Status Kesehatan Beban Kerja

25 Grandjean dalam Tarwaka dan kawan-kawan, 2004. Semakin aktif seorang pekerja maka semakin rendah suhu yang diperlukan supaya ideal. Tenaga kerja akan melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan suhu di tempat kerja dengan menjaga keseimbangan panas tubuh. Lingkungan kerja yang panas umumnya lebih banyak menimbulkan permasalahan dibandingkan lingkungan kerja dingin. Hal ini terjadi karena pada umumnya manusia lebih mudah melindungi dirinya dari pengaruh suhu udara yang rendah dari pada suhu udara yang tinggi Ardyanto, 2005. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktifitas kerja yang juga akan membawa dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan kerja Santoso, 2004. Untuk menilai hubungan iklim kerja dan efek terhadap seseorang perlu diperhatikan seluruh faktor yang meliputi lingkungan, manusia dan pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi iklim kerja tersaji dalam tabel 2.3: Tabel 2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Panas Faktor Lingkungan Faktor Manusia Pekerjaan Suhu Kelembaban Angin Radiasi Panas Debu Aerosol Gas Fume Usia Jenis Kelamin Kesegaran Jasmani Ukuran Tubuh Kesehatan Aklimatisasi Gizi Motivasi Kompleksnya Tugas Lama Tugas Beban Fisik Beban Mental Beban Dria Beban Sendiri Ketrampilan Disyaratkan 26 Tekanan Barometris Pakaian Pendidikan Kemampuan Fisik Kemampuan Mental Kemampuan Emosi Sifat-sifat Kebangsaan Sumber : Suma’mur 1996. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja Untuk menentukan kriteria beban kerja dapat dilihat dari jumlah nadi kerja dalam satu menit, yang tersaji dalam tabel 2.4 : Tabel 2.4 Kriteria beban Kerja Beban Kerja Denyut Nadi Per-menit Ringan 75 – 100 Sedang 100 – 125 Berat 125 - 150 Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51MEN1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja ditetapkan bahwa nilai ISBB tempat kerja tersaji dalam tabel 2.4: Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Tekanan Panas Variasi Kerja Indeks Suhu Bola Basah ISBB C Kerja Ringan Kerja Sedang Kerja Berat Bekerja terus-menerus 30,0 26,7 25,0 Kerja 75 - istirahat 25 30,6 28,0 25,9 Kerja 50 - istirahat 50 31,4 29,4 27,9 27 Kerja 25 - istirahat 75 32,2 31,1 30,0 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51MEN1999 b. Kebisingan Kebisingan merupakan bunyi yang didengar sebagai rangsangan- rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis dan bunyi- bunyi tersebut tidak dikehendaki Suma’mur, 1996. Setiap tenaga kerja memiliki kepekaan sendiri-sendiri terhadap kebisingan, terutama nada yang tinggi, karena dimungkinkan adanya reaksi psikologis seperti stres, kelelahan, hilang efisiensi dan ketidaktenangan Sutaryono, 2002. Pengukuran kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja sehingga dapat dianalisis dan dicari pengendaliannya. Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah dengan menggunakan sound level meter dengan satuan intensitas kebisingan sebagai hasil pengukuran adalah desibel dBA. Alat ini mampu mengukur kebisingan diantara 30 -130 dBA dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Alat kebisingan yang lain adalah yang dilengkapi dengan octave band analyzer dan noise dose meter Depnaker, 2004. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51 tahun 1999, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Nilai ambang batas NAB intensitas bising adalah 85 dBA dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.