item yaitu : perumahan dan fasilitas rumah tangga, barang dan jasa, pakaianalas kaki dan tutup kepala, barang-barang tahan lama, pajak dan asuransi, serta
keperluan pesta dan upacara serta berisikan pendapatan, penerimaan, dan pengeluaran bukan konsumsi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan telaah atau interpretasi dari data adalah referensi waktu pengumpulan data. Kecenderungan untuk tidak
memperhatikan referensi waktu akan membuat bias dalam melakukan analisis. Data konsumsi Susenas pada hakekatnya berupa informasi dari responden anggota
rumah tangga yang dianggap paling memahami transaksi pengeluaran rumah tangga dalam kurun waktu seminggu yang lalu untuk makanan dan sebulan
terakhir untuk non makanan. Kurun waktu pengumpulan informasi ini dianggap mewakili preferensi atau pola konsumsi yang rutin dilakukan oleh rumah tangga
tersebut. Asumsi rutinitas ini dapat menjadi kelemahan dari data, meskipun secara teori dimungkinkan. Situasi ekonomi pada saat pengumpulan data seperti gejolak
harga, inflasi, musim panen, musim kemarau, dapat mempengaruhi asumsi rutinitas konsumsi rumah tangga. Susenas Maret merupakan Susenas modul
konsumsi yang rutin dilakukan untuk keperluan informasi pada tingkat propinsi.
3.3. Pemilihan Variabel dan Komoditi
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini disamping variabel harga dan pendapatan yang didekati oleh pengeluaran, juga variabel ukuran rumah tangga.
Tidak semua rumah tangga mengkonsumsi setiap kelompok makanan sesuai asumsi dari model, maka dilakukan justifikasi nilai konsumsi terhadap beberapa
rumah tangga yang dalam penelitian ini tidak mengkonsumsi seluruh kelompok makanan dimaksud. Justifikasi nilai pengeluaran konsumsi lebih difokuskan pada
nilai pengeluaran konsumsi yang rata-rata merefleksikan gambaran konsumsi suatu komoditi di wilayah tertentu dan untuk menghilangkan efek inflasi maka
dilakukan justifikasi dengan mendeflate nilai pengeluaran dengan indeks harga konsumen pada tahun tersebut. Pengeluaran konsumsi disini merupakan
pengeluaran konsumsi selama setahun yang diproksikan dari pengeluaran seminggu yang lalu untuk komoditi makanan dan pengeluaran setahun yang lalu
untuk komoditi bukan makanan.
Nilai harga untuk komoditi makanan merupakan harga implisit yang dihasilkan dari proksi total pengeluaran terhadap total konsumsi. Konversi satuan
dilakukan untuk beberapa komoditi, sehingga setiap kelompok persamaan memiliki satuan yang sama. Berbeda dengan komoditi makanan, proksi harga
untuk komoditi non makanan memang berbeda karena tidak semua komoditi ini dikonsumsi secara rutin oleh rumah tangga, sehingga proksi harga juga dicoba
didekati dengan harga implisit. Rumah tangga yang tidak mengonsumsi suatu komoditi dilakukan justifikasi nilai pengeluaran dengan menggunakan harga
minimum dengan kuantitas yang sangat kecil yaitu 0,0001. Model LA-AIDS digunakan untuk memperkirakan kebutuhan pangan dan
non pangan pada rumah tangga miskin dengan memasukkan variabel penjelas. Estimasi model dilakukan dengan memberikan bobotpenimbang pada setiap
rumah tangga agar sampel rumah tangga dapat mewakili populasinya. Adapun variabel yang digunakan sesuai ketersediaan data adalah:
1. Nilai pengeluaran makanan dan non makanan rumah tangga untuk setiap komoditi pertahun intervalRp
2. Harga setiap komoditi yang secara implisit didekati dengan nilai pengeluaran dibagi jumlah konsumsi intervalRp
3. Jumlah anggota rumah tangga interval 4. Variabel dummy yang menunjukkan:
- tipe daerah tempat tinggal yaitu perkotaan dan perdesaan ordinal, - tin
gkat pendidikan kepala rumah tangga, yaitu: ≤ SD, SD ordinal, 5. Variabel tren tahun, yaitu : 2008, 2009, 2010 ordinal
Cakupan komoditi makanan dalam penelitian adalah kelompok komoditi makakan pokok, lauk pauk, rokok dan makanan lainnya. Cakupan komoditi non
makanan dalam penelitian adalah kelompok komoditi telekomunikasi, pendidikan, dan non makanan lainnya.
Kelompok komoditi makanan pokok yang terdiri dari sub kelompok padi- padian dan umbi-umbian merupakan komoditi utama yang dikonsumsi
masyarakat miskin. Beras sebagai bahan kebutuhan pokok sehari-hari memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan pola konsumsi terkait tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Komoditi ikandagingtelurtaucooncomtahutempe
adalah komoditi
berprotein tinggi baik protein hewani maupun protein nabati. Kendala utama dari akses mendapatkan komoditi ini adalah masalah ketersediaan atau stok.
Berkurangnya stok akibat berbagai faktor, menyebabkan harga komoditi ini meningkat tajam, sehingga menurunkan permintaan atau konsumsi.
Komoditi rokok merupakan komoditi yang cukup banyak dikonsumsi oleh rumah tangga miskin. Pengeluaran untuk rokok ini bahkan dapat lebih besar
dibandingkan dengan kebutuhan kesehatan dan pendidikan. Konsumsi rokok dapat membuat kualitas manusia semakin memburuk karena kebutuhan gizi yang
dikesampingkan untuk memenuhi kebutuhan rokok dan akibat lainnya rokok dapat merusak kesehatan.
Sektor komunikasi merupakan sektor yang sedang berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Kontribusi sektor komunikasi terhadap pendapatan
nasional mengalami peningkatan dari 26,03 persen pada tahun 2006 menjadi 31,32 persen pada tahun 2008. Konsumsi terhadap telekomunikasi khususnya
telepon selular yang dulu merupakan barang mewah sekarang hampir menjadi kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga rumah tangga miskin juga mampu
mengkonsumsinya. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan komposisi konsumsi komoditi rumah tangga miskin sesuai dengan prinsip substitusi, kurva
indiferen, dan maksimisasi utilitas. Sektor pendidikan merupakan sektor yang menjadi perhatian serius
pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai program di bidang pendidikan seperti BOS Bantuan Operasional Sekolah, sekolah gratis, beasiswa,
ditujukan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan program pemerintah di bidang pendidikan dapat diukur dari peningkatan
partisipasi masyarakat dalam pendidikan, seperti semakin berkurangnya buta huruf, lulusan perguruan tinggi yang terus bertambah, dan sebagainya.
3.4. Metode Analisis