Keterbatasan Penelitian Kelelahan Kerja

kursi duduk di tempat kerja sehingga bisa istirahat dengan nyaman tanpa meninggalkan posisi.

6.3 Hubungan Antara Penerapan Shift Kerja Dengan Kelelahan Kerja

Penerapan sistem kerja shift memiliki konsekuensi yang perlu disadari oleh setiap instansi pengguna sistem shift. Karena ada perbedaan kondisi kerja antara shift siang dan shift malam. Pekerja yang bekerja pada shift malam lebih mudah merasa mengantuk dan lelah Doe, 2012 . Penerapan shift kerja dapat terpapar berbagai risiko gangguan kesehatan, keadaan ini dikarenakan penerapan shift kerja dapat mengakibatkan perubahan circadian rhythms yang dapat berkembang menjadi gangguan tidur dan kelelahan kerja Wijaya, 2005. Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan kelelahan kerja. Dalam penelitian ini skor keluhan kelelahan kerja yang tinggi banyak terjadi pada pekerja shift 1, hal ini kemungkinan karena pekerja pada shift 1 sedikit lebih padat aktifitasnya. Pekerja pada shift 1 beroprasi mulai pukul 06:00-14:00 bertepatan dengan padatnya arus lalu lintas kendaraan yang mengisi BBM. Aktifitas kerja pada saat kendaraan kosong di SPBU diisi dengan istirahat dan mengobrol antar-pekerja. Waktu luang ini sangat sering terjadi terutama pada mesin pengisian pertamax dan solar. Hal ini yang membuat peneliti dapat mengindikasikan bahwa shift kerja tidak berhubungan karena adanya waktu uang yang cukup untuk beristirahat di sela-sela jam kerja.

6.4 Hubungan Antara Usia Dengan Kelelahan Kerja

Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kelelahan kerja. Dibandingkan dengan dengan penelitian Mauludi 2010 yang mengatakan bahwasanya ada hubungan antara usia dengan kelelahan kerja. Hal ini dimungkinkan karena jumlah sampel yang sedikit mengakibatkan penemuan pakerja usia lanjut juga sedikit. Pekerja SPBU dikecamatan Ciputat lebih didominasi dengan pekerja yang berusia dibawah 40 tahun. Sehingga variasi data kelelahan pada kelompok tersebut juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Grandjean 1988 mengatakan bahwa kondisi umur berpengaruh terhadap kemampuan kerja fisik atau kekuatan otot seseorang. Kemampuan fisik maksimal seseorang dicapai pada umur antara 25 – 39 tahun dan akan terus menurun seiring dengan bertambahnya umur. Atas dasar uraian tersebut maka mayoritas usia pekerja operator yang menjadi subyek peneliti dapat dikatakan memiliki kapasitas kerja yang optimal, sehingga membuat pengaruh usia terhadap kelelahan tidak ada hubungan yang signifikan.

6.5 Hubungan Antara Tekanan Panas Dengan Kelelahan Kerja

Ketika terpapar tekanan panas, suhu tubuh akan meningkat. Untuk mencegah kenaikan suhu yang berlebihan, tubuh akan meningkatkan pelepasan panas melalui aliran darah dikulit dan penguapan keringat dipermukaan kulit. Pekerja dalam melakukan aktifitasnya menghasilkan panas tubuh metabolik dan keringat. Ketika suhu lingkungan cukup tinggi, hal ini dapat mengganggu proses transfer panas dari dalam keluar tubuh. Dan mengakibatkan ketidaknyamanan pada pekerja dalam aktifitasnya. Untuk mengetahui tekanan panas pada penelitian ini dilakukan pengukuran suhu lingkungan kerja, kecepatan angin, kelembapan udara. Hasil pengukuran di analisis dengan standar ISBB lingkungan kerja dan estimasi kalori perjam aktifitas pekerja kemudian dibandingkan dengan standar Permenaker No 13X2011 tentang iklim kerja. Dari hasil pengukuran, rata-rata beban kerja pada pekerja bagian operator SPBU adalah ringan. Cara mengetahui beban kerja yaitu dengan memeriksa denyut nadi para pekerja. Aktifitas yang dilakukan pekerja yaitu mengisi bahan bakar minyak, transaksi pembayaran, dan menyapa pelanggan yang datang. Hasil pengukuran di semua titik lokasi pekerja setiap SPBU menunjukan nilai ISBB lingkungan kerja mencapai 28,13 o C. berdasarkan Nilai Ambang Batas NAB tekanan panas pada lingkungan kerja dengan beban ringan, maka tekanan panas tersebut masih dibawah NAB dan masih termasuk normal tidak membahayakan pekerja. Manuaba 1983 menyatakan batas kenyamanan lingkungan kerja untuk di luar ruangan, suhu antara 22 O C – 28 O C dengan kelembaban relatif antara 70 – 80 . Untuk lingkungan kerja dengan nilai WBGT 28,13 C adalah masih alamiah tetapi tidak berada dalam zona nyaman. Untuk itu diperlukan modifikasi tempat kerja yang lebih memadai di dalam SPBU dengan memperlebar atap untuk berteduh dan peraturan menggunakan seragam kerja yang dapat mengurangi panas. Tidak adanya hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja yang dialami pekerja operator SPBU, hal ini disebabkan oleh panas yang ada didalam lingkungan SPBU masih normal dan dibawah nilai ambang batas, tempat kerja lokasi di outdoor dengan atap pelindung menghindari pekerja dari paparan sinar matahari langsung, tidak adanya sumber panas dengan suhu tinggi. Sebagaimana disebutkan dalam Kepmenaker No.51 tahun 1999 tentang nilai ambang batas faktor-faktor fisik ditempat kerja, dimana semakin tinggi tekanan panas ditempat kerja maka semakin sedikit waktu kerja pada suatu tempat kerja tersebut. Menurut Kepmenaker tersebut untuk 8 jam kerja sehari maka tekanan panasnya sebesar 30,6ºC, berarti lingkungan kerja SPBU dengan tekanan panas sebesar 28,13 ºC masih dbawah NAB dan dalam kategori normal. Lingkungan kerja yang mempunyai tekanan panas hendaknya dilakukan upaya pengendalian dengan melakukan pemeriksaan medis sebelum dan sesudah bekerja pada tenaga kerja secara rutin, diperbanyak waktu istirahat tenaga kerja dengan menyediakan tempat istirahat yang nyaman sejuk dengan suhu 0º - 26ºC, menyediakan air minum yang banyak dan bersih dianjurkan minum sebanyak 150-200 cc setiap 15-20 menit apabila ada yang belum beraklimatisasi minum air ditambah garam dapur 0,1 NaCl berguna supaya cairan dan suhu tubuh tetap normal dan hal ini agar tidak terjadinya dehidrasi, memberikan minum susu dua kali dan suplemen, menyediakan alat pelindung diri bagi tenaga kerja seperti menyediakan pakaian khusus yang berwarna cerah atau putih yang dapat menyerap keringat juga pengaturan waktu kerja agar tenaga kerja tidak