Simulasi Dampak Perubahan Harga terhadap Permintaan Komoditi

5.5. Simulasi Dampak Perubahan Harga terhadap Permintaan Komoditi

Kebijakan pemerintah di bidang ekonomi akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap rumah tangga miskin. Salah satu kebijakan tersebut adalah kebijakan harga dimana secara mikro mempengaruhi konsumsi rumah tangga dan secara makro mengganggu stabilitas nasional, misalnya kenaikan harga minyak secara nyata akan menurunkan aktifitas produksi, yang selanjutnya menurunkan pendapatan riil masyarakat. Hal ini terjadi karena biaya produksi yang semakin meningkat sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang dan jasa, untuk itu diperlukan simulasi untuk melihat sejauh mana dampak kenaikan harga terhadap perubahan permintaan komoditi. Nilai elastisitas harga sendiri secara matematis merupakan suatu rasio antara persentase perubahan permintaan komoditi dengan persentase perubahan harga komoditi. Simulasi perubahan harga dilakukan untuk melihat berapa besar efek yang dirasakan oleh rumah tangga miskin. Simulasi dilakukan untuk melihat perubahan permintaan rumah tangga miskin terhadap komoditi apabila terjadi perubahan harga dan pemberian subsidi oleh pemerintah. Simulasi tersebut antara lain : a. perubahan harga telekomunikasi yaitu penurunan harga telekomunikasi sebesar 10 yang diiringi subsidi : - Simulasi 1 : raskin setara 28 harga relatif - Simulasi 2 : BLT setara 21 pendapatan RTM - Simulasi 3 : gabungan subsidi raskin dan BLT b. perubahan harga rokok yaitu kenaikan harga rokok sebesar 2,45, yang diiringi subsidi : - Simulasi 1 : raskin setara 28 harga relatif - Simulasi 2 : BLT setara 21 pendapatan RTM - Simulasi 3 : gabungan subsidi raskin dan BLT c. penurunan harga telekomunikasi 10 dan kenaikan harga rokok 1,2 - Simulasi 1 : harga telekomunikasi turun 10 dan rokok naik 1,2 - Simulasi 2 : raskin setara 28 harga relatif - Simulasi 3 : BLT setara 21 pendapatan RTM - Simulasi 4 : gabungan subsidi raskin dan BLT Hasil simulasi dari penurunan harga telekomunikasi dapat dilihat pada Tabel 5.8. Berdasarkan elastisitasnya penurunan harga telekomunikasi meningkatkan permintaan komoditi telekomunikasi. Secara umum, subsidi raskin meningkatkan permintaan pangan, rokok dan telekomunikasi rumah tangga miskin. Subsidi BLT meningkatkan permintaan semua kelompok komoditi. Penurunan harga telekomunikasi diiringi dengan subsidi raskin meningkatkan permintaan komoditi telekomunikasi dan meningkatkan permintaan komoditi makanan pokok. Penurunan harga telekomunikasi 10 persen diiringi subsidi BLT meningkatkan permintaan rumah tangga miskin terhadap komoditi telekomunikasi lebih tinggi dibandingkan dengan subsidi raskin. Penurunan harga telekomunikasi diiringi subsidi raskin dan subsidi BLT meningkatkan permintaan semua kelompok komoditi termasuk permintaan komoditi telekomunikasi Tabel 5.8. Hasil Simulasi Subsidi Raskin, BLT dan Perubahan Harga Telekomunikasi terhadap Perubahan Permintaan Komoditi RTM di Pulau Jawa Tahun 2008-2010 Kelompok komoditi Sim 1 Sim 2 Sim 3 Makanan pokok 26,09 21,81 47,87 Lauk-pauk 2,25 22,58 24,70 Rokok 11,66 44,81 56,36 Makanan lainnya 1,19 26,02 27,22 Telekomunikasi 22,14 39,46 44,54 Pendidikan -0,84 15,10 14,23 Non makanan lainnya -1,96 12,77 10,96 Hasil simulasi dari kenaikan harga rokok dapat dilihat pada Tabel 5.9. Berdasarkan elatistisitasnya maka kenaikan harga rokok di respon rumah tangga miskin dengan menurunkan persentase perubahan permintaan komoditi rokok. Kenaikan harga rokok diiringi dengan subsidi raskin tidak menurunkan permintaan komoditi rokok namun meningkatkan permintaan komoditi rokok, pangan dan telekomunikasi. Kenaikan harga rokok sebesar 2,45 persen diiringi subsidi BLT meningkatkan permintaan rokok dengan proporsi perubahan permintaan paling tinggi dibandingkan komoditi lainnya yaitu sebesar 42,34 persen. Proporsi perubahan permintaan semakin meningkat untuk komoditi rokok apabila subsidi raskin diberikan. Subsidi raskin meningkatkan proporsi perubahan permintaan makanan pokok menjadi lebih tinggi. Tabel 5.9. Hasil Simulasi Subsidi Raskin, BLT dan Perubahan Harga Rokok terhadap Perubahan Permintaan Komoditi RTM di Pulau Jawa Tahun 2008-2010 Kelompok komoditi Sim 1 Sim 2 Sim 3 Makanan pokok 25,98 21,70 47,76 Lauk-pauk 1,99 22,33 24,45 Rokok 9,19 42,34 53,89 