Perjalanan dan Bepergian Temuan dari Studi Literatur

jenis angkutan dan satu maksud dengan mengabaikan tahap-tahap antara pemberhentian untuk maksud sekunder. Perjalanan sering kali dianggap sebagai produksi dari suatu guna lahan dan tertarik oleh guna lahan lainnya. Sekitar tiga perempat dari semua perjalanan berbasis dari rumah tinggal, yaitu perjalanan yang berangkat dan berakhir di rumah. Perjalanan yang berbasis bukan dari rumah terutama adalah perjalanan antar tata guna lahan penarik, misalnya dari tempat kerja menuju restoran, dari tempat belanja ke gedung bioskop, dari kantor ke dokter atau rumah sakit dan lain-lain.

2.4 Perjalanan dan Bepergian

Menurut Abler et.al 1972 dalam Suwarjoko 1990, kalau kita berbicara masalah bepergian, tekanan utama adalah pada hubungan antara tempat asal dan dan tujuan, sedangkan bila kita bicara masalah perjalanan kita memperhatikan lintasan, alat angkut kendaraan, kecepatan dan semua yang terjadi atau kita lihat sepanjang lintasan sedangkan menurut Creighton 1970, menyatakan bahwa bepergian adalah pergerakan orang dan atau barang antara dua tempat kegiatan terpisah karena dirasakan perlu mempertemukan kegiatan perorangan atau kelompok seperti perdagangan, pemerintahan, lembaga dalam masyarakat. Sedangkan perjalanan dilakukan dengan tujuan menikmati kegiatan perjalanan itu sendiri atau karena ada maksud tertentu, unsur kegiatan jasa angkutan selain tentu saja ada unsur bepergian di dalamnya. Dengan demikian, bepergian dan perjalanan dipandang berbeda, bepergian dinyatakan dalam kekerapan dilakukan, sedangkan Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 perjalanan dinyatakan dalam biaya, waktu, jarak, lintasan dan peristiwa serta kegairahan yang diperoleh sepanjang jalan.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Moda

Bruton 1975, mengemukakan pemilihan moda angkutan di daerah perkotaan bukanlah proses acak, melainkan dipengaruhi oleh faktor kecepatan, jarak perjalanan, kenyamanan, kesenangan, biaya, keandalan, ketersediaan moda, ukuran kota, serta usia, komposisi dan status sosial ekonomi pelaku perjalanan. Semua faktor ini dapat berdiri sendiri atau saling bergabung. Beberapa faktor yang tidak dapat dikuantifikasikan cenderung diabaikan dalam analisis pemilihan moda, dengan pengertian pengaruhnya kecil atau dapat diwakili oleh beberapa peubah lain yang yang dapat dikuantifikasikan, seperti kenyamanan, keamanan, kepuasan.

2.5.1 Kinerja Sistem Perangkutan

Bruton 1970, mengemukakan derajat layanankinerja yang ditawarkan oleh berbagai moda angkutan adalah faktor yang patut diperhitungkan pengaruhnya pada pencaran atau pilihan moda angkutan. Dilain pihak, waktu perjalanan dan banyaknya uang yang dibelanjakan untuk angkutan umum maupun pribadi juga berpengaruh pada pilihan moda angkutan. Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008

