2.2.2 Klasifikasi Kekerasan Seksual pada Anak
Menurut Resna dan Darmawan 2002, tindakan penganiayaan seksual dapat dibagi atas tiga kategori yaitu perkosaan, incest, dan eksploitasi. Untuk lebih jelasnya
dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Perkosaan Pelaku tindakan perkosaan biasanya pria. Perkosaan biasanya terjadi pada suatu
saat dimana pelaku biasanya lebih dulu mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak. Jika anak diperiksa dengan segera setelah perkosaan,
maka bukti fisik dapat ditemukan seperti air mata, darah, dan luka memar yang merupakan penemuan mengejutkan dari penemuan akut suatu penganiayaan.
Apabila terdapat kasus pemerkosaan dengan kekerasan pada anak, akan merupakan suatu risiko terbesar karena penganiayaan sering berdampak emosi
tidak stabil. Khusus untuk anak ini dilindungi dan tidak dikembalikan kepada situasi dimana terjadi tempat perkosaan, pemerkosa harus dijauhkan dari anak
Resna dan Darmawan, 2002. Secara garis besar, terdapat lima tipe tindakan perkosaan yaitu :
a. Sadistic rape perkosaan sadis, yang memadukan seksualitas dan agresi
dalam bentuk kekerasan destruktif. Pelaku menikmati kesenangan erotis bukan melalui hubungan seksualnya, melainkan melalui serangan yang
mengerikan atas kelamin dan tubuh korban. b.
Anger rape, yaitu perkosaan sebagai pelampiasan kemarahan atau sebagai sarana menyatakan dan melepaskan perasaan geram dan amarah yang tertahan
baik pada korban maupun pada orang lain. Tubuh korban seakan dijadikan objek terhadap siapa pelaku memproyeksikan pemecahan kesulitan,
kelemahan, frustasi, dan kekecewaan hidupnya. c.
Domination rape, yaitu perkosaan karena dorongan keinginan pelaku menunjukkan kekuasaan atau superioritasnya sebagai lelaki terhadap
perempuan dengan tujuan utama penaklukan seksual. d.
Seductive rape, yaitu perkosaan karena dorongan situasi merangsang yang diciptakan kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan untuk
membatasi keintiman personal, dan sampai batas-batas tertentu bersikap permissive membolehkan perilaku pelaku asalkan tidak sampai melakukan
hubungan seksual. Namun karena pelaku beranggapan bahwa perempuan umumnya membutuhkan paksaan dan tanpa itu dia merasa gagal, maka
terjadilah perkosaan. e.
Exploitation rape yaitu perkosaan yang terjadi karena diperbolehkan keuntungan atau situasi dimana perempuan bersangkutan dalam posisi
tergantung padanya secara ekonomi dan sosial Marzuki, 2007. 2.
Incest Incest didefenisikan sebagai hubungan seksual atau aktivitas seksual lainnya
antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan diantara mereka dilarang oleh hukum maupun kultur. Incest biasanya terjadi dalam waktu
yang lama dan sering menyangkut suatu proses terkondisi.
3. Eksploitasi
Eksploitasi seksual meliputi prostitusi dan pornografi, dan hal ini cukup unik karena sering meliputi suatu kelompok secara berpartisipasi. Hal ini dapat terjadi
sebagai sebuah keluarga atau di luar rumah bersama beberapa orang dewasa dan tidak berhubungan dengan anak-anak dan merupakan suatu lingkungan seksual.
Pada beberapa kasus ini meliputi keluarga-keluarga, seluruh keluarga ibu, ayah dan anak-anak dapat terlibat dan anak-anak harus dilindungi dan dipindahkan dari
situasi rumah. Hal ini merupakan situasi patologi dimana kedua orang tua sering terlibat kegiatan seksual dengan anak-anaknya dan mempergunakan anak-anak
untuk prostitusi atau untuk pornografi. Eksploitasi anak-anak membutuhkan intervensi dan penanganan yang banyak secara psikiatri Resna dan Darmawan,
2002 Dalam bentuk lebih ringan, Kalyanamitra 2009, memberikan beberapa
contoh tindak pelecehan seksual adalah: menyuiti perempuan di jalanan, memanggil- manggil, atau mengomentari perempuan secara tidak sopan, menceritakan lelucon
kotor kepada seseorang yang merasakannya sebagai merendahkan derajat, komentar terus menerus mengenai seks atau yang memiliki makna ganda, memperlihatkan
gambar seksi, kalender, majalah, atau buku-buku bergambar perempuan kepada orang yang tidak menyukainya, terus menerus bertanya kepada seseorang mengenai
kehidupan pribadi atau kegiatan seksualnya, terus menerus mengajak berkencan kepada seseorang yang jelas-jelas tidak mau, menggerakkan tangan atau tubuh secara
tidak sopan terhadap seseorang, memandang atau mengerling, menyentuh, menyubit,
menepuk, menimbang, mengamati tubuh seseorang secara berlebihan, memeluk, atau menciumi seseorang yang tidak menyukai pelukan dan ciuman itu, dan lain-lain
sebagainya.
2.2.3 Faktor-faktor terjadinya Kekerasan Seksual pada Anak