Tabel 5.6 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Masa Kerja dan IMT
Dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Operator di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
D. Hubungan antara Usia pekerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja
Operator di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai P = 0, 383, berarti pada alpha 5 terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan
antara usia pekerja yang mengalami kelelahan dengan usia pekerja yang tidak mengalami kelelahan.
E. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Operator
di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai P = 0, 824, berarti pada alpha 5 terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan
Variabel Kategori
Jumlah P Value
Usia Mengalami Kelelahan
22 0.383
Tidak Mengalami Kelelahan 20
Masa Kerja Mengalami Kelelahan
22 0.824
Tidak Mengalami Kelelahan 20
Kebisingan Mengalami Kelelahan
22 0.818
Tidak Mengalami Kelelahan 20
antara masa kerja pekerja yang mengalami kelelahan dengan masa kerja pekerja yang tidak mengalami kelelahan.
F. Hubungan antara Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Operator
di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan Hasil uji statistik mann whitney didapatkan nilai P = 0, 818, berarti pada alpha 5 terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kebisingan dilingkungan pekerja yang mengalami kelelahan kerja dengan kebisingan dilingkungan pekerja yang tidak mengalami kelelahan kerja.
G. Hubungan antara Status Gizi Indeks Massa Tubuh dengan Kelelahan Kerja
pada Pekerja Operator di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Berdasarkan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan pekerja operator SPBU, nilai yang di dapatkan kemudian di masukan ke rumus IMT yaitu Berat badan
dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter2 dengan hasil seperti tabel 5.7 dibawah ini :
Tabel 5.7 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan IMT Dengan Kelelahan
Kerja pada Pekerja Operator di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
No Variabel
Kategori Mean
SD SE
P- value
1 IMT
Mengalami Kelelahan
27.1669 0.5870
0.1281 0.257
Tidak Mengalami Kelelahan
27.208 0.7199
0.1152
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan rata-rata IMT Pekerja yang mengalami Kelelahan kerja adalah 27.166 dengan standar deviasi 0,5870. Sedangkan rata-rata IMT
Pekerja yang mengalami Kelelahan kerja adalah 27, 208 dengan standar deviasi 0.7199. Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0, 257, berarti pada alpha 5 terlihat tidak ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata IMT pekerja yang mengalami kelelahan dan pekerja yang tidak mengalami kelelahan kerja.
54
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
1. Pengukuran kebisingan dan pengukuran tekanan panas hanya dilakukan
sekali waktu yaitu pada saat berlangsungnya jam kerja pada shift pagi hari antara pukul 06:00
– 14:00. 2.
Sampel yang sedikit dan kekuatan uji yang kecil 1- β dalam penelitian
membuat semakin sedikit ditemukannya perbedaan proporsi pekerja yang mengalami kelelahan kerja.
3. Beberapa pekerja menolak untuk menjadi responden dengan presentasi
yang tidak bersedia cukup besar yaitu 39 dari total keseluruhan pekerja operator di SPBU Kecamatan Ciputat.
6.2 Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja menggambarkan seluruh respon tubuh terhadap aktifitas yang dilakukan dan paparan yang diterima selama bekerja. Ketika tubuh
melakukan aktifitas selama bekerja 8 jam, tubuh akan rentan mengalami kelelahan. Tubuh yang mengalami kelelahan akan muncul gejala seperti sering menguap,
haus, rasa mengantuk, dan susah berkonsentrasi. Ada tiga indikasi terjadinya kelelahan kerja yaitu pelemahan aktifitas, pelemahan motivasi kerja dan kelelahan
fisik. Ketiga indikasi tersebut merupakan gjala yang dapat di amati untuk mengetahui kelelahan kerja.