2.5.1.1 Waktu Nisbi Perjalanan

Waktu nisbi perjalanan dapat diterangkan sebagai nisbah waktu perjalanan dari pintu ke pintu antara angkutan umum dengan angkutan pribadi. Salah satu bentuk nisbah waktu perjalanan yang dikembangkan oleh National Capital Transportation Agency di Inggris adalah sebagai berikut: TTR = X 1 + X 2 + X 3 + X 4 + X 5 X 6 + X 7 + X 8 Di mana: TTR = Nisbah waktu perjalanan X 1 = Lama waktu berkendaraan umum X 2 = Lama waktu perpindahan antar kendaraan umum X 3 = Lama waktu menunggu kendaraan umum X 4 = Lama waktu perjalan ke pemberhentian kendaraan umum X 5 = Lama waktu perjalan dari pemberhentian kendaraan umum ke tujuan X 6 = Lama waktu berkendaraan pribadi X 7 = Lama memarkir kendaraan di tempat tujuan X 8 = Lama waktu perjalan dari tempat parker ke tujuan Alternatif ukuran lain menurut Bruton, adalah selisih mutlak waktu perjalanan antara kendaraan umum dan kendaraan pribadi. TTR = Wu-Wp Dimana : TTR = Nisbah waktu perjalanan Wu = Lama perjalanan dengan kendaraan umum X 1 +X 2 +X 3 +X 4 +X 5 Wp = Lama perjalanan dengan kendaraan pribadi X 6 +X 7 +X 8

2.5.1.2 Biaya Nisbi Perjalanan

Biaya nisbi perjalanan adalah perbandingan antara biaya perjalanan dengan kendaraan umum dan kendaraan pribadi National Capital Transportation Agency mengembangkan perumusan nisbah sebagai berikut: Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 TCR = X 9 X 10 +X 11 +0.5 X 12 X 13 Di mana: TCR = Nisbah biaya perjalanan X 9 = Biaya kendaraan umum X 10 = Biaya bahan bakar X 11 = Biaya minyak pelumas X 12 = Biaya parkir X 13 = Rata-rata banyaknya penumpang kendaraan pribadi

2.5.1.3 Derajat Nisbi Layanan

Derajat nisbi layanan yang ditawarkan oleh kendaraan umum dan kendaraan pribadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang umumnya bersifat subjektif dan sulit dikuantifikasikan seperti kenyamanan, kesenangan, kemudahan berganti moda angkutan. Ukuran yang dikembangkan oleh National Capital Transportation Agency sangat khas dan ditentukan oleh faktor yang disebut tambahan waktu perjalanan, yaitu waktu yang digunakan di luar kendaraan umum maupun pribadi selama perjalanan tertentu misalnya waktu berjalan, waktu menunggu, hambatan memarkir. TSR = X 2 +X 3 +X 4 +X 5 X 7 +X 8 Di mana: TSR = Nisbah layanan perjalanan X 2 = Lama waktu berpindah antara kendaraan umum X 3 = Lama waktu menunggu kendaraan umum X 4 = Lama waktu perjalan ke pemberhentian ke tujuan X 5 = Lama waktu perjalan dari pemberhentian ke tujuan X7 = Lama memarkir kendaraan pribadi di tempat tujuan X 8 = Lama waktu perjalan dari tempat parkir ke tujuan Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008

2.6 Standar Kinerja Angkutan Umum

Perencanaan perangkutan didefinisikan sebagai proses yang tujuannya mengembangkan sistem angkutan yang memungkinkan manusia dan barang bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah. Selain itu masih ada unsur cepat, jadi aman dan murah perangkutan juga harus cepat. Bahkan untuk memindahkan manusia, selain cepat, aman dan murah sistem perangkutan harus pula nyaman Pignataro, 1973 dalam Warpani, 1990. Mendasari dari teori yang telah dikembangkan oleh Burton maka beberapa standar parameter kinerja angkutan umum dapat dilihat seperti di bawah ini. Parameter Kinerja Angkutan Umum Sesuai Rekomendasi World Bank Parameter angkutan umum sebagaimana yang direkomendasikan World Bank dari hasil studi pada negara-negara berkembang adalah sebagai berikut: a. Minimum Frekuensi, Rata-rata 3 - 6 kendaraanjam, minimum 1,5 - 2 kendaraanjam. b. Waktu Tunggu Rata-rata 5 - 10 menit, maksimum 10 - 20 menit. c. Jarak Mencapai Pemberhentian Di pusat Kota 300 - 500 m, di pinggir Kota 500 - 1000 m d. Tingkat Perpindahan Rata-rata 0 – 1 kali, Maksimum 2 kali. e. Waktu Perjalanan Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 Rata-rata 1 - 1,5 jam, Maksimum 2 jam. f. Kecepatan Kendaraan 1 Daerah padat 10-12 KmJam 2 Daerah tidak padat 25 Kmjam 3 Dengan bus lineway 15-18 Kmjam 4 Biaya perjalanan 10-25 dari perkapita g. Persyaratan khusus keamanan, kenyamanan, faktor lintasan, kemudahan.

