Aksesibilitas menghasilkan pola permukiman yang menghasilkan gang-gang yang membentuk pola grid dan juga
menghasilkan orientasi rumah yang sangat heterogen. Pola ini dapat merepresentasikan pola permukiman lama mereka di desa mereka masing-masing.
Pengembangan pola permukiman ini dibuat lebih jauh lagi, dimana area sirkulasi dibuat lebih publik, lebih sosial, dan lebih hidup akan aktifitas komunal, sehingga area
sirkulasi harus disambungkan satu sama lain hingga membentuk alun-alun di tengah sebagai area aktivitas sosial, area publik, dan juga area aktivitas masyarakat.
Gambar 5. 38. Pengembangan Hunian terhadap alur sirkulasi permukiman
Universitas Sumatera Utara
112
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
5.3.4. Struktur Dan Konstruksi
Dalam tahapan konstruksi, perancang kembali merancang skema pengambilan material lokal dengan tahapan memilih material lokal, kemudian memproses material lokal
setelah penebangamn, misalnya memotong sesuai modul ukuran yang dibutuhkan, selanjutnya membawa material ke site dan memproses material lebih lanjut, misalnya
bambu yaitu dengan merendam di air sungai atau dengan zat kimia, apabila kayu dengan cara pengeringan
Gambar 5. 39. Skema Pengambilan Material
Selanjutnya pada proses perencanaan ini melibatkan masyarakat sehingga menimbulkan rasa kepemilikian dan kepedulian terhadap hunian mereka masing-masing,
disini dijelaskan bagaimana arsitek terlibat untuk terjun ke masyarakat, dimana arsitek terlebih dahulu menjelaskan kepada tokoh masyarakat untuk memaparkan ide desain
bangunan, kemudian selanjutnya akan dimusyawarahkan kepada masyarakat. Untuk mencapai kerja yang efektif, terlebih dahulu masyrakat membangun modul-modul singular
sesuai jumlah yang dibutuhkan. Selanjutnya masyarakat diajak untuk menentukan patok- patok lahan, baik secara tradisional botol air atau secara acak dan terakhir adalah
mengajak masyarakat serta dengan bantuan TNI untuk pembanguan rumah
Universitas Sumatera Utara
113
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Gambar 5. 40. Skema Perencanaan dengan Melibatkan Masyarakat
5.3.5. Modul-modul Material dan Modul Bangunan