Penelitian ini mewawancarai 42 pekerja operator pada Stasiun pengisian bahan bakar umum SPBU di Kecamatan Ciputat untuk mengetahui kejadian
kelelahan kerja. Wawancara menggunakan kuesioner 30-item gejala kelelahan umum diadopsi dari IFRC International Fatigue Research Committee of Japanese
Association of Industrial Health. Kuesioner IFRC merupakan salah satu kuesioner yang dapat mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30
daftar pertanyaan. Dari hasil wawancara 42 pekerja SPBU didapatkan 22 pekerja 52,4 yang
memiliki skor diatas 52. Artinya yaitu jika skor diatas 52 maka mengindikasikan pekerja mengalami kelelahan kerja. Sedangkan 20 pkerja lainya mendapatkan skor
dibawah atau sama dengan 52 yang mengindikasikan bahwa pekerja tidak mengalami kelelahan. Skor paling tinggi yang di dapat dari wawancara dengan
kuesioner IFRC adalah 63. Skor 63 termasuk dalam tingkat kelelahan sedang. Untuk skor paling rendah di peroleh angka 38 dari total skor maximal 120. Skor
38 artinya pekerja tidak mengalami kelelahan kerja. Kelelahan kerja dipengarhi oleh faktor individu seperti usia, massa kerja,
jenis kelamin, status kesehatan, waktu kerja, lingkungan kerja dan status gizi. Pada pekerja operator SPBU semua mendapatkan giliran jam kerja yang sama yaitu 8
jam kerja. Selain itu, mereka juga memiliki beban kerja yan sama yaitu beban kerja ringan. Beban kerja ini diketahui dengan mengukur denyut nadi pekerja pada
saat bekerja. Denyut nadi pekerja yang diukur menghasilkan rata-rata denyut nadi pekerja adalah 75-100 yang menunjukan bahwa beban kerja nya ringan. Untuk
pekerja yang masuk dalam penelitian adalah semua pekerja dalam keadaan sehat,
dimana diketahui dari pekerja yang masuk kerja yang menggambarkan keadaan mereka baik.
Menurut Kitamura 2013, kondisi suasana hati dan psikologis responden penelitian mempengaruhi dalam menjawab kuesioner. Seringkali naluri setiap
orang melakukan usaha untuk menutupi kelemahan dirinya kepada orang lain, sehingga kemungkinan hasil jawaban yang diberikan kurang mempresentasikan
kondisi yang sebenarnya. Kelelahan kerja dapat menimbulkan efek yang kurang baik bagi pekerja
namun efek buruk tersebut bisa dicegah. Tetapi hal ini diperlukan adanya kesadaran dari tenaga kerja itu sendiri dan kerja sama dari pihak perusahaan.
Contohnya tenaga kerja agar dibiasakan untuk melakukan peregangan otot seperti menggerakkan kepala, tangan, dan kakinya disela-sela pekerjaannya ataupun saat
istirahat, tujuannya supaya tubuh tidak terlalu lama dalam keadaan statis yang terjadi berulang kali. Selain itu, tenaga kerja sebaiknya membiasakan diri untuk
mempergunakan waktu istirahat yang telah diberikan perusahaan dengan baik. Waktu istirahat tersebut jangan hanya digunakan untuk mengobrol saja, namun
digunakan dengan beristirahat yang baik pula. Untuk mengurangi kelelahan kerja pada pekerja operator SPBU selama
bekerja dapat dilakukan dengan memodifikasi sikap kerja lebih diperhatikan waktu untuk istirahat atau jeda saat merasakan indikasi kelelahan fisik karena posisi
bekerja yang berdiri terus-menerus. Bila diizinkan, pekerja dapat menyiapkan
kursi duduk di tempat kerja sehingga bisa istirahat dengan nyaman tanpa meninggalkan posisi.
6.3 Hubungan Antara Penerapan Shift Kerja Dengan Kelelahan Kerja
Penerapan sistem kerja shift memiliki konsekuensi yang perlu disadari oleh setiap instansi pengguna sistem shift. Karena ada perbedaan kondisi kerja antara
shift siang dan shift malam. Pekerja yang bekerja pada shift malam lebih mudah merasa mengantuk dan lelah Doe, 2012 . Penerapan shift kerja dapat terpapar
berbagai risiko gangguan kesehatan, keadaan ini dikarenakan penerapan shift kerja dapat mengakibatkan perubahan circadian rhythms yang dapat berkembang menjadi
gangguan tidur dan kelelahan kerja Wijaya, 2005. Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara shift kerja dengan kelelahan kerja. Dalam penelitian ini skor keluhan kelelahan kerja yang tinggi banyak terjadi pada pekerja shift 1, hal ini kemungkinan
karena pekerja pada shift 1 sedikit lebih padat aktifitasnya. Pekerja pada shift 1 beroprasi mulai pukul 06:00-14:00 bertepatan dengan padatnya arus lalu lintas
kendaraan yang mengisi BBM. Aktifitas kerja pada saat kendaraan kosong di SPBU diisi dengan istirahat dan
mengobrol antar-pekerja. Waktu luang ini sangat sering terjadi terutama pada mesin pengisian pertamax dan solar. Hal ini yang membuat peneliti dapat mengindikasikan
bahwa shift kerja tidak berhubungan karena adanya waktu uang yang cukup untuk beristirahat di sela-sela jam kerja.