Penerimaan terhadap Bayi Malu

akibat dari perkosaan, kehamilan yang tidak diinginkan. Bagi korban perkosaan yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat, ada kemungkinan akan merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri Sulistyaningsih Faturochman, 2002. Kehamilan akibat perkosaan tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik, mental dan sosial bagi korban, tetapi juga sangat bertentangan dengan hak-hak reproduksinya. Kehamilan tersebut akan membawa dampak negatif bagi korban yakni mengalami penderitaan secara fisik, mental dan sosial. Korban mengalami trauma psikologis dan merasa tidak berharga lagi di mata masyarakat Wangi, 2012. Dalam kasus tindak kekerasan seksual pada korban NA telah terjadi kehamilan tanpa disadari dan diketahuinya. Dua bulan setelah perkosaan korban sudah merasakan pusing-pusing, sering mual, dan muntah-muntah, tetapi korban tidak tahu kalau itu tanda-tanda orang hamil. Pendidikan yang kurang serta korban mengalami retardasi mental menyebabkan dirinya tidak mengetahui bahwa dirinya hamil akibat perbuatan perkosaan yang dilakukan oleh abang iparnya. Bahkan warga masyarakat mengetahui korban sudah hamil lima bulan dengan kondisi perut yang membesar buncit.

2. Penerimaan terhadap Bayi

Dengan terjadinya kehamilan pada korban, maka perlu diketahui bagaimana penerimaan korban terhadap bayi yang dikandung dan dilahirkannya tersebut, terungkap dalam wawancara dengan informan. Kasus 1. “Masak ibu nggak sayang sama anak sendiri. Yang saya pikir sekarang bagaimana saya membesarkan dia” NA Dampak yang sering terjadi pada korban perkosaan atau tindak kekerasan seksual terutama anak-anak sering tidak menerima kehamilan atau kehadiran bayi yang dikandungnya. Hal tersebut disebabkan rasa benci, muak, sakit hati dan dendam yang dirasakan korban perkosaan, karena dengan mengandung atau melahirkan anak pelaku perkosaan maka dirinya merasa hina dan kotor sehingga bayi yang dikandungnya juga kotor serta akan memiliki sifat-sifat seperti pelaku Suyanto, 2010. Sikap korban terhadap penerimaan pada bayi yang dikandung dan dilahirkannya bahwa korban merasa sayang dengan anaknya, walaupun korban membenci perbuatan pelaku tetapi korban tetap berusaha menyayangi dan akan membesarkannya dengan baik, terbukti ketika beberapa pihak memintanya agar bayi yang dilahirkan dititipkan ke panti asuhan, korban dan keluarganya menolak.

3. Malu

Rasa malu yang ditanggung korban tindak kekerasan seksual atas hinaan dan ejekan dari teman-temannya dan warga masyarakat sebagai dampak yang dialaminya korban. Seperti terlihat dari wawancara dengan informan. Kasus 1. “Saya malu karena mereka teman-teman dan mamak-mamak suka mengatai saya sedang mengandung anak haram, waktu saya masih hamil. Mereka suka mengatai saya, anak perempuan kegatelan.” NA “Katanya dia malu sama teman-temannya, sama orang-orang kampung, karena sering diejek oleh orang kalau dia ada anak haram.” MR Kasus 2. “Malu, saya tidak berani keluar rumah” “Malu kawan-kawan suka mengejek saya.” BD Korban takut melaporkan peristiwa perkosaan yang dialaminya karena merasa terancam. Korban malu menceritakan peristiwa kekerasan seksualnya. Korban merasa bahwa peristiwa kekerasan seksual itu terjadi karena kesalahan dirinya dan peristiwa kekerasan seksual membuat korban merasa dirinya mempermalukan nama keluarga Illenia, 2011. Pada saat tindak kekerasan seksual berselang, banyak warga masyarakat mungkin akan menyatakan simpati dan dukungannya pada korban. Tetapi, di tengah kondisi dimana budaya dan nilai patriarkis masih sangat dominan, kendati simpati tetap mengalir kepada korban, namun kerap terjadi masyarakat bersikap ambivalen. Nilai-nilai masyarakat yang masih mengagungkan nilai keperawanan, sadar atau tidak akan mempengaruhi sikap penerimaan masyarakat pada korban perkosaan Bahwa seluruh warga masyarakat bersimpati pada korban perkosaan, jelas ya, tetapi apakah masyarakat mau menerima korban perkosaan itu apa adanya? Apakah warga masyarakat mau menerima korban perkosaan sebagai pasangan hidup atau salah satu menantunya Suyanto, 2010. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa kecenderungan masyarakat saat ini melihat korban perkosaan dengan cara menghina, mengejek korban dengan mengatakan bahwa korban kasus NA adalah perempuan yang kegatelan, mengandung anak haram, tidak bisa menjaga kehormatan keluarga menyebabkan korban menjadi malu dan tersisih dalam lingkungannya. Karena korban perkosaan ini adalah anak- anak, maka beban berat yang ditanggungnya menjadi bertambah berat, sebab teman- teman bermain dan para orang tua terutama ibu-ibu sering kali tidak memberikan dukungan pada korban tetapi sebaliknya malah menghina dan merendahkan harga diri korban. Demikian juga yang dialami oleh korban kasus BD, dirinya merasa malu untuk keluar rumah karena sudah banyak teman-temannya yang mengejek kalau dirinya adalah cewek kakek AL atau ada yang mengejek bahwa BD adalah istri kakek AL. Dirinya malu dibilang cewek ‘gatel’ dan tidak tahu malu.

4. Stress dan Traumatis