Takut Karena Ancaman Studi Kualitatif Kekerasan Seksual Pada Anak Di Kabupaten Pidie Tahun tahun 2013

perkosaan karena korban sering bermain-main di halaman rumah pelaku, selain itu korban juga jarang diawasi oleh orangtua dan kakak korban, sehingga dengan leluasa pelaku memanggil korban untuk masuk ke rumah atau kamarnya diajak melakukan hubungan seksual.

5. Takut Karena Ancaman

Ketidakmampuan korban melawan kepada pelaku karena korban takut dengan ancaman dari pelaku. Seperti terlihat dari wawancara dengan informan. Kasus 1. “..Saya sangat takut sama abang karena abang memiliki sifat yang kasar dan suka mengisap ganja.” “..Saya tidak berani melaporkannya sama orang tua karena takut..” “Abu Bapak suka marah dan memukul. Jadi saya takut kalau saya tahu akan dipukul” NA Kasus 2 “Dia mengancam saya kalau cerita ke orang saya akan dipukul. Jadi saya takut kalau melawan dia.” BD “.. dia Bapak NAmengancam agar jangan menceritakan kejadian kejadian ini kepada siapapun karena kalau orang-orang tahu kita akan dibunuh.” “Lebih banyak kasus perkosaan karena ancaman dari pelaku. Anak-anak pikirannya belum matang sehingga apabila diancam dia pikir betul.” “Banyak korban yang tidak berani melapor, karena takut akan ancaman pelaku dan malu juga karena telah diperkosa..” ET “Terjadinya kasus perkosaan karena ketakutan anak terhadap ancaman dari pelaku.” RT “Kalau takut mungkin iya. Karena menurut cerita dia kakek AL mengancam supaya tidak menceritakan kejadian ini kepada siapa pun.” FT Kekerasan seksual pada anak yang dilakukan di bawah kekerasan dan diikuti ancaman menyebabkan korban tak berdaya. Kondisi itu menyebabkan korban terdominasi dan mengalami kesulitan untuk mengungkapnya. Namun, tak sedikit pula pelaku kekerasan seksual pada anak ini melakukan aksinya tanpa kekerasan, tetapi dengan menggunakan manipulasi psikologi. Anak ditipu daya sehingga mengikuti keinginannya. Anak sebagai individu yang belum mencapai taraf kedewasaan, menurut Reza, belum mampu menilai sesuatu sebagai tipu daya atau bukan. Oleh karena itu, setiap tindakan pelaku kekerasan seksual pada anak harus ditindak tegas Suyanto, 2010. Tindakan perkosaan kekerasan seksual pada anak dilakukan tidak sekedar untuk mendapatkan kepuasan seksual. Perkosaan juga dilakukan untuk melukai, mempermalukan, merendahkan, dan menguasai korban. Dalam konteks konflik perkosaan juga dapat menjadi alat menaklukkan, menghukum atau memperoleh informasi dari korban, selain juga digunakan sebagai alat teror untuk menakuti dan melemahkan Marzuki, 2007. Sebagian dari studi juga menunjukkan bahwa lebih mungkin seseorang perempuan tidak akan diperkosa kalau melawan sekuat mungkin pada walnya. Banyak wanita yang pernah diperkosa mengatkan bahwa merekan tidak melawan karena takut dibunuh. Terjadinya kasus kekerasan seksual pada NA oleh abang iparnya disebabkan korban merasa takut karena diancam akan dibuat malu keluarganya ataupun diancam agar tidak menceritakan tindak kekerasan seksual tersebut kepada orang lain, apalagi sikap pelaku yang kasar, beringas, suka mabuk, dan mengisap ganja menyebabkan korban tidak mampu melawan karena di bawah tekanan. Demikian juga ketika Abu bapak korban melakukan perkosaan pada NA walaupun disangkal melalui pencabutan BAP, dia diancam agar tidak menceritakan perbuatan tersebut kepada orang lain, karena kalau sampai kasus tersebut diketahui warga masyarakat maka mereka akan dibunuh. Ancaman-ancaman tersebut membuat korban tidak berdaya dan terpaksa menuruti keinginan pelaku, sehingga korban sampai 5 kali diperkosa oleh abang iparnya dan 3 kali oleh bapaknya. Demikian juga kasus yang terjadi pada BD, dirinya diperkosa karena takut akan ancaman kek AL, karena kalau sampai BD menceritakan kepada orang lain maka dirinya akan dipukul. Bagi anak-anak, ancaman orang besar orang dewasa sering kali menakutkan sehingga mereka mau tidak mau terpaksa mengikuti perintah orang dewasa tersebut. Ancaman orang dewasa memang ampuh untuk menakuti- nakuti, membuat anak menjadi tertekan, tidak mempunyai pilihan untuk melawan, dan dijadikan senjata bagi pelaku untuk menguasai korban.

6. Kurang Pengawasan