2.6.2 Konsep Tingkat Pelayanan Angkutan Umum Transportation Research Board, USA

a. Waktu dan Jarak Berjalan Kaki Tingkat Pelayanan Waktu Berjalan Kaki menit Jarak Berjalan Kaki meter A 2 0 -100 B 2-4 101-200 C 4-7,5 201-400 D 7,5-12 401-600 E 12-20 601-1000 F 20 1000 b. Perpindahan dan Waktu Menunggu Tingkat Pelayanan Jumlah Perpindahan Angkutan Umum Waktu Menunggu menit A 0 - B 1 5 C 1 5-10 D 1 10 E 2 F 2 Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 c. Waktu Menunggu Tingkat Pelayanan Waktu Menunggu menit 8 9-12 13-20 21 A 85-100 90-100 95-100 89-100 B 75-84 80-89 90-94 95-98 C 66-74 70-79 80-89 90-94 D 55-65 60-69 65-79 75-89 E 50-54 50-59 50-64 50-74 F 50 50 50 50 d. Headway dan Kepadatan Penduduk Kepadatan Pendudukkm2 4000 3000-4000 Headway menit Headway menit Tingkat Pelayanan Sibuk Tak Sibuk Sibuk Tak Sibuk A 2 5 4 9 B 2-4 15-19 5-9 10-14 C 5-9 10-14 10-14 15-19 D 10-14 15-20 15-19 20-29 E 15-20 21-30 20-30 30-60 F 20 30 30 60 Kepadatan Pendudukkm2 2000-3000 750-2000 Headway menit Headway menit Tingkat Pelayanan Sibuk Tak Sibuk Sibuk Tak Sibuk A 9 14 9 14 B 10-15 15-19 10-14 15-29 C 15-24 20-30 15-24 30-44 D 25-39 31-45 25-39 45-59 E 40-60 46-40 40-60 60-19 F 60 60 60 90 e. Kepadatan penumpang Tingkat Pelayanan Kepadatan Penumpang A Tempat duduk terpisah dengan sandaran yang tinggi B Tempat duduk sejajar membujur per penumpang minimum 0,46 m2pnp C Tempat duduk sejajar melintang per penumpang minimum 0,46 m2pnp D Tempat duduk 0,28-0,46 m2pnp atau faktor muat 100-110 Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 E Faktor muat 111-125 F Faktor muat 125 f. Indeks Waktu Perjalanan terhadap Kendaraan Pribadi Tingkat Pelayanan Indeks Waktu Perjalanan Keterangan A 2 Indeks waktu perjalanan= waktu perjalanan td width=121 v Pola Tata Guna Lahan Perkotaan Pola tata guna lahan perkotaan memiliki ciri dan struktur yang berbeda dengan tata guna lahan pedesaan Jayadinata. JT, 1999. Perbedaan dalam struktur pengembangan perkotaan memiliki konsekuensi terhadap permintaan dan penyediaan jasa transportasi. Untuk menganalisis struktur perkotaan dan distribusi kegiatan dalam ruang serta untuk memahami pola kebutuhan transportasi sekarang dan masa yang akan datang maka teori pola tata guna lahan perkotaan dapat dibedakan dalam beberapa teori. Antara lain Teori Jalur Sepusat atau Teori Konsentrik consentric zone theory, Teori Sektor sector theory dan Teori Pusat Lipat Ganda multiple nuclei concept dan Teori Poros.

