menepuk, menimbang, mengamati tubuh seseorang secara berlebihan, memeluk, atau menciumi seseorang yang tidak menyukai pelukan dan ciuman itu, dan lain-lain
sebagainya.
2.2.3 Faktor-faktor terjadinya Kekerasan Seksual pada Anak
Terjadinya kekerasan seksual pada anak disebabkan oleh berbagai faktor yang memengaruhinya. Faktor-faktor yang memengaruhinya demikian kompleks, menurut
Suharto 2007, kekerasan terhadap anak umumnya disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari anak sendiri maupun faktor eksternal yang berasal dari kondisi
keluarga dan masyarakat, yaitu: 1.
Anak yang mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, anak terlalu lugu, memiliki temperamental lemah, ketidaktahuan anak
akan hak-haknya, anak terlalu bergantung pada orang dewasa. 2.
Kemiskinan keluarga, orang tua menganggur, penghasilan tidak cukup, banyak anak.
3. Keluarga tunggal atau keluarga pecah broken home, misalnya perceraian,
ketiadaan ibu untuk jangka panjang atau keluarga tanpa ayah dan ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan anak secara ekonomi.
4. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidaktahuan mendidik anak,
harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan, anak yang lahir di luar nikah.
5. Penyakit parah atau gangguan mental pada salah satu atau kedua orang tua,
misalnya tidak mampu merawat dan mengasuh anak karena gangguan emosional dan depresi.
6. Sejarah penelantaran anak. Orang tua yang semasa kecilnya mengalami perlakuan
salah cenderung akan memperlakukan salah anak-anaknya. 7.
Kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh, tergusurnya tempat bermain anak, sikap acuh tak acuh terhadap tindakan eksploitasi, pandangan
terhadap nilai anak yang terlalu rendah, meningkatnya paham ekonomi upah, lemahnya perangkat hukum, tidak adanya mekanisme kontrol sosial yang stabil.
Sementara itu, Rusmil 2004, menjelaskan bahwa penyebab atau risiko terjadinya kekerasan dan penelantaran terhadap anak dibagi ke dalam tiga faktor,
yaitu faktor keluargaorang tua, faktor lingkungan sosialkomunitas, dan faktor anak sendiri.
1. Faktor orang tuakeluarga
Faktor orang tua memegang peranan penting terjadinya kekerasan seksual pada anak. Faktor-faktor yang menyebabkan orang tua melakukan kekerasan seksual
pada anak diantaranya : a.
Praktik-praktik budaya yang merugikan anak seperti kepatuhan anak kepada orang tua, hubungan asimetris.
b. Anak dibesarkan dalam penganiayaan
c. Gangguan mental
d. Orang tua yang belum mencapai kematangan fisik, emosi maupun sosial
terutama mereka yang mempunyai anak sebelum berumur 20 tahun. e.
Orang tua yang longgar terhadap perilaku seks bebas f.
Kurangnya pendidikan seks dalam keluarga g.
Orang tua pecandu minuman keras dan obat. 2.
Faktor lingkungan sosialkomunitas Kondisi lingkungan sosial juga dapat menjadi pencetus terjadinya kekerasan
seksual pada anak. Faktor lingkungan sosial yang dapat menyebabkan kekerasan seksual dan penelantaran pada anak yaitu :
a. Kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materilistis
b. Kondisi sosial-ekonomi yang rendah
c. Adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orang tua sendiri
d. Status wanita yang dipandang rendah
e. Sistem keluarga patriarkal
f. Nilai masyarakat yang terlalu individualistis
3. Faktor anak itu sendiri
a. Penderita gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis disebabkan
ketergantungan anak kepada lingkungannya. b.
Perilaku menyimpang pada anak. Multifaktor diyakini oleh banyak ahli dalam memandang penyebab terjadinya
kekerasan seksual pada anak. Posisi anak sebagai pihak yang lemah dan tidak berdaya, moralitas masyarakat khususnya pelaku kekerasan seksual yang rendah,
kontrol dan kesadaran orangtua dalam mengantisipasi tindak kejahatan pada anak, kurangnya program edukasi dari pihak pemerintah yang bisa diakses oleh masyarakat,
dan masih banyak lagi faktor lain. Psikologi lingkungan memandang bahwa setting lingkungan suatu masyarakat
tidak hanya berpengaruh secara fisik tetapi juga secara psikologis dan sosial bagi masyarakat yang menempatinya. Setting lingkungan dapat meliputi tata ruang secara
fisik, kepadatan, ketersediaan ruang publik, ruang personal, hingga menyangkut privacy pada setiap orang. Setting lingkungan yang ideal hendaknya memperhatikan
berbagai dimensi kebutuhan masyarakat yang menempatinya. Setting lingkungan yang tepat tentunya akan mendukung kesejahteraan masyarakat yang tinggal di
lingkungan tersebut. Sebaliknya, setting lingkungan yang kurang tepat akan mengurangi kesejahteraan masyarakatnya dan menghambat berbagai proses yang
seharusnya dialami. Anak-anak merupakan salah satu pihak yang menempati suatu lingkup sosial. Pada usianya, mereka sedang mengalami proses tumbuh kembang
yang sangat pesat baik secara fisik maupun psikologis. Setting lingkungan yang tepat akan sangat mendukung proses tersebut. Sayangnya, saat ini di Indonesia masih
begitu banyak dijumpai lingkungan yang tidak berpihak pada tumbuh kembang anak secara sehat, namun justru menempatkan anak pada kondisi penuh resiko.
Situasi semacam itu banyak dijumpai di daerah yang masyarakatnya berada pada tingkat sosial ekonomi bawah. Rumah ukuran kecil yang dipadati oleh
penghuni, tidak adanya pembagian ruang, sehingga satu ruangan digunakan bersama untuk berbagai aktivitas oleh banyak orang di rumah. Berbagai hasil penelitian
menyebutkan bahwa kepadatan di rumah berkaitan erat dengan berbagai patologi sosial dan gangguan mental, angka kematian, serta tingginya pembunuhan Galle
Gove, 1979; Booth Welch, 1973; dalam Hertinjung, 2010. Penelitian lain memfokuskan pada hubungan antara anak-orangtua pada
keluarga yang memiliki kepadatan tinggi. Ditemukan bahwa anak lebih sedikit menerima perhatian yang konstruktif, anak lebih sering keluar rumah tanpa
pengawasan orang tua sehingga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menjadi nakal dan mengalami masalah perilaku dan masalah belajar Booth Edwards, 1976;
Booth Johnson, 1975; Saegert, 1980; dalam Hertinjung, 2010. Selain kepadatan secara fisik di rumah, psikologi lingkungan juga membahas
mengenai ketersediaan ruang personal yang sifatnya lebih abstrak namun sangat dibutuhkan oleh setiap individu. Ruang personal personal space mengacu pada area
dengan batas yang tidak tampak di sekitar tubuh seseorang dimana orang asingorang lain tidak dapat sembarangan masuk Sommer, 1969. Ruang personal menyangkut
komponen jarak dari suatu hubungan interpersonal, yang menjadi indikator dan bagian integral dari proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan kemunduran dari
hubungan interpersonal Hertinjung, 2010. Tindak kekerasan seksual pada anak melalui kegiatan perdagangan anak
perempuan untuk tujuan seksual, Suyanto 2010 membaginya dalam 6 penyebab yaitu :
1. Adanya kepercayaan para konsumen laki-laki hidung belang bahwa
berhubungan seks dengan anak-anak dapat sebagai obat kuat, obat awet muda dan mendatangkan hoki keuntungan tertentu.
2. Anak-anak dipandang masih bersih dari penyakit kelamin dan belum banyak yang
“memakainya” sehingga lebih menambah selera konsumen. Faktor penyebab pertama dan kedua merupakan panda para pedofilia yang menyukai melakukan
hubungan seks dengan anak-anak. 3.
Orang tua kadangkala memandang anak perempuan sebagai aset yang mendatangkan keuntungan besar, sehingga orang tua kandung sampai hati
menjual anak perempuannya karena harganya yang sangat tinggi, khususnya harga keperawanannya.
4. Pandangan seksualitas yang sangat menekankan arti penting keperawanan
sehingga tidak memberi kesempatan bagi mereka yang sudah tidak perawan untuk menentukan dirinya, sehingga kadang pacarnya yang menjual dan memaksanya
berhubungan dengan orang lain. 5.
Jeratan utang. Orang tua kadang meminjam uang kepada germo yang sekaligus rentenir dengan bunga sangat tinggi. Ketika utang jatuh tempo tidak dapat
mengembalikan, maka anak perempuan pengutang diminta bekerja kepada germo yang rentenir tersebut, namun ternyata pekerjaan yang dimaksud sebagai
melayani nafsu laki-laki hidung belang. Apabila perjalanan menuju tempat tujuan jauh, antar pulau misalnya, maka biaya perjalanan dihitung sebagai hutang dan
dilipatgandakan serta dihitung bunganya dalam perjalanan waktu belum terlunasi.
6. Adanya kemiskinan struktural dan disharmoni keluarga yang dapat memicu
depresi dan frustasi. Kondisi semacam ini dapat menyebabkan orang tua hanya hadir secara fisik, namun tidak hadir secara emosional. Oleh karena itu anak
merasa tidak kerasan di rumah, sehingga dapat menyebabkan anak mencari orang untuk berlindung yang pada gilirannya dapat mengatnarkannya masuk dalam
sindikat perdagangan.
2.2.4 Dampak Kekerasan Seksual pada Anak