Secara umum terjadi peningkatan persentase pengeluaran untuk tembakau dan sirih. Rumah tangga miskin di Propinsi Banten mengalokasi pengeluaran
untuk tembakau dan sirih paling tinggi di antara propinsi lainnya di Pulau Jawa. Peningkatan persentase pengeluaran untuk kelompok komoditi tembakau dan sirih
ini didukung oleh peningkatan persentase pengeluaran untuk rokok. Pada Tabel 4.9. persentase pengeluaran untuk rokok menyumbang lebih dari 75 persen dari
persentase pengeluaran untuk komoditi tembakau dan sirih.
4.7. Pendidikan Kepala Rumah Tangga
Selain pengaruh kondisi daerah tempat tinggal, pola konsumsi juga di pengaruhi oleh tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Berdasarkan hasil
penelitian terdahulu kepala rumah tanggaistri dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki perbedaan struktur pengeluaran rumah tangga. Tingkat pendidikan
mendorong rumah tangga mengalokasikan pengeluaran kepada pangan yang lebih bermutu.
Persentase kepala rumah tangga miskin di Pulau Jawa pada Tabel 4.10, yang tidak pernah sekolah atau pernah sekolah tetapi tidak lulus SD sekitar 52,8 persen.
Kondisi tersebut terutama terjadi di perdesaan 57,6 persen daripada di perkotaan 46,2 persen, sementara kepala rumah tangga yang pendidikannya lebih tinggi dari
SD sebanyak 12,7 persen. Pendidikan KRT di atas SD lebih banyak di perkotaan 19,5 persen dibandingkan perdesaan 7,8 persen.
Bila dilihat dari kemampuan membaca dan menulis, kepala rumah tangga miskin yang mampu membaca dan menulis pada tahun 2010 di Pulau Jawa hanya
76 persen dengan persentase lebih besar di perkotaan yaitu 81 persen dibandingkan dengan perdesaan yaitu 72 persen. Berdasarkan propinsi di Pulau
Jawa, 95 persen kepala rumah tangga miskin di DKI Jakarta yang dapat membaca, sementara di Jawa Timur hanya 69 persen. Persentase pendidikan KRT yang di
atas SD di Propinsi Banten paling rendah dibandingkan propinsi yang lainya.
Tabel. 4.10. Persentase Kepala Rumah Tangga Miskin Menurut Pendidikan dan kemampuan Membaca dan Menulis Menurut Wilayah dan Propinsi
di Pulau Jawa, 2008-2010
Uraian Tidak pernah
sekolah SD
SD SD
Bisa Membaca
dan Menulis Wilayah
Perkotaan 14,6
31,6 34,3
19,5 81,0
Perdesaan 22,2
35,4 34,6
7,8 72,0
Propinsi DKI Jakarta
6,6 22,4
25,0 46,1
95,0 Jawa Barat
8,1 32,2
47,0 12,7
91,0 Jawa Tengah
22,2 35,6
32,2 9,9
71,0 DI Yogyakarta
19,6 29,2
26,3 24,9
74,0 Jawa Timur
24,7 33,4
29,2 12,8
69,0 Banten
20,9 44,4
25,4 9,4
76,0 Jawa
19,0 33,8
34,5 12,7
76,0 Sumber : Susenas Panel Modul Konsumsi 2008-2010 Diolah
Rata-rata pengeluaran rumah tangga miskin selain dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan juga dibedakan menurut jenjang pendidikan yang
ditamatkan oleh kepala rumah tangga yaitu kepala rumah tangga berpendidikan SD ke bawah ≤SD dan kepala rumah tangga yang berpendidikan di atas SD
SD. Pembedaan jenjang pendidikan dilatarbelakangi oleh asumsi pada umumnya bahwa kepala rumah tangga yang memiliki tingkat pendidikan yang
lebih tinggi memiliki tingkat pendapatan yang lebih baik karena cenderung lebih produktif. Fakta empiris pun memperlihatkan secara statistik bahwa baik di
perdesaan maupun di perkotaan, rata-rata pendapatan yang didekati dengan total pengeluaran rumah tangga miskin berbeda nyata berdasarkan tingkat pendidikan
kepala rumah tangganya dimana rata-rata pendapatanpengeluaran rumah tangga miskin lebih tinggi pada rumah tangga yang KRT-nya berpendidikan di atas SD
Lampiran 4 dan 5. Pada rumah tangga yang pendidikan kepala rumah tangganya lebih tinggi cenderung lebih produktif sehingga pendapatannya lebih tinggi
dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Hasil pengujian secara empiris menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi
telekomunikasi pada rumah tangga miskin berdasarkan tingkat pendidikan kepala rumah tangga tidak berbeda antara perdesaan maupun perkotaan. Hal ini
menujukkan bahwa besarnya pengeluaran telekomunikasi rumah tangga miskin
dapat dikatakan sama pada rumah tangga miskin di perdesaan maupun di perkotaan.
Hasil yang sama didapatkan pada pengeluaran rokok di perdesaan. Berdasarkan pendidikan kepala rumah tangganya, rumah tangga miskin di
perkotaan yang kepala rumah tangganya di atas SD pengeluaran untuk konsumsi rokok nyata lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga miskin yang kepala
rumah tangganya berpendidikan SD ke bawah, sementara di perdesaan rata-rata pengeluaran untuk rokok tidak berbeda nyata antara rumah tangga miskin yang
kepala rumah tangganya berpendidikan di atas SD dan di bawah SD. Hal ini dimungkinkan rumah tangga miskin di perkotaan lebih banyak mengkonsumsi
rokok sementara di perdesaan lebih banyak mengkonsumsi tembakau.
Halaman ini sengaja dikosongkan
V. PENGARUH KEBIJAKAN SUBSIDI BERAS MISKIN DAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI TERHADAP PENGELUARAN