Kurang Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Penyebaran Informasi dan Rangsangan Melalui Media Massa

8. Kurang Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi

Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi perlu dibekali pada anak untuk menghindari tindak kekerasan seksual atau perkosaan yang akan dialami. Seperi terungkap dari wawancara dengan informan. Kasus 1. “...Tidak tahu, kalau saya tahu kan sudah saya gugurkan saja, atau saya kasih tau kekakak lebih cepat.” NA “Dia melakukan itu karena ada kesempatan. Kalau orang tuanya tidak membiarkan anaknya bebas dan dijaga pasti kejadiannya tidak seperti ini.” MR Kasus 2. “...Tidak saya tidak pernah tahu bahwa itu perkosaan” BD “ Kebiasaan didaerah pidie dari zaman dulu khususnya tentang seksualitas itu jarang dibicarakan dengan orang tua, masih dianggap tabu untuk membicarakan masalah seksualita sama orang tua, haidnya aja malu untuk mengatakannya pada orang tua. Kecuali dikota Besar ET Tidak adanya kebijakan khusus tentang kesehatan reproduksi pada remaja. Fakta menunjukkan bahwa remaja masih mengalami kesulitan untuk memperoleh akses terhadap informasi dan layanan untuk kesehatan reproduksi.Hal ini disebabkan nilai – nilai sosial budaya yang masih menganggap tabu untuk membicarakannya. Lagipula informasi dan layanan kesehatan reproduksi yang ada terbatas pada pasangan yang sudah menikah Sadli,2008. Terjadinya kehamilan pada NA disebabkan NA tidak pernah mengetahui tentang hubungan seksual yang mengakibatkan kehamilan. Begitu juga pada kasus BD yang tidak mengetahui bahwa tindakan yang dilakukan oleh kek AL adalah tindakan perkosaan. Mitos – mitos dan budaya di masyarakat yang masih mengangkap tabu untuk membicarakan masalah seks pada anak. Akibat ketidaktahuan masalah ini, akan terjebab terhadap tindakan perkosaan.

9. Penyebaran Informasi dan Rangsangan Melalui Media Massa

Terjadinya tindakan kekerasan terhadap anak akibat pengaruh media elektronik khususnya film -film asusila, seperti terlihat dari wawancara dengan informan. Kasus 2. “..Malah kadang pernah menurut cerita orang dia suka menghidupkan video porno, kemudian mengajak anak – anak untuk menontonnya. Kebiasaan ini sudah banyak diketahui warga “ RS “ Berdasarkan hasil putusan pengadilan pada NA, ZF memperkosa NA setelah dia menonton film seks di televise, pada saat itu NA sedang tidur di ruang tamu bersama dengan anaknya. Hal ini membuat gairan seksual ZF meningkat. Selain itu kondisi ZF yang sedang mabuk membuat dirinya tidak snaggup menahan nafsu.” Berdasarkan data dari KPAI 2010 pelaku mengaku sebelum memperkosa mereka terlebih dahulu menonton video porno sehingga terangsang dan melakukan perkosaan. Dampak video porno bagi anak sangat buruk, terutama bagi anak – anak dibawah umur, apakah itu anak yang menjadi korban maupun pelaku. Dampak yang ditimbulkan dari peredaran video porno tersebut telah merusak jutaan moral anak bangsa. Di Indonesia masih sangat mudah mengakses video porno tersebut baik melalui handphone dan internet.

5.3. Jenis Tindakan Kekerasan Seksual pada Anak

Berbagai jenis tindakan kekerasan seksual pada anak dirasakan oleh korban.. Seperti terungkap dari hasil wawancara dengan informan. Kasus 1. “Tiba-tiba saya terbangun dan tersentak karena mulut saya sudah disumpal dengan kain dan tangan sudah mau diikat, saya berusaha untuk melawan tapi tidak mampu karena tangan saya sudah diikat dan saya tidak sanggup melawan dan meminta tolong. Kemudian abang ipar langsung menurunkan celana saya tapi tidak membuka semuanya. Kemudian abang menindih badan saya dan terjadilah perkosaan tersebut dengan kasarnya..” NA “Pada saat itu dia berdua dengan ayahnya diajak oleh ayahnya pergi ke gubuk yang dekat tambak untuk mencari anak udang, sekitar jam 8 malam, sesampai di sana ayahnya langsung membuka celana dia, tapi pada saat itu dia sudah mengatakan “jangan” sama bapaknya. Tapi bapaknya menjawab jangan ribut, nanti orang-orang bisa dengar. Kemudian ayahnya langsung memasukkan alat vitalnya ke dalam kemaluan korban, setelah sekira 5 menit ayahnya mencabut alat vitalnya dan menumpahkan maninya ke lantai.” RT Kasus 2 “Dia cerita – cerita dulu. Kemudian dia kasih duit untuk saya lima ribu rupiah. Kemudia baru dia duduk disamping saya dan mencium saya. Dia bilang jangan ribut, kalau ribut nanti orang – orang bisa tahu. Kalau orang tahu kami bisa kami dipukul oleh orang. Setelah itu dia membuka kain sarungnya. Dan menyuruh saya memegang dan mengisap kemaluannya BD Poerwandari dalam Fuadi 2011 mendefinisikan kekrasan seksual sebagai tindakan yang mengarah kejakandesakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium atau melakukan tindakan – tindakan lain yang tidak dikehendaki oleh korban. Tindakan – tindakan ini meliputi memaksa korban menonton produk pronografi, gurauan – gurauan seksual, ucapan – ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarahkan pada aspek jenis kelaminseks korban, memaksa melakukan hubungan seks tanpa persetujuan korban dengan kekerasan fisik maupuntidak; memaksa melakukan aktifitas – aktifitas seksual yang tidak disukai, merendahkan, menyakiti atau melukai korban. Kekerasan fisik dalam tindak kekerasan seksual yang dialami korban NA oleh abang iparnya menyebabkan korban tidak mampu melawan dan meminta tolong. Korban diikat, disumpal mulutnya, membuka celana secara paksa, dan menindih korban sehingga korban benar-benar tidak berdaya. Bahkan tindakan tersebut dilakukan berulangkali oleh pelaku pada korban sehingga korban hanya bersikap pasrah menerima perlakuan korban. Walaupun korban meronta-ronta dan menangis tetapi pelaku tidak menghiraukannya bahkan memiliki kecenderungan semakin ganas memperkosa korban. Pada kasus BD tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh kek AL berupa bujuk rayu menyebabkan korban masih mau kembali mendatangi rumah korban sehingga terjadi perkosaan sebanyak 3 kali. Selain itu, ancaman pelaku membuat korban takut untuk memberitahu kepada orangtuanya.

5.4. Dampak Tindakan Kekerasan Seksual pada Anak

Akhir-akhir ini intensitas kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Adanya berbagai tindak kekerasan menyebabkan korban anak dalam jumlah yang cukup banyak. Akibat adanya berbagai tindak kekerasan, anak mengalami gangguan perkembangan baik secara fisik maupun secara psikologi. Anak yang menjadi korban perkosaan atau keluarganya, kerap kali tidak tahu apa yang harus dikerjakan atau segan mengusahakan penyelesaian permasalahan itu, karena kurangtidak mempunyai pengetahuan, dana, keberanian, dan harapan; Mungkin juga karena adanya anggapan bahwa kejahatan perkosaan yang menimpa diri anak sudah nasibnya. Berbagai dampak akibat kasus tindakan kekerasan seksual perkosaan yang dialami anak adalah sebagai berikut:

1. Hamil