2.7.1 Teori Jalur Sepusat atau Teori Konsentrik

Teori Jalur Sepusat atau Teori Konsentrik consentric zone theory E.W Burgess, mengemukakan bahwa kota terbagi sebagai berikut: Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 1. Pada lingkaran dalam, terletak pusat kotaCBD Central Business Distric yang terdiri atas: bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar dan toko pusat belanja I; 2. Pada lingkaran tengah pertama terdapat jalur alih: rumah-rumah sewaan, kawasan industri, perumahan buruh II; 3. Pada lingkar tengah kedua terletak jalur wisma buruh, yakni kawasan perumahan untuk tenaga kerja pabrik III; 4. Pada lingkar luar terdapat jalur madyawisma, yakni kawasan perumahan yang luas untuk tenaga kerja halus dan kaum maday middle class IV; 5. Di luar lingkaran terdapat jalur penglaju jalur ulang alik: sepanjang jalan besar terdapat perumahan masyarakat golongan madya dan golongan atas atau masyarakat kota V. Keterangan: Zona I : Daerah pusat kegiatan CBD Zona II : Zona peralihan Zona III : Zona perumahan para pekerja Zona IV : Zona pemukiman yang lebih baik Zona V : Zona para penglaju Gambar 2.1. Model Zona Konsentris Burges

2.7.2 Teori Sektor

Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 Teori sektor sector theory menurut Humer Hoyt 1939 yang menyatakan bahwa kota tersusun sebagai berikut: 1. Pada lingkaran pusat terdapat pusat kota CBD 1; 2. Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan kawasan perdagangan 2; 3. Dekat pusat kota dan dekat sektor tersebut di atas, pada bagian sebelah menyebelahnya, terdapat sektor murbawisma, yaitu kawasan tempat tinggal kaum murba atau kaum buruh 3; 4. Agak jauh dari pusat kota dan sektor serta perdagangan, terletak sektor madyawisma 4; 5. Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, kawasan tempat tinggal golongan atas 5. Keterangan: 1. Daerah Pusat Kegiatan CBD 2. Zone Of wholesale light manufacturing 3. Zona pemukiman kelas rendah 4. Zona pemukiman kelas menengah 5. Zona pemukiman kelas tinggi Gambar 2.2. Model Teori Sektor Humer Hoyt

2.7.3 Teori Pusat Lipat Ganda

Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 Teori Pusat Lipat Ganda multiple nuclei concept menurut Harris dan Ullman 1945 banyak atau sedikitnya pusat kegiatan yang ada merupakan kekuatan penentu lokasi localization forces satu kota yang meliputi: pusat kota, kawasan kegiatan ekonomi, kawasan hunian dan pusat lainnya. Teori ini pada umumnya berlaku pada kota-kota yang agak besar. 1. Pusat kota atau CBD 1; 2. Kawasan niaga dan industri ringan 2; 3. Kawasan murbawisma, tempat tinggal berkwalitas rendah 3; 4. Kawasan madyawisma, tempat tinggal berkwalitas menengah 4; 5. Kawasan adiwisma, tepat tinggal berkwalitas tinggi 5; 6. Pusat industri berat 6; 7. Pusat niagaperbelanjaan lain di pinggiran 7; 8. Kawasan madyawisma dan adiwisma 8; 9. Untuk kawasan industri 9. Keterangan: 1. CBD 2. Whole sale light manufacturing 3. Low-class residential 4. Medium class residential 5. High class residential 6. Heavy Manufacturing 7. Outlying business district OBD 8. Residential Sub urban 9. Industrial Sub urban Gambar 2.3. Model Pusat Kegiatan Banyak Multiple Nuclai Model Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008

2.7.4 Teori Poros

Teori yang menekankan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota, dikemukakan oleh Babcock 1932 yang merupakan penyempurnaan dari teori konsentris. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah sistem transportasi yang menjadi poros dalam menghubungkan CBD dan daerah bagian luarnya. Keterangan: 1. CBD 2. Transition Zone dan Major road 3. Low income housing = Railway 4. Middle income housing Gambar 2.4. Model Teori Poros Babcock, 1932

2.8 Perkembangan Fisik Kota

Menurut Yunus HS 1999, meningkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya tuntutan kebutuhan kehidupan dalam aspek politik, perekonomian, Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 sosial budaya dan teknologi telah mengakibatkan meningkatnya kegiatan penduduk perkotaan yang akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan yang besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka peningkatan kebutuhan ruang untuk tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Gejala pengambil alihan non urban oleh penggunaan lahan urban di daerah pinggiran kota disebut invasion. Proses perembetan kenampakan fisik perkotaan ke arah keluar disebut dengan urban sprawl. Secara garis besar proses perluasan areal perkotaan urban sprawl dibedakan menjadi concentric developmentlow density continous development, ribbon developmentlineair developmentaxial development, leap frog developmentchecker board developent.

2.8.1 Perembetan Konsentris

Perembetan konsentris concentric developmentlow density continous development merupakan jenis perembetan areal perkotaan yang paling lambat, perembetan berjalan perlahan terbatas pada semua bagian-bagian penampakan kota, selanjutnya membentuk suatu penampakan morfologi kota yang relatif kompak. Peran transportasi terhadap perembetannya tidak besar. Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 Gambar 2.5. Perembetan Konsentris

2.8.2 Perembetan Memanjang

Tipe perembetan memanjang ribbon developmentlineair developmentaxial development menunjukkan ketidakmerataan perembetan areal perkotaan di semua bagian sisi-sisi luar pada daerah utama. Perembetan yang paling cepat terdapat di jalur transportasi, khususnya yang bersifat menjari radial dari pusat kota. Gambar 2.6. Perembetan Memanjang

2.8.3 Perembetan Meloncat

Tipe perkembangan perembetan meloncat leap frog developmentchecker board development ini sangat merugikan, tidak efisien dalam arti ekonomi, tidak memiliki nilai estetika dan tidak menarik. Perkembangan lahan perkotaannya terjadi berpencar secara sporadis dan tumbuh ditengah-tengah lahan pertanian. Keadaan ini sangat menyulitkan bagi pemerintah untuk membangun prasarana dan fasilitas kebutuhan sehari-hari. Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 Gambar 2.7. Perembetan Meloncat Pembiayaan untuk pembangunan jaringan-jaringannya sangat tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang diberi fasilitas. Khususnya apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang tinggal di areal perkotaan yang kompak.

2.9 Pola Jalan Sebagai Indikator Morfologi Kota

Yunus HS 1999, pola jalan di kota merupakan salah satu unsur dari morfologi kota. Pola jalan sangat mempengaruhi pola keruangan kota, ada 3 tiga tipe sistem pola jalan yang dikenal, yaitu: pola jalan yang tidak teratur irregular system, pola jalan radial konsentris radial concentric system dan pola jalan bersudut siku atau grid rectangular of grid system.

2.9.1 Pola Jalan yang Tidak Teratur

Pada sistem ini terlihat adanya ketidakteraturan sistem jalan baik ditinjau dari segi lebar maupun arah jalannya, begitu juga dengan perletakan rumah satu dengan Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 yang lainnya tidak menunjukkan keteraturan. Pada umumnya kota-kota pada awal pertumbuhannya selalu ditandai dengan sistem ini.

2.9.2 Pola Jalan Radial Konsentris

Pada sistem ini terdapat beberapa sifat khusus antara lain bagian pusatnya merupakan pusat kegiatan dan sekaligus tempat pertahanan terakhir pada suatu kekuasaan, daerah pusat ini berupa pasar, kompleks perbentengan, kastil, komplek ibadah dan lain lain serta secara keseluruhan membentuk jaringan sarang laba-laba, mempunyai keteraturan geometris serta jalan besar menjari dari titik pusat dan membentuk asterik shaped patten.

2.9.3 Pola Jalan Bersudut Siku atau Grid

Sistem ini merupakan bentuk paling cocok untuk pembagian lahan dan untuk daerah luar kota masih banyak disediakan lahan kosong, pengembangan kotanya akan nampak teratur dengan mengikuti pola yang sudah terbentuk. Keuntungan retcangular of grid system adalah i shortest dimension on the street side, ii growing more lots sheets frontage, iii easier to asemble individual lots into larger unit seperti blok. Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 Gambar 2.8. Jaringan Jalan dengan Pola Grid 2.10 Tata Guna Lahan dan Transportasi Persoalan transportasi dalam kaitannya dengan pertumbuhan wilayah perkotaan pada dasarnya dapat diindikasikan oleh 3 tiga aspek, yaitu: i Meningkatnya pertumbuhan dan sebaran penduduk pada kawasan perkotaan. ii Meningkatnya kegiatan sosial-ekonomi yang ada di dalamnya. iii Perkembangan dan perubahan guna lahan. Interaksi yang terjadi antara ketiga aspek tersebut dipresentasikan dalam wujud arus pergerakan, baik dalam bentuk lalu lintas orang maupun lalu lintas barang. Menurut Manheim 1979 di dalam kaitannya dengan perlakuan atau intervensi terhadap sistem transportasi, terdapat 3 tiga demensi perubahan secara kritis mempengaruhi sistem transportasi, yaitu: i Perubahan dalam sistem permintaan transportasi, seperti pertumbuhan dan populasi, peningkatan pendapatan serta perubahan guna lahan akan mempengaruhi permintaan terhadap jasa transportasi, baik jumlah permintaan ataupun perubahan sebaran permintaan pada kerangka ruang atau waktu; Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 ii Perubahan pada kemajuan tehnologi, seperti adanya kemajuan teknologi angkutan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan angkutan kecepatan, kenyamanan, keamanan dan lain sebagainya, serta penghematan energi; iii Perubahan tata nilai dalam pengambilan keputusan transportasi. Sebagai suatu sistem, tentunya interaksi antar elemen ruang akan saling mempengaruhi secara dinamis. Berbagai tindak perlakuan terhadap sistem kegiatan akan saling mempengaruhi sistem transportasi, demikian pula berlaku sebaliknya. Selanjutnya, dalam usaha mempelajari dan menganalisis sistem transportasi dan kaitannya dengan sistem kegiatan, Manhein 1979, menyatakan adanya 3 tiga unsur yang saling berinteraksi yaitu sistem kegiatan activity system, sistem transportasi transportation system dan sistem pergerakan flow. Interaksi antar ketiga unsur tersebut akan saling mempengaruhi, dalam arti setiap perlakuanintervensi pada salah satu unsur akan mempengaruhi unsur yang lain. Lebih jauh Vaughan 1978, menyatakan bahwa interaksi antar unsur tersebut tidak saja mempengaruhi besaran kegiatan unsur, akan tetapi juga akan mempengaruhi pola struktur ruang geografis yang akan terjadi. Karenanya dalam usaha untuk mempelajari dan menganalisis sistem transportasi suatu wilayah atau kawasan, pada dasarnya harus selalu mengacu kepada pola dan karakteristik pertumbuhan wilayah serta berbagai aspek yang ada di dalamnya, baik karakteristik Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 penduduk, karakteristik kegiatan sosio-ekonomi, ataupun karakteristik guna lahannya serta sistem transportasinya. Kasus pertumbuhan wilayah perkotaan pada dasarnya ditujukan oleh meningkatnya aktivitas kota serta perkembangan fisik kota. Salah satu dampak yang sangat dirasakan, diindikasikan oleh adanya pertumbuhan arus pergerakan kendaraan yang sangat pesat pada setiap ruas jalan yang ada. Sebagai contoh implikasi dari adanya peningkatan arus kendaraan pada sebagian ruas jalan yang ada di kawasan perkotaan adalah terhadap peningkatan kebutuhan prasarana sarana transportasi yang memadai, khususnya untuk melayani interaksi antar pusat pelayanan yang ada di kawasan perkotaan, bahkan interaksi arus pergerakan menerus.

2.11 Temuan dari Studi Literatur

Teori-teori yang telah dipaparkan dari beberapa literatur mempunyai beberapa kesetaraan dalam menilai kinerja angkutan umum. Berdasarkan pembahasan sebelumnya, mulai dari konsep pergerakan hingga faktor-faktor yang digunakan dalam melihat kinerja angkutan umum, maka secara terinci faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengukuran kinerja angkutan umum dapat ditabulasikan sebagai berikut: Tabel 2.1. Faktor-faktor yang Menjadi Pertimbangan dalam Pengukuran Kinerja Angkutan Umum PendapatAturan Faktor yang dipertimbangkan Tamin Abler et.al Bruton Pignataro Inggris USA World Bank Jarak √ √ √ Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 Biaya √ √ √ √ √ √ Waktu √ √ √ √ √ Kecepatan √ √ Rute √ Kesenangan √ Keandalan √ Ketersediaan moda √ Ukuran kota √ Keselamatan √ Tambahan waktu perjalanan √ Jarak berjalan kaki √ Perpindahan dan waktu menunggu √ Head way √ Kepadatan penduduk √ Kepadatan penumpang √ Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008 Lanjutan Tabel 2.1 Indeks waktu terhadap kendaraan pribadi √ Waktu tunggu √ Jarak mencapai pemberhentian √ Tingkat penggantian moda √ Biaya perjalanan √ Persyaratan khusus √ √ √ PendapatAturan Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan Tamin 1997 Jarak, biaya, tingkat kenyamanan Abler et.al 1972 Biaya, waktu, jarak, rute Bruton 1975 Kecepatan, jarak perjalanan, kenyamanan, kesenangan, biaya, keandalan, ketersediaan moda, ukuran kota Pignataro 1973 Keselamatan, biaya, waktu National Capitol Transportation Agency Inggris Waktu perjalanan, berkendaraan, berpindah antar kendaraan, menunggu biaya, tambahan waktu perjalanan waktu di luar kendaraan Transportation Research Board, USA Waktu dan jarak berjalan kaki, perpindahan dan waktu menunggu, headway dan kepadatan penduduk, kepadatan penumpang, indeks waktu terhadap kendaraan pribadi. World Bank Waktu tunggu, jarak mencapai pemberhentian, tingkat penggantian moda, lama perjalanan, kecepatan kendaraan, biaya perjalanan, persyaratan khusus kenyamanan, keamanan, kemudahan, lintasan Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah angkutan umum di Kota Medan, jenis mobil penumpang umum KPUM dengan nomor trayek 64, yang memiliki rute trayek terminal Amplas ke terminal Pinang Baris pulang pergi. Secara terinci rute trayek angkutan umum KPUM nomor trayek 64 ini adalah sebagai berikut: Keluar : Terminal Terpadu - Jl. Pangeran Denai - Jl. SM. Raja - Jl. Warni - Jl. Brigjen Katamso - Jl. Pemuda - Jl. A. Yani - Jl. Sutoyo - Jl. Imam Bonjol - Jl. Cut Nyak Din - Jl. P. Diponegoro - Jl. Zainul Arifin - Jl. Gajah Mada - Jl. KH. W. Hasyim - Jl. Gatot Subroto - Jl. Pinang Baris - Terminal Terpadu Pinang Baris. Masuk : Terminal Terpadu Pinang Baris - Jl. Pinang Baris - Jl. Gatot Subroto- Jl. KH. W. Hasyim - Jl. Gajah Mada - Jl. Hayam Wuruk - Jl. Mataram- Jl. P. Nyak Makam - Jl. Patimura - Jl. Monginsidi - Jl. Juanda-Jl. SM. Raja - Jl. Pangeran Denai - Terminal Terpadu Amplas.

3.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Alat-alat tulis, Thomas Andrian : Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum MPU Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan KPUM Trayek 64, 2008 USU Repository © 2008