VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah : 1.
Selama  periode  2008-2010,  pola  konsumsi  rumah  tangga  miskin  baik  di perkotaan  maupun  di  perdesaan  di  Pulau  Jawa  didominasi  oleh    proporsi
pengeluaran  untuk  komoditi  makanan  yang  besarnya  dua  kali  lipat dibandingkan  proporsi  pengeluaran  untuk  non  makanan.  Proporsi
pengeluaran  yang  utama  pada  kelompok  komoditi  makanan  adalah komoditi  padi-padian,  makanan  jadi  dan  sayuran.  Proporsi  pengeluaran
untuk  rokok  cenderung  konstan.  Ada  kecenderungan  peningkatan konsumsi bukan makanan di perdesaan walau peningkatannya relatif kecil.
Konsumsi  bukan  makanan  pada  wilayah  perkotaan  cenderung  sedikit mengalami  penurunan.  Berdasarkan  komoditi,  konsumsi  perumahan  dan
fasilitas  perumahan  serta  komoditi  aneka  barang  dan  jasa  merupakan konsumsi  terbesar  rumah  tangga  miskin  pada  kelompok  bukan  makanan.
Pengeluaran  untuk  komunikasi  meningkat  baik  di  perkotaan  maupun  di perdesaan.
2. Pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi total pengeluaran rumah
tangga miskin dimana rumah tangga miskin yang kepala rumah tangganya berpendidikan  lebih  tinggi  memiliki  total  pengeluaran  yang  lebih  tinggi
pula.  Pendidikan  kepala  rumah  tangga  tidak  nyata  mempengaruhi pengeluaran  komunikasi.  Pendidikan  kepala  rumah  tangga  nyata
mempengaruhi  pengeluaran  untuk  rokok  di  perkotaan  tapi  tidak  nyata  di perdesaan.
3. Elastisitas  harga  untuk  komoditi  telekomunikasi  bersifat  elastis  baik  di
perkotaan  maupun  di  perdesaan  dengan  besaran  yang  lebih  elastis  di perdesaan  dibandingkan  di  perkotaan.  Berdasarkan  pendidikan  kepala
rumah  tangga,  elastistis  harga  telekomunikasi  lebih  elastis  pada  rumah tangga  dengan  pendidikan  KRT  di  bawah  SD.  Bila  ada  perubahan  harga
maka  rumah  tangga  miskin  sangat  responsif  terhadap  perubahan permintaannya.  Elastisitas  harga  silang  komoditi  telekomunikasi
menyatakan  hubungan  komplementer  antara  telekomunikasi  dengan komoditi  makanan  pokok,  lauk  pauk,  rokok  dan  pendidikan  dan
berhubungan  substitusi  dengan  komoditi  makanan  lainnya  dan  komoditi non makanan lainnya. Berdasarkan elastisitas pengeluaran maka komoditi
telekomunikasi termasuk barang mewah. 4.
Elastisitas harga untuk komoditi rokok bersifat inelastis baik di perkotaan maupun  di  perdesaan  dengan  besaran  yang  tidak  berbeda  jauh  antara
perdesaan  dan  perkotaan.  Kondisi  yang  sama  bila  dibandingkan berdasarkan  pendidikan  kepala  rumah  tangga.  Elastisitas  harga  silang
komoditi rokok menyatakan hubungan komplementer antara rokok dengan komoditi makanan pokok, lauk pauk, telekomunikasi dan pendidikan dan
berhubungan  substitusi  dengan  komoditi  makanan  lainnya  dan  komoditi non  makanan  lainnya.  Berdasarkan  elastisitas  harga  silang  maka  rokok
menjadi barang
komplementer yang
paling besar
perubahan permintaannya  bila  ada  kenaikan  pada  harga  barang  komoditi  lainnya.
Berdasarkan  elastisitas  pengeluaran  maka  komoditi  telekomunikasi termasuk barang mewah dengan elastisitas pengeluaran yang sangat elastis
di atas 2 persen. 5.
Tren  elastisitas  harga  sendiri  periode  2008-2010  untuk  makanan  pokok, lauk  pauk,  rokok,  makanan  lainnya  dan  non  makanan  lainnya  cenderung
konstan.  Elastisitas  harga  sendiri  untuk  komoditi  telekomunikasi pendidikan  cenderung  menurun.  Berdasarkan  tren  elastisitas  pengeluaran
pada  rumah  tangga  miskin  periode  2008-2009  ada  kecenderungan peningkatan  alokasi  pengeluaran  untuk  konsumsi  makanan  pokok  dan
pendidikan terhadap adanya tambahan proporsi pengeluaran. 6.
Berdasarkan  hasil  simulasi,  penurunan  harga  telekomunikasi meningkatkan  permintaan  telekomunikasi  pada  rumah  tangga  miskin.
Peningkatan  harga  rokok  menurunkan  permintaan  rokok  pada  rumah tangga  miskin.  Pemberian  subsidi  raskin  meningkatkan  permintaan
pangan,  rokok  dan  telekomunikasi  pada  rumah  tangga  miskin  namun menurunkan  permintaan  komoditi  bukan  pangan,  Pemberian  BLT
meningkatkan  permintaan  seluruh  komoditi  pada  rumah  tangga  miskin.
Peningkatan  harga  rokok  diiringi  dengan  pemberian  subsidi  pada  rumah tangga  miskin  tidak  membuat  rumah  tangga  miskin  mengurangi
permintaan terhadap rokok tetapi semakin meningkatkan permintaan rokok pada rumah tangga miskin.
6.2. Saran dan Implikasi Kebijakan