lokasi berlangsung. Semua hal tersebut diarahkan agar kehidupan transmigran dapat berlangsung secara sustainable.
Pusdatintrans 2004 dalam Widiatmaka et al. 2009 menyatakan bahwa program transmigrasi telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
pembangunan bangsa dan negara. Hal tersebut terbukti dari kenyataan bahwa transmigrasi telah mendorong tumbuh dan berkembangnya berbagai peluang
usaha dan peluang kerja. Program transmigrasi telah berhasil mengembangkan sekitar 3.000-an Unit Pemukiman Transmigrasi UPT dengan berbagai
infrastrukturnya, 945 UPT diantaranya telah berkembang menjadi desa baru. Desa-desa baru tersebut sekarang dihuni oleh kurang lebih 12 juta jiwa dan telah
tumbuh mendorong terbentuknya kecamatan dan kabupaten baru. Dari data yang ada, eks-UPT yang telah mendorong perkembangan daerah menjadi pusat
pemerintahan adalah sebanyak 235 kecamatan dan 66 kabupaten. Terkait konteks pengembangan kawasan transmigrasi, sekitar tahun 2000-
an telah berkembang konsep pengembangan wilayah berbasis kawasan transmigrasi, yaitu Kota Terpadu Mandiri KTM. Definisi KTM menurut
Depnakertrans 2010 adalah kawasan yang pertumbuhannya dirancang untuk menjadi pusat pertumbuhan melalui pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan
yang mempunyai fungsi sebagai: i pusat kegiatan pertanian berupa pengolahan barang pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agribisnis; ii Pusat
pelayanan agroindustri khusus special agroindustry services, dan pemuliaan tanaman unggul; iii Pusat pendidikan, pelatihan di sektor pertanian, industri dan
jasa; dan iv Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar- pasar grosir dan pergudangan komoditas sejenis.
2.6 Perencanaan Kawasan Berbasis Komoditas Unggulan
Komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki nilai strategis berdasarkan pertimbangan fisik kondisi tanah dan iklim maupun sosial ekonomi
dan kelembagaan penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, kondisi sosial budaya untuk dikembangkan di suatu wilayah.
Keberadaan komoditas unggulan pada suatu daerah dapat memudahkan upaya pengembangan agribisnis. Hanya saja, persepsi dan memposisikan kriteria serta
instrumen terhadap komoditas unggulan belum sama. Akibatnya, pengembangan komoditas tersebut menjadi salah urus bahkan menjadi kontra produktif bagi
peningkatan produksi komoditas unggulan dimaksud. Menurut Dirjen Bangda, Departemen Dalam Negeri menentukan kriteria komoditas unggulan sebagai
berikut : 1. Mempunyai kandungan lokal yang menonjol dan inovatif di sektor
pertanian, industri dan jasa; 2. Mempunyai daya saing tinggi di pasaran, baik ciri, kualitas maupun harga
yang kompetitif serta jangkauan pemasaran yang luas, baik di dalam negeri maupun global;
3. Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak tenaga kerja setempat;
4. Mempunyai jaminan dan kandungan bahan baku lokal yang cukup banyak, stabil dan berkelanjutan;
5. Fokus pada produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi, baik dalam kemasan maupun pengolahannya;
6. Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan SDM masyarakat;
7. Ramah lingkungan, tidak merusak lingkungan, berkelanjutan serta tidak merusak budaya setempat;
Sementara itu, pengelompokan komoditas unggulan, sebagai rujukan untuk menempatkan posisi produk pertanian dari sisi teori keunggulan komoditas,
antara lain: 1. Komoditas unggulan komparatif : komoditas yang diproduksi melalui
dominasi dukungan sumber daya alam, di mana daerah lain tak mampu memproduksi produk sejenis. Komoditas hasil olahan yang memiliki
dukungan bahan baku yang tersedia pada lokasi usaha tersebut. 2. Komoditas unggulan kompetitif : komoditas yang diproduksi dengan cara
yang efisien dan efektif. Komoditas tersebut telah memiliki nilai tambah dan daya saing usaha, baik dari aspek kualitas, kuantitas, maupun
kontinuitas dan harga.