Syarat Informan Proses Penelusuran Informan

dalam menurunkan kekerasan yang terjadi terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Pidie. Tidak segan – segannya ET untuk memarahi dan memukul korban perkosaan terhadap anak, apabila kasus perkosaan tersebut terjadi dibatas kewajaran manusia. Selain itu, ET juga memilki hubungan yang baik dengan pihak lain seperti Unit PPA Polres Pidie, Kejaksaan, Rumah Sakit dan LSM yang ada di Kabupaten Pidie. Pengiat LSM yang sering menangani kasus perkosaan terhadap anak adalah ER, berumur 28 tahun, perempuan, bekerja di LSM Paska, pendidikan D3 keperawatan. ER sudah bekerja di LSM Paska sejak 6 tahun yang lalu.

3.3.3 Syarat Informan

Dalam menentukan atau menetapkan informan diperlukan syarat – syarat dari informan, informan adalah korban yang pernah mengalami kekerasan seksual khususnya perkosaan, memiliki kemampuan menceritakan kembali perkosaan yang pernah dialaminya, serta masih bertempat tinggal di Kabupaten Pidie. Syarat untuk non kasus adalah yang mereka mengetahui secara langsung atau tidak langsung tentang kekerasan seksual yang dialami anak, informan bersedia diwawancara, memiliki kondisi emosional yang stabil, dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data pada kasus perkosaan pada anak yang ada Kabupaten Pidie.

3.3.4 Proses Penelusuran Informan

Dalam penelusuran informan dalam penelitian ini adalah anak yang sudah pernah mengalami perkosaan yang tinggal diwilayah Kabupaten Pidie yang terdata di Badan Kesejahteraan perempuan dan Perlindungan Anak BKSPP Kabupaten Pidie Tahun 2012. Dari 4 orang anak korban perkosaan, peneliti hanya memilih 2 orang anak yang dijadikan informan dalam penelitian ini, karena dari 4 orang korban hanya mereka berdua yang dapat dijadikan informan dan memenuhi persyaratan. Peneliti juga melihat dampak yang ditimbulkan secara langsung dari anak adalah mengalami kehamilan akibat perkosaan. Pemilihan terhadap calon informan ini hanya terbatas pada anak korban perkosaan dan dapat berkomunikasi dengan baik. Peneliti juga mempertimbangkan tempat tinggal informan yang mudah dijangkau, yaitu yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kota Sigli. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam berkomunikasi. Salah satu korban perkosaan sudah pindah tinggal di kecamatan lain yang jaraknya susah dijangkau oleh peneliti, sehingga anak tersebut tidak dijadikan informan dalam penelitian ini. Korban satunya lagi mengalami tuna rugu sehingga tidak bisa dijadikan informan . Selanjutnya peneliti melakukan penyaringan informan untuk melihat apakah ada fenomena yang menarik untuk diteliti pada anak korban perkosaan. Penelitian dilakukan pada 2 orang anak korban perkosaan. Sebelum melakukan wawancara dengan informan, peneliti melakukan pendekatan dengan orang yang terdekat dengan korban dan mengetahui keberadaan informan sehingga memudahkan peneliti untuk setiap hari melakukan wawancara dengan informan. Pendekatan yang dilakukan sebelum melakukan wawancara adalah peneliti sering berkunjung ke rumah informan. Saat berkunjung, peneliti membawa makanan, makan bersama dengan kelurga informan dan berkomunikasi dengan keluarga korban sehingga membina keakraban dengan informan sehingga timbulnya keakraban antara informan dengan peneliti. Membina hubungan rasa percaya dengan informan sangat diperlukan karena penelitian ini sangat bersifat pribadi sehingga diperlukan keterbukaan dalam menyampaikan informasi.

3.4 Metode Pengumpulan Data