sikap pelaku yang kasar, beringas, suka mabuk, dan mengisap ganja menyebabkan korban tidak mampu melawan karena di bawah tekanan. Demikian juga ketika Abu
bapak korban melakukan perkosaan pada NA walaupun disangkal melalui pencabutan BAP, dia diancam agar tidak menceritakan perbuatan tersebut kepada
orang lain, karena kalau sampai kasus tersebut diketahui warga masyarakat maka mereka akan dibunuh. Ancaman-ancaman tersebut membuat korban tidak berdaya
dan terpaksa menuruti keinginan pelaku, sehingga korban sampai 5 kali diperkosa oleh abang iparnya dan 3 kali oleh bapaknya.
Demikian juga kasus yang terjadi pada BD, dirinya diperkosa karena takut akan ancaman kek AL, karena kalau sampai BD menceritakan kepada orang lain
maka dirinya akan dipukul. Bagi anak-anak, ancaman orang besar orang dewasa sering kali menakutkan sehingga mereka mau tidak mau terpaksa mengikuti perintah
orang dewasa tersebut. Ancaman orang dewasa memang ampuh untuk menakuti- nakuti, membuat anak menjadi tertekan, tidak mempunyai pilihan untuk melawan,
dan dijadikan senjata bagi pelaku untuk menguasai korban.
6. Kurang Pengawasan
Kurang pengawasan orang tua kepada anaknya, menyebabkan anak rentan menjadi korban tindak kekerasan seksual. Seperti terungkap dalam wawancara
dengan informan. Kasus I.
“Dia NA tidak tinggal bersama saya. Dia sering tidur di rumah satu lagi yang tidak jauh dengan rumah kakaknya. Jadi saya
tidak tahu kalau NA sudah hamil.” “Saya memang kurang perhatian ke situ. Saya sibuk kerja.
Malamnya saya pergi ke laut atau rawa untuk mencari ikan
bersama Abu, pulangnya subuh. Paginya saya membawa hasil tangkapan ikan ke pasar. Setelah laku baru saya dan suami
tidur.”
MR “Orang tuanya kurang memperhatikan anak-anaknya. Mereka
hidup sendiri. Besar dan tumbuh sendiri. Tidak ada pendidikan agama.”
“Orang tua NA suka tinggal di gubuk yang dibuatnya yang lokasinya dekat dengan laut desa sebelah. Jadi dia jarang
pulang ke rumah.”
AY Kasus 2.
“BD kurang perhatian dari orang tuanya, ayah ibunya sudah bercerai sejak dia masih kecil, dan sekarang ibunya mengalami
stroke”
FT. Penelitian Booth Edwards, 1976; Booth Johnson, 1975; Saegert,
1980; memfokuskan pada hubungan antara anak-orangtua pada keluarga yang memiliki kepadatan tinggi. Ditemukan bahwa anak lebih sedikit menerima perhatian
yang konstruktif, anak lebih sering keluar rumah tanpa pengawasan orang tua sehingga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menjadi nakal dan mengalami
masalah perilaku dan masalah belajar Hertinjung, 2010. Penelitian Awa 2012 di Polres Tabanan khususnya mengenai masalah
perkosaan terhadap anak di bawah umur, mengatakan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana perkosaan terhadap anak di bawah umur adalah faktor
lingkungan dan kurangnya pengawasan dari orang tua. Kurangnya pengawasan dari orang tua membuat anak-anak bebas seorang diri sehingga member kesempatan bagi
pelaku melancarkan aksinya. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya dalam Santrock, 2006 menunjukkan bahwa pengawasan orangtua
yang tidak memadai terhadap keberadaan anak dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan
munculnya kasus-kasus perkosaan pada anak. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki tanggung jawab
pertama untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan anak. Seorang anak akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal jika kebutuhan dasarnya
terpenuhi, misalnya kebutuhan fisik sandang, pangan, papan dan kebutuhan psikologis berupa dukungan, perhatian dan kasih sayang. Namun ironisnya keluarga
justru menjadi sumber ancaman dan ketidaktentraman anak, karena perlakuan salah yang sering diterima anak dari keluarga, khususnya orang tua. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian yang didapatkan oleh Putra dalam Andayani, 2001 melalui penelitiannya ”A Focused on Child Abuse in Six Selected Provinces in Indonesia”,
menemukan bahwa hasil-hasil perlakuan salah maltreated terhadap anak yang terjadi dalam ranah publik dan domestik ternyata sebagian besar dilakukan oleh orang
tua mereka. Adapun yang dimaksud dengan perlakuan salah dalam hal ini adalah segala jenis bentuk perlakuan terhadap anak yang mengancam kesejahteraan anak
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, sosial, psikologis, mental dan spiritual Ervika, 2005.
Dalam kasus ini, ibu NA mengakui bahwa mereka memang kurang memperhatikan korban karena mereka sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Mereka menitipkan korban kepada kakaknya sekaligus menjaga anak kakaknya. Saat korban mengalami tanda dan gejala kehamilan pun orang tua tidak
memperhatikan atau mengetahuinya. Kejadian tersebut baru diketahui setelah warga masyarakat membawa kasus tersebut ke meunasah balai desa untuk disidang sesuai
adat setempat. Kurangnya perhatian kedua orangtuanya terhadap korban karena mereka juga tinggal di rumah yang berbeda orang tua tinggal di gubuk yang
dibuatnya yang lokasinya dekat dengan laut, sehingga orang tua korban jarang pulang ke rumah
Demikian juga dengan korban BD, diperoleh informasi dari FT bahwa BD kurang mendapatkan pengawasan dari orangtuanya. Orangtuanya sudah bercerai
sejak dirinya masih kecil. Lagi pula saat ini ibunya mengalami stroke sehingga tidak ada yang memberi kasih sayang, karena kakak yang ditinggalinya juga sibuk bekerja
untuk memberi nafkah keluarga mereka.
7. Penggunaan Minuman Beralkohol