Analisis Ekonomi Penentuan Komoditas Unggulan

3.4.3.1. Klasifikasi Tutupan Lahan

Klasifikasi tutupan lahan dalam penelitian ini digunakan untuk meng- interpretasi citra satelit Landsat TM+7 Kecamatan Rawa Pitu dengan menggunakan software ERDAS IMAGINE 9.2. Tahapan dalam pengolahan citra satelit Landsat ini dimulai dari koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. Citra satelit yang telah terkoreksi dipotong cropping berdasarkan batas lokasi penelitian Kecamatan Rawa Pitu. Selanjutnya, dibuat training set dan dikelaskan berdasarkan tutupan lahan eksisting menggunakan klasifikasi terbimbing. Informasi tutupan lahan eksisting diperoleh dari hasil observasi lapang dan bantuan informasi lainnya, misalnya peta tutupan lahan dari Departemen Kehutanan dan lain sebagainya. Sebelum membuat training set, terlebih dahulu jumlah kelas tutupan lahan ditentukan. Pada penelitian ini ditentukan 13 tigabelas kelas tutupan lahan, yaitu awan, belukar, hutan, hutan rawanipah, kebun campuran, kelapa sawit, pemukiman, pertanian lahan kering, rawa, sawah bera, sawah berair, tanah terbuka, dan tubuh air. Pemilihan training set agar dapat merepresentasikan nilai pixel suatu kelas yang diinginkan. Pembuatan training set dipilih melalui citra dasar yang dibatasi oleh polygon-polygon sekaligus pemberian nama kelas, representatif dan disimpan dalam file signature. Hasil klasifikasi citra kemudian disimpan dan dilakukan smooting hasil interpretasi Nearest Neighborhood. Setelah di peroleh tutupan lahan, maka format raster dikonversi ke vector shapefile dan dilanjutkan dengan pengolahan data spasial layout menggunakan software Arc GIS 9.3 . Hasil analisis ini adalah peta tutupan lahan tahun 2009. Skema alur klasifikasi terbimbing ini disajikan pada Gambar 2. 3.4.3.2. Rekomendasi Penggunaan Lahan Untuk mendapatkan rekomendasi penggunaan lahan berbasis kondisi saat ini, dilakukan overlay peta kesesuaian lahan dan peta tutupan lahan saat ini. Teknik overlay ini menggunakan metoda geoprocessing union dalam analisis Sistem Informasi Geografi SIG, karena datanya berbasis spasial. Metode geoprocessing union dalam penelitian ini adalah menumpang tindihkan data spasial satu dengan lainnya berikut attribut-nya, sehingga diperoleh gabungan kedua data dan informasi spasial tersebut. Gambar 2. Alur Klasifikasi Terbimbing untuk Menentukan Tutupan Lahan Eksisting Selanjutnya dengan memperbandingkan attribut hasil overlay kedua data spasial tersebut kemudian dilakukan penilaian masing-masing kombinasi tutupan lahan dan kelas kesesuaian lahan, sehingga diperoleh rekomendasi penggunaan lahan. Penilaian rekomendasi lahan ini memperhitungkan beberapa aspek lingkungan yang berkelanjutan. Beberapa aspek keberlanjutan yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah 1. Mengutamakan kelestarian lingkungan, 2. Mempertahankan areal resapan air, 3. Memperhatikan kelas kesesuaian lahan, 4 Mempertahankan areal pemukiman dan areal-areal publik lainnya. Rincian aspek dan variabel yang digunakan dalam penilaian ini, selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Aspek dan variabel dalam rekomendasi penggunaan lahan No. Aspek y Variabel Dipertahankan Di konversi 1. Kelestarian lingkungan Tutupan lahan Hutan, lahan produktif, sempadan sungai Tanah terbuka, lahan tidak produktif, lahan kritis, belukar 2. Resapan air Tutupan lahan Tubuh air, sungai, rawa, lahan gambut Gambut tipis, bukan areal konservasi 3. Kesesuaian lahan Kelas kesesuaian lahan Lahan S1, S2, dan S3, lahan produktif Lahan N 4. Bangunan Tutupan lahan Pemukiman, fasilitas umum - Seperti disebutkan dalam Tabel 2, penilaian tutupan lahan saat ini eksisting berupa hutan, hutan nipah, rawa, dan tubuh air direkomendasikan tetap dipertahankan pemanfaatannya, sehingga dapat dijadikan kawasan konservasi. Rekomendasi penggunaan lahan ini, diharapkan keseimbangan dan kelestarian lingkungan saat ini maupun yang akan datang dapat tercapai.

3.4.4. Pengembangan Kelembagaan Pertanian

Analisis pengembangan kelembagaan pertanian ini mensintesiskan hasil analisis deskriptif dan Analytical Hierarcy Process AHP, sehingga diperoleh bentuk kelembagaan pertanian yang sesuai dengan keinginan masyarakat setempat. Analisis-analisis yang digunakan dalam pengembangan kelembagaan pertanian ini diuraikan sebagai berikut:

3.4.4.1. Analisis Dinamika Kelembagaan Masyarakat

Analisis dinamika kelembagaan dalam penelitian ini diawali dengan melakukan identifikasi jumlah dan bentuk-bentuk kelembagaan yang ada di lokasi penelitian. Selanjutnya, berdasarkan jumlah kelembagaan, dilakukan normalisasi data indexs kelembagaan. Formula menghitung indexs seperti yang disajikan pada persamaan 7. Adapun variabel untuk membangun indexs terdiri dari 5 lima variabel, yaitu: X 1 = jumlah kelompok tani; X 2 = jumlah anggota kelompok tani; X 3 = jumlah koperasi; X 4 = jumlah pasar; X 5 = jumlah tokokioswarung. Nilai variabel indexs masing-masing desa setelah diperoleh, kemudian dilakukan penjumlahan indexs, sehingga di peroleh nilai skor dinamika kelembagaan. Penjumlahan skor tersebut mengikuti persamaan 9 dengan jumlah variabel j sebanyak 5 lima buah sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Indeks yang dihasilkan selanjutnya disebut sebagai indeks dinamika kelembagaan masyarakat. Sementara itu, berdasarkan skoring, ditetapkan 3 tiga dinamika kelembagaan masyarakat, yaitu : dinamis, sedang dan kurang dinamis. Kriteria yang digunakan dalam penilaian dinamika kelembagaan ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria Penentuan Dinamika Kelembagaan Masyarakat No Dinamika Kelembagaan Kriteria 1 Dinamis Ii. Rataan + 0,5 S 2 Sedang Rataan - 0,5 S ≤ I.i Rataan + 0,5 S 3 Kurang dinamis Ii. ≤ Rataan - 0,5 S Kererangan : S = standar deviasi, 0,5 = konstanta

3.4.4.2. Model Kelembagaan Pertanian menurut Persepsi Masyarakat

dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process AHP AHP merupakan salah satu metode untuk membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria multi criteria . Karena sifatnya yang multi kriteria, AHP cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas Susila et al. 2007. Menemukan dan mengembangkan konsep kelembagaan pertanian berdasarkan persepsi masyarakat dilakukan dengan analisis AHP. Pada penelitian ini ada 2 dua hal yang dijadikan tujuan dalam pemberdayaan, yaitu kemandirian petani atau produktifitas pertanian. Kedua tujuan tersebut, dibagi menjadi tiga faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu faktor kelembagaan, sosial-ekonomi, dan sumberdaya fisik wilayah. Selanjutnya, ketiga faktor tersebut dibagi berdasarkan masing masing kriteria yang paling berpengaruh, diantaranya: metode penyampaian, integritas pendamping, ekonomi, budaya kebiasaan masyarakat, kesuburan tanah, dan kondisi wilayah. Langkah selanjutnya adalah memilih strategi yang paling tepat, diantaranya pelatihan, pendampingan, studi banding, atau sekolah lapang. Stakeholder yang terlibat dalam model pemberdayaan ini adalah PEMDA, LSM, atau Swastalainnya. Struktur AHP untuk penentuan model kelembagaan petani menurut persepsi masyarakat disajikan pada Gambar 3 .

3.4.4.3. Model Kelembagaan Pertanian yang Efektif

Selanjutnya sintesis dinamika kelembagaan dan model kelembagaan menurut persepsi masyarakat disajikan melalui analisis deskriptif. Model kelembagaan pertanian yang efektif sesuai kebutuhan petani dapat di identifikasi dan dapat diimplementasikan.