Makanan lainnya 1,25 26,08 27,28 Telekomunikasi 4,92 22,24 27,33 Pendidikan -0,99 14,94 14,08 Non makanan lainnya -1,76 12,97 11,16 Hasil simulasi penurunan harga telekomunikasi dan peningkatan harga rokok dapat dilihat pada Tabel 5.10. Penurunan harga telekomunikasi dan peningkatan harga rokok menurunkan permintaan rokok dan meningkatkan permintaan telekomunikasi. Kenaikan harga rokok dan penurunan telekomunikasi diiringi subsidi raskin meningkatkan permintaan komoditi rokok dengan persentase perubahan permintaan 10,51 persen dan telekomunikasi sebesar 22,06 persen. Kenaikan harga rokok dan telekomunikasi diiringi subsidi BLT meningkatkan permintaan rokok dengan proporsi perubahan permintaan paling tinggi dibandingkan komoditi lainnya yaitu sebesar 43,66 persen. Proporsi perubahan permintaan semakin meningkat untuk komoditi rokok dan telekomunikasi apabila subsidi raskin diberikan. Tabel 5.10. Hasil Simulasi Subsidi Raskin, BLT dan Perubahan Harga Telekomunikasi dan Rokok terhadap Perubahan Permintaan Komoditi RTM di Pulau Jawa Tahun 2008-2010 Kelompok komoditi Sim 1 Sim 2 Sim 3 Sim 4 Makanan pokok -0,04 26,01 21,74 47,79 Lauk-pauk 0,00 2,12 22,46 24,58 Rokok -2,25 9,30 42,45 54,00 Makanan lainnya 0,03 1,23 26,06 27,26 Telekomunikasi 16,89 21,97 39,29 44,38 Pendidikan -0,10 -0,96 14,97 14,11 Non makanan lainnya -0,10 -1,91 12,82 11,01 Berdasarkan hasil di atas ternyata pemberian subsidi BLT mampu meningkatkan permintaan seluruh kelompok komoditi yang dikonsumsi rumah tangga miskin. Peningkatan harga rokok ternyata tidak menghasilkan penurunan permintaan akan komoditi rokok apabila pemerintah memberikan subsidi. Subsidi raskin meningkatkan permintaan komoditi pangan, rokok dan telekomunikasi. Peningkatan permintaan terhadap rokok lebih rendah dibandingkan permintaan terhadap makanan pokok. Pemberian BLT meningkatkan permintaan rumah tangga miskin terhadap rokok dengan persentase peningkatan paling tinggi dibandingkan persentase permintaan komoditi lainnya. Subsidi BLT memberikan kesempatan rumah tangga miskin memilih komoditi yang diinginkan sementara subsidi raskin memaksa rumah tangga miskin untuk meningkatkan permintaan terhadap komoditi makanan pokok. Harapan pemerintah untuk dapat mensejahterakan masyarakat miskin dengan pemberian BLT harus dikaji ulang mengingat pola konsumsi masyarakat miskin yang lebih mementingkan kebutuhan rokok dan telekomunikasi sehingga tidak memperhatikan kebutuhan gizi dan pendidikan anggota rumah tangganya.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Selama periode 2008-2010, pola konsumsi rumah tangga miskin baik di perkotaan maupun di perdesaan di Pulau Jawa didominasi oleh proporsi pengeluaran untuk komoditi makanan yang besarnya dua kali lipat dibandingkan proporsi pengeluaran untuk non makanan. Proporsi pengeluaran yang utama pada kelompok komoditi makanan adalah komoditi padi-padian, makanan jadi dan sayuran. Proporsi pengeluaran untuk rokok cenderung konstan. Ada kecenderungan peningkatan konsumsi bukan makanan di perdesaan walau peningkatannya relatif kecil. Konsumsi bukan makanan pada wilayah perkotaan cenderung sedikit mengalami penurunan. Berdasarkan komoditi, konsumsi perumahan dan fasilitas perumahan serta komoditi aneka barang dan jasa merupakan konsumsi terbesar rumah tangga miskin pada kelompok bukan makanan. Pengeluaran untuk komunikasi meningkat baik di perkotaan maupun di perdesaan. 2. Pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi total pengeluaran rumah tangga miskin dimana rumah tangga miskin yang kepala rumah tangganya berpendidikan lebih tinggi memiliki total pengeluaran yang lebih tinggi pula. Pendidikan kepala rumah tangga tidak nyata mempengaruhi pengeluaran komunikasi. Pendidikan kepala rumah tangga nyata mempengaruhi pengeluaran untuk rokok di perkotaan tapi tidak nyata di perdesaan. 3. Elastisitas harga untuk komoditi telekomunikasi bersifat elastis baik di perkotaan maupun di perdesaan dengan besaran yang lebih elastis di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Berdasarkan pendidikan kepala rumah tangga, elastistis harga telekomunikasi lebih elastis pada rumah tangga dengan pendidikan KRT di bawah SD. Bila ada perubahan harga maka rumah tangga miskin sangat responsif terhadap perubahan permintaannya. Elastisitas harga silang komoditi telekomunikasi