Hirarki Wilayah dan Fungsi Desa

peta tersebut selanjutnya dilakukan penilaian sehingga diperoleh rekomendasi penggunaan lahan. Tabel 22. Tutupan Lahan di Lokasi Penelitian No Tutupan Lahan Luas ha 1 Awan 27,01 0,13 2 Belukar 1.340,83 6,40 3 Hutan 3.049,30 14,55 4 Hutan RawaNipah 2.590,00 12,36 5 Kebun Campuran 11,95 0,06 6 Kelapa Sawit 435,37 2,08 7 Pemukiman 228,54 1,09 8 Pertanian Lahan Kering 4.582,34 21,87 9 Rawa 851,10 4,06 10 Sawah Bera 1.628,50 7,77 11 Sawah Berair 4.884,98 23,31 12 Tanah Terbuka 1.049,30 5,01 13 Tubuh Air 273,14 1,30 Jumlah 20,952.36 100.00 Gambar 19. Peta Tutupan Lahan Eksisting Hasil Klasifikasi Terbimbing Berdasarkan hasil penilaian, di peroleh 19 sembilan belas kombinasi tutupan lahan disertai rekomendasi penggunaan lahannya. Contoh pengambilan keputusan dalam menentukan rekomendasi penggunaan lahan antara lain adalah apabila tutupan lahan menyebutkan areal tersebut adalah hutan, rawa, hutan rawanipah dan tubuh air, maka dalam pengambilan keputusannya tetap merekomendasikan areal tersebut sebagai tutupan lahan eksisting, sehingga kelestarian lingkungan, areal resapan air dan kawasan konservasi tetap terjaga dan bencana tidak terjadi banjir, longsor dan lain-lain. Sementara itu, untuk tutupan lahan yang berupa belukar dan tanah terbuka, direkomendasikan berdasarkan hasil kesesuaian lahannya. Misalnya lahan tersebut berupa tanah terbuka, sedangkan hasil analisis kesesuaian lahan untuk padijagung adalah S3 sesuai marginal dan karetkelapa sawit adalah S2 cukup sesuai, maka rekomendasi penggunaan lahannya adalah tanaman karetkelapa sawit. Rekomendasi penggunaan lahan terluas adalah tutupan lahan sawah berair menjadi tetap sawah, yaitu seluas 4.884,98 hektar atau sekitar 23 dari luas lokasi studi. Rekomendasi tersebut diharapkan dapat menjaga ketersediaan pangan di dalam kawasan dengan tetap mempertahankan areal pertanian pada umumnya, dan khususnya sawah. Selain itu, dalam rekomendasi penggunaan lahan ini tidak diperhitungkan land rent-nya, sehingga faktor ekonomi tidak mempengaruhi rekomendasi penggunaan lahan ini. Secara detil, rekapitulasi rekomendasi penggunaan lahan berikut luasannya disajikan pada Tabel 23 dan Gambar 20. Perencanaan penggunaan lahan ini tidak memperhitungkan faktor ekonomi usahatani komoditas yang di tanam maupun faktor ekonomi lahannya, dan hanya memberikan gambaran alternatif penggunaan lahan yang tepat sesuai dengan undang-undang dan kaidah kelestarian lingkungan. Maksud dari kata ” memperhitungkan faktor ekonomi usahatani komoditas” adalah apabila dilihat berdasarkan analisis ekonomi NPV, GM, ataupun yang lainnya nilai keuntungan menanam padi sawah relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelapa sawit ataupun karet. Tentunya apabila mempertimbangkan faktor ekonomi saja, masyarakat akan memilih menanam kelapa sawitkaret, karena akan memberikan keuntungan yang lebih besar. Namun demikian apabila dibahas lebih dalam dan sesuai dengan realitas yang berkembang saat ini, isu konversi lahan produktif menjadi lahan-lahan perkebunan menjadi hal yang umum terjadi. Melihat kondisi tersebut maka rekomendasi lahan ini menjadi kurang tepat untuk digunakan, akan tetapi dengan diberlakukannya undang-undang tentang ketahanan pangan, perlindungan lahan pertanian pangan abadi, rekomendasi penggunaan lahan berbasis kelestarian lingkungan seperti pada penelitian ini di rasa masih cukup relevan untuk digunakan. Konversi lahan sawah menjadi perkebunan, pada saat penelitian ini dilakukan belum banyak terjadi di lokasi penelitian. Secara umum, masyarakat setempat masih berkeyakinan untuk tetap menanam padi, namun demikian dengan semakin banyaknya tekanan dari luar, khususnya oleh perusahaan-perusahaaan perkebunan besar yang memiliki banyak modal, dikawatirkan dapat merubah pandangan masyarakat setempat. Ketertarikan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, menyebabkan masyarakat dapat berubah fikiran, karena kebutuhan hidup keluarga terus bertambah seiring berjalannya waktu. Kondisi ini sudah banyak dibicarakan dan dimusyawarahkan masyarakat. Menyikapi kondisi ini, masyarakat sudah memiliki gagasan untuk mengantisipasinya, salah satunya adalah penarikan retribusi dan pembatasan truk-truk penampung hasil karet dan kelapa sawit masuk ke dalam wilayah Kecamatan Rawa Pitu. Sehingga masyarakat yang mengusahakan karetkelapa sawit harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengangkut hasil panen ke tempat-tempat yang diijinkan truk penampung mengangkutnya, sehingga secara otomatis dapat mengurangi keuntungan petani karetkelapa sawit. Aturan ini secara umum disebut insentif dan disinsentif. Selain bertujuan membatasimenekan masyarakat untuk mengusahakan tanaman perkebunan, dapat juga berfungsi melindungi jalan agar tidak cepat rusak, karena jalan yang sering dilalui oleh kendaraan-kendaraan yang bermuatan berat tentunya cenderung akan cepat rusak dibandingkan dilalui oleh kendaraan-kendaraan yang lebih kecil. Sementara itu, tujuan jangka panjangnya diharapkan dapat menekan terjadinya konversi lahan. Kerusakan jalan yang saat ini terjadi di lokasi penelitian, salah satunya disebabkan oleh faktor